Bab 3.2 Putri Mahkota
Sejak zaman dahulu, sihir sudah tercipta di atas bumi. Iblis sengaja memperkenalkannya kepada manusia untuk menambah pertikaian. Agar manusia terperangkap dalam berbagai dosa. Ketika kau tidak menyukai seseorang, dengan sedikit ramuan mematikan dan mantra kutukan, kau bisa menyingkirkannya, atau menggunakan sihirmu untuk mendapatkan kedudukan yang lebih tinggi.
Iblis begitu paham kekacauan apa saja yang akan manusia lakukan hanya dengan sedikit percikan sihir.
Sejak manusia mulai mempelajari sihir dan menjadikannya sebagai hal normal dalam keseharian. Perlahan kerajaan yang dulunya berjaya mulai dikuasai penyihir dan membuat kedudukannya sendiri di bumi.
Seperti sebuah insting, manusia akan merasa lebih superior ketika memiliki kelebihan dibanding yang lain, sehingga mereka yang tidak bisa menggunakan sihir menjadi tertindas. Perperangan pun tidak dapat dihindari.
Perang yang tidak berkesudahan menghancurkan bumi dan menjerat banyak manusia menuju kubangan dosa.
Untuk meredam kekacauan dan mengalahkan sihir iblis atau yang lebih dikenal sebagai sihir gelap, dua malaikat paling mulia diturunkan ke bumi. Satu dari mereka membantu mengalahkan manusia yang menganut sihir iblis dan satu lagi diturunkan ke neraka untuk mengendalikan iblis yang sudah terlalu ikut campur dalam kehidupan manusia.
Manusia yang melihat sihir lain yang digunakan oleh malaikat, mulai tertarik untuk mempelajarinya. Namun, malaikat yang tidak pernah berniat untuk mengajarkan sihir, menolak tegas dan memilih untuk kembali ke surga. Kecuali satu malaikat yang bertugas di neraka.
Satu malaikat membelot dan tetap tinggal, lantas menjadi penguasa di neraka. Keputusannya dianggap sebagai kemurtadan dan ia tidak diizinkan kembali ke surga untuk selama-lamanya. Sayapnya yang putih bersih perlahan berubah menjadi hitam pekat dan orang-orang mulai menjulukinya sebagai The Fallen Angel—Lucifer.
Kehadiran Lucifer memang membuat para iblis menjadi lebih tenang dan tidak bertindak sesuka hati. Akan tetapi pengikut Lucifer mulai bermunculan. Mereka diajarkan sihir baru yang lebih kuat. Tentu hal tersebut menjadi kekhawatiran lain para malaikat. Maka ketika praktik sihir kembali dilakukan manusia dan Lucifer menunjukkan kegelapan yang baru. Malaikat lain kembali diturunkan.
Malaikat itu bernama Luna. Ia ditugaskan untuk membunuh Lucifer dan memusnahkan sihir iblis. Luna yang turun ke bumi mengajarkan sihir putih kepada manusia agar dapat menyeimbangkan sihir para iblis.
Di akhir perjuangannya, ia menyegel sebagian jiwa Lucifer di neraka dan sebagian lagi di dalam tubuhnya.
Kejatuhan Lucifer dan berkembangnya penyihir putih membuat semuanya menjadi lebih damai. Manusia pun membuat peradaban baru. Sebuah kerajaan sihir bernama Destrion dibangun. Dari kerajaan itu, terdapat enam keluarga yang memiliki kekuasaan paling besar, mereka adalah keluarga Grenzill, Grandwill, Bartin, Ranfel, Ardious, dan Gladion.
Akan tetapi tersegelnya Lucifer bukanlah akhir dari segalanya. Iblis itu terlalu kuat hingga terus mempengaruhi Putri Luna agar melepaskannya. Untuk menahan energi itu, Putri Luna menciptakan Kristal Dayna yang terbuat dari seluruh energi sihirnya dan diwariskan untuk memurnikan Lucifer dalam tubuhnya setiap kali ia reinkarnasi.
Kristal Dayna selalu memilih pewarisnya sendiri dan hanya 'sang pewaris' yang dapat menggunakan kekuatan dalam kristal tersebut, dan Freya terpilih sebagai 'sang pewaris' selanjutnya setelah ratusan tahun tidak ada pewaris yang terlahir. Maka dari itu, walau seorang perempuan dan memiliki dua orang kakak laki-laki, Freya tetap diangkat menjadi putri mahkota.
"Lihat, kristal inilah yang membuatku dapat melihat energi sihir seseorang!" jelas Freya seraya memperlihatkan sebuah kristal berwarna biru saphire yang keluar dari punggung tangannya. "Pemilik kristal ini disebut sebagai 'sang pewaris' dan berkat ini pula aku dinobatkan sebagai calon ratu berikutnya."
"Tidak seharusnya kau mengatakan itu pada orang lain, Frey!" tegur Grey.
"Arion bukan orang lain. Dia bagian dari kita."
Wajah Arion menghangat, terakhir kali merasakannya ketika Adele berkata bahwa ia adalah sahabat terbaiknya—satu-satunya orang yang dianggapnya sebagai keluarga.
"Aku senang kristal ini memilihku. Berkatnya, raja menyadari kehadiranku." Senyuman Freya perlahan lenyap, entah mengapa ia memandang sendu pada kristalnya.
"Tapi ada tanggung jawab besar. Belum lagi risikonya. Gara-gara itu Freya diincar penyihir gelap yang ingin merebut kristalnya." Grey menambahkan, seakan paham jika ada yang tidak beres dengan sikap Freya. "Karena itulah, setiap pemilik kristal memiliki kesatrianya sendiri yang berasal dari bangsawan tertinggi di kerajaan. Selain itu, seorang kesatria juga harus memiliki ikatan emosional dengan pemilik kristal. Makanya, aku dan Arlan dikirim ke istana sejak berusia tujuh tahun agar kami dapat tumbuh bersama."
Sekarang Arion mengerti mengapa Freya memiliki kesatria yang seumuran dengannya. Namun, semua hal yang gadis itu jelaskan, benar-benar asing baginya. Baik sihir maupun negeri bernama Destrion.
"Meskipun disebut kesatria, tapi mereka lebih seperti sahabatku," tambah Freya. Ia mengajak Arion untuk duduk bersama di sofa merah bata yang empuk. Di atas meja sudah terhidang camilan beserta empat cangkir teh hangat. "Dan nantinya kau juga akan menjadi kesatriaku."
"Tapi aku tidak tahu cara menggunakan sihir," ujar Arion. "Bagaimana mungkin menjadi kesatriamu."
"Tenang saja. Kau akan mempelajari semuanya di sini!" Freya meyakinkan.
"Sudah cukup perkenalannya?" celetuk Arlan yang sedari tadi menahan diri. Ia mendelik Arion, "meskipun nantinya kau akan menjadi kesatria, bukan berarti kau dapat ikut penobatan. Ingat itu!"
"Penobatan?" tanya Arion.
"Ah, benar. Minggu depan akan ada penobatan 'kesatria sang pewaris' yang merupakan ritual untuk meresmikan status Arlan dan Grey," jelas Freya. "Walau tidak mungkin dapat ikut acara tersebut, kau tetap akan menjadi kesatriaku."
Arion hanya diam. Ia masih belum mengerti apa yang gadis itu inginkan darinya yang tidak pernah menggunakan sihir. Telah hampir seminggu ia di sana dan Freya hanya memperlakukannya sebagai teman bermain. Tidak ada yang istimewa, mereka berbincang—meski Arion hanya menjadi pendengar—dan menikmati camilan. Tak ada yang lain.
Freya bilang, setelah acara penobatan, barulah Arion dapat memulai latihan sihirnya sebab sekarang istana sedang disibukkan oleh persiapan acara hingga sulit baginya menemui Dolhaf—guru sihirnya—untuk meminta izin mengajar Arion.
****
Penobatan kesatria 'sang pewaris' di adakan di alun-alun kota. Sejak seminggu sebelum acara dimulai, semua petugas istana telah mempersiapkannya. Mulai dari dekorasi, perjamuan, hingga penjagaan. Sebab seluruh rakyat dapat menyaksikan secara langsung, maka penjaga yang dibutuhkan juga banyak, ditambah sihir pelindung yang dipasang mengelilingi altar.
Lonceng berdentang. Semua mata tertuju pada rombongan yang keluar dari istana. Di tengahnya terdapat tiga tandu berlapis emas tertutup tirai beludru merah yang lembut. Warga bersorak menyambut mereka.
Setelah tandu berhenti di depan altar, Arlan dan Grey yang menunggangi kuda datang mengenakan pakaian resmi kerajaan, sementara Arion berbaris bersama pelayan yang mengikuti di belakang. Penampilan mereka jauh berbeda dari biasanya, bahkan cara menatap ataupun bergerak—terlihat lebih dewasa. Namun, ada satu orang yang jauh lebih membuat Arion terpukau, dia adalah Freya.
Freya Lastoria Grenzill—putri mahkota yang mewarisi Kristal Dayna. Ia keluar dari dalam kereta, gaun biru bertabur kristalnya terlihat sangat indah. Rambut yang biasanya tergerai, kini dikuncir dan ditata rapi, tak lupa mahkota kecil dengan permata biru menyempurnakan segalanya.
Semua orang mengagumi kecantikan Freya, tetapi satu-satunya yang paling membuat Arion terpesona adalah bagaimana gadis itu berjalan penuh percaya diri. Tidak ada sedikit pun keraguan dari langkah yang anggun ataupun rasa gentar dari tatapan matanya.
Sosok Freya yang seperti itu belum pernah Arion lihat. Biasanya gadis itu bertingkah layaknya anak seumurannya, tertawa dan berlari, tersenyum, dan cemberut. Namun, yang ia lihat sekarang adalah tatapan yang mampu membuat siapa pun tunduk.
"Arlan Raziel Bartin. Grey Ferdikal Grandwill," ujar seorang lelaki tua berjubah putih berhias sulaman burung merak dari benang emas. Arlan dan Grey berlutut hormat di hadapannya.
"Mulai hari ini, kalian resmi dinobatkan sebagai pelindung Tuan Putri Freya—pemilik Kristal Dayna. Putri mahkota yang akan segera memimpin Kerajaan Destrion. Maka bersumpahlah untuk memberikan hidup kalian padanya!"
"Kami bersumpah. Tubuh dan jiwa ini hanyalah milik Putri Freya."
Freya maju ke samping lelaki tua yang memimpin ritual. Ia mengulurkan tangan di antara Arlan dan Grey. Sebuah kristal muncul dari punggung tangannya. Arlan menciumnya sekali dan cahaya dari kristal itu seakan meresap ke dalam tubuhnya. Begitupun ketika Grey melakukan hal yang sama.
"Setelah ini, kalian tidak akan pernah bisa mengkhianati Putri Freya. Jika melakukannya, maka penghianatan itu akan dibayar dengan nyawa."
"Kami tidak akan pernah mengkhianati Putri Freya."
Entah mengapa, pemandangan di atas altar membuat darah Arion berdesir, cahaya dari Kristal Dayna seakan bereaksi pada asap ungu yang menguar dari tangannya.
Usai acara penobatan, raja dan rombongan kembali ke istana, begitupun Freya yang telah bersiap meninggalkan tempat itu. Arion dan pelayan yang lain ikut menghampiri, menuntun sang gadis untuk turun dari altar.
"Bagaimana penampilanku?" tanya Freya setengah berbisik pada Arion.
"Terlihat berbeda." Hanya itu yang dapat Arion katakan tapi sukses membuat Freya terkekeh kecil.
BOOM!
Ledakan terjadi di luar pembatas sihir. Angin menjadi lebih kencang, menerbangkan dedaunan ke arah mereka. Para pengawal segera mengamankannya, tapi portal sihir terbentuk tepat di belakang Freya. Beberapa bayangan hitam muncul dan menyerang seluruh pelayan di sampingnya, serta menumbangkan pengawal yang mencoba menahan serangan.
Arlan membentuk tameng sihir dan membawa mereka berempat pergi ke tempat yang lebih aman, dibantu pengawal yang memblokade serangan yang mengincar sang putri.
Ledakan kembali terjadi dari arah lain. Suasana semakin ricuh, hingga membuat William kembali dan memimpin pengamanan. Prajurit yang bertugas membuat sihir pelindung ditemukan mati terpenggal di tempat penjagaan mereka. Sementara rakyat yang menonton berhamburan akibat ledakan yang terjadi silih berganti.
"Hai, Tuan Putri!" sapa seseorang yang muncul di depan perisai yang dibuat Arlan dan meretakkannya. Portal sihir muncul dari arah lain, menarik mereka masuk ke dalamnya. Detik kemudian mereka lenyap, bersamaan dengan serangan dari orang-orang berjubah hitam.
Mereka berempat jatuh tersungkur ke tanah di tempat antah-berantah. Saat menengadah, orang-orang berjubah hitam serta tudung menutupi kepala telah mengepung dan mengikat kedua tangan mereka ke belakang sebelum sempat mengatakan apa pun
"Ikat dan kurung mereka!" seru salah satu dari orang-orang itu.
Mereka diseret ke sebuah bangunan kastel yang dindingnya sudah ditumbuhi lumut dan beberapa bagiannya telah retak. Suara deburan ombak dan burung camar terdengar begitu dekat, di dalam kastel, terdapat sebuah ruangan penjara satu kali satu meter, mereka dilempar masuk dan ditinggalkan begitu saja.
"Freya, kau tak apa?" tanya Arlan. Dengan tubuh terikat, ia mencoba mendekat.
"Tak apa. Aku senang ada kalian bertiga di sini," jawab Freya seraya betusaha tersenyum walau tipis.
"Bisa-bisanya kau tersenyum saat keadaan seperti ini!" Arlan tidak habis pikir.
"Di mana ini?" tanya Arion.
Freya menggeleng. "Aku tidak tahu kalau ada kastel seperti ini di Destrion."
Ia melihat sekeliling dan tidak ada apa-apa. Hanya ruangan kosong dengan sebuah penjara kecil di dalamnya
"Ruangannya diberi mantra. Sihirku tidak bisa menembusnya!" rutuk Freya. Sedari tadi dia sudah berusaha menggunakan sihir tapi tidak berpengaruh. "Bahkan membuka tali pengikatnya saja tidak bisa."
Suara pintu berderit keras dan beberapa orang memasuki ruangan. mereka mengenakan topeng yang menutupi sebagian wajah. Salah satunya mendekat dan menarik Freya keluar dari kurungan. Ia melempar gadis itu ke hadapan seseorang bertubuh tinggi kurus menggunakan topeng merah.
"Lepaskan Freya!" berang Arlan. Wajahnya memerah disertai rahang mengeras.
"Lepaskan aku!" bentak Freya. "Kalian akan menyesal telah melakukan ini padaku!"
Orang di hadapannya Membungkuk untuk meremas rahang Freya, suara beratnya membuat gadis itu terdiam takut. "Serahkan kristal itu!"
"K-kristal apa?"
"Jangan berpura-pura bodoh, Tuan Putri. Anda tahu apa yang saya maksud."
"Jika yang kau maksud adalah permata. Kau bisa mengambil kalung dan antingku. Itu semua permata asli." Freya dapat melihat mata kelabu dari balik topeng itu menatapnya tajam.
"Apa aku perlu mengambilnya sendiri?" Ia melihat Freya saksama seakan sedang memindai. "Di mana kristal itu tertanam?"
"Lepaskan Freya!" Arlan masih saja berteriak dari balik jeruji. Hal itu membuat pria bertopeng berdecak dan melemparkan mantra padanya hingga terdorong dan menghantam dinding.
"Berisik!" geram pria itu, dan mengalihkan perhatiannya pada Freya
"Jangan melukainya!"
"Harusnya kau pikirkan dirimu sendiri. Sekarang serahkan kristalnya!"
Freya menggeleng dan berusaha mundur. "Aku tidak mengerti apa yang kau maksud."
"Di sini?" tanyanya tanpa memedulikan ucapan gadis itu. Tangannya yang sebelah lagi terangkat dan menekankan jempolnya pada dahi Freya.
"S-sakit."
"Apa aku lubangi saja setiap bagian tubuhmu untuk mendapatkannya?"
Freya bergetar. Ia dapat merasakan bahwa orang di hadapannya sangat berbahaya, apalagi ketika melihat sihir hitam pekat darinya, membuat Freya tidak dapat menyembunyikan rasa takutnya.
"Aku benar-benar tidak memiliki kristal atau apa pun itu." Setenang mungkin Freya menjelaskan. "Jika kau mau harta, kau bisa memintanya ke istana sebagai tebusan. Raja pasti memberikannya."
Tangan kanan Freya ditarik paksa. "Kita mulai dari tangan ini."
"A-apa yang—AAAAARRRG!" Teriakannya menggema ketika sebuah pisau kecil menancap di telapak tangannya dan menembus ke punggung tangan.
"FREYA!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top