Bab 17.3 Perang di Moravia

Angin puting beliung yang dibuat oleh sihir Arion, perlahan lenyap beserta kabut yang menghalangi pandangan. Tanpa menunggu lama, William segera menyerang dengan sihir kutukan bertubi-tubi hingga menimbulkan percikan dan ledakan sihir di sekitar. Ia menggunakan titik buntu Arion untuk menebasnya dengan pedang peninggalan Raja Ferdinand yang telah menjadi miliknya.

Untung saja, Arion menyadarinya dengan cepat dan segera menghindar, walau pangkal lengan kirinya harus tersayat dan berdarah—tidak dalam, tapi cukup menyakitkan karena pedang itu dialiri sihir yang membuat sayatannya seakan terbakar.

Sementara orang suruhan Granado yang sedari tadi mengamati situasi, mundur perlahan dan menghilang, untuk kembali dan melaporkan keadaan. Bersamaan dengan itu rombongan lain yang merupakan pemburu penyihir utusan Raja James mengepung Arion dan William yang masih berusaha saling menyerang.

"Ternyata kau benar-benar penyihir!" seru salah seorang dari mereka.

"Penipu!" celetuk yang lain.

"Tangkap dia dan bakar di depan istana!" yang lain ikut memanasi. Jelas sekali kemarahan dari tatapan dan nada suara mereka. Arion sudah menipu istana—satu kerajaan!

Tangan Arion terkepal. Mata emasnya berkilat tajam. "Sudah cukup!" gumamnya. Ia menatap jengah pada orang-orang yang tengah mengumpatinya. "Siapa pun aku, harusnya kalian bersyukur karena aku akan menyelamatkan kalian dari era penyihir!"

"Kau gila!" tukas yang lain.

"Penipu, jangan berlagak seperti pahlawan!"

William segera mundur, membuat jarak aman. Ia dapat merasakan energi sihir yang sangat kuat dari tubuh Arion. Lain halnya dengan pemburu penyihir yang malah mendekat—berharap dapat melumpuhkan pemuda bermata emas itu.

Arion berdecak, membuat mantra perisai ketika beberapa anak panah dengan ujung berapi melesat ke arahnya. "Kuperingatkan untuk terakhir kalinya," Arion mendekat, berdiri di hadapan orang-orang yang berusaha menembus perisainya. "Kembalilah ke Restel dan biarkan aku mengusir penyihir-penyihir itu dari tempat ini!"

"Kau tidak berhak memerintah kami!" kecam mereka.

"Kau juga penyihir, jangan berlagak ingin memihak kami!" tambah yang lain, memanasi.

William memanfaatkan situasi dengan membuat portal, lalu menghilang dan muncul secara ajaib di belakang Arion—menebaskan pedangnya, tetapi perisai telah menyelubungi pemuda itu secara utuh.

Arion mendelik tajam. Ia melemparkan kutukan, membuat William terhempas ke belakang dengan sangat keras.

"Bisa menggunakan sihir sebanyak itu sekaligus bahkan tidak merasa kelelahan. Kau benar-benar reinkarnasi Putri Luna rupanya." William berusaha berdiri. Napasnya tidak teratur. Ia sudah menggunakan banyak energi sejak mendatangi Moravia.

"Sudah lama aku tidak mendengar sebutan itu." Arion melepas perisainya, membiarkan orang-orang itu menyerang, tapi ketika mereka berhasil menyentuhnya, jangankan melukai Arion, mereka malah terbakar api biru dan mati seketika.

Energi sihir yang menyelimuti seluruh tubuhnya membuatnya tidak tersentuh.

"Pada akhirnya kau juga membunuh mereka." Sebuah suara mengalihkan perhatian Arion. Ia berbalik untuk melihat Freya yang tengah berdiri tidak jauh darinya dengan pandangan penuh kekecewaan.

"Fre-ya ...."

"Sekarang!" William berteriak memanggil. Seolah paham dengan teriakkan itu, Freya mengangguk dan mendekati Arion.

"Kau benar-benar mengingkari semua janjimu." Freya kembali berucap. "Janji untuk selalu melindungiku. Janji untuk tidak akan membunuh, serta janji akan membantu mewujudkan impianku."

Arion memandang sendu. Ia mundur selangkah ketika Freya hendak menyentuhnya. "Jangan mendekat, kau bisa terbakar!"

Freya menggeleng. Tangannya yang tertanam Kristal Dayna mengeluarkan energi sihir berwarna putih menyilaukan. Tanpa rasa takut, ia meraih tangan Arion. "Ini masih belum terlambat!"

"Tidak, ini sudah terlambat. Aku akan menanggung semua kebencianmu dan tidak akan pernah meminta maaf untuk pengingkaranku!" tegas Arion. Tanpa ia sadari, Kristal Dayna menyerap sihir gelap yang sedari tadi meluap-luap pada tubuhnya.

"Kalau begitu, aku harus menghentikanmu!" Freya semakin mendekat—memeluk. "Ini sangat disayangkan." Hanya sebentar, Freya kembali membuat jarak.

Tatapan Arion turun ke bawah, melihat sebuah belati yang tertancap pada perutnya. Lalu, ia kembali melihat Freya yang menunduk—enggan menatap balik. "Freya," panggilnya lirih.

Gadis itu menutup mata. Hanya beberapa detik dan ketika matanya kembali terbuka, sebuah pentagram berwarna biru terang muncul di bawah kaki Arion. Rantai sihir muncul dan mengikatnya dengan sangat kuat.

"Penyegelan tingkat satu!" ucapnya.

"Freya!" Arion memanggil seraya mencabut belati itu. Darah merembes dari perutnya yang terluka. Kakinya mencoba menahan tarikan rantai yang memaksa untuk berlutut, tapi gagal.

Tangan dengan Kristal Dayna yang berpendar terang, terangkat untuk menyentuh kepala Arion. Seolah menulikan pendengarannya, Freya menyerap seluruh energi sihir Arion ke dalam kristal. Ini adalah teknik penyegelan yang ia pelajari dari Raja Aydril—Reighnel. Teknik untuk memaksimalkan kekuatan Kristal Dayna.

"Penyegelan tingkat dua." Freya berucap. Rantai yang semula berwarna biru terang, kini berubah hitam, menyerap sihir Arion, menjadikannya sebagai penguat segel.

"Freya ...." Arion menengadah menatapnya. Kekecewaan tidak bisa ia pendam. Gadis itu tidak akan pernah bersama dengannya lagi. Bahkan Freya berniat membunuhnya, seolah Arion adalah iblis yang harus disingkirkan. Beberapa kali ia memanggil nama itu tapi Freya bergeming, membuatnya merasa semakin berjarak.

Tak ada harapan.

William mendekat, berdiri di belakang Arion. Ia menatap Freya yang sedang fokus pada mantra penyegelan. Tangan yang memegang pedang terangkat, melesat cepat ke leher Arion.

Sebelum mata pedang menyentuh, asap hitam pekat menahannya. Setelah asap itu menghilang, digantikan sosok Samael yang berdiri di sampingnya, "Wah, sepertinya kau tertangkap, ya?" Ia tersenyum timpang. "Akan merepotkan jika kau mati secepat ini."

"Dari mana saja kau?" gerutu Arion. Ketika rantai sihir yang mengikatnya mulai melemah, ia melepas ikatannya.

"Freya, mundur!" seru William seraya menjauh. Ia tahu siapa Samael, meskipun ini pertama kalinya melihat wujud asli sang iblis, tapi ia tidak akan pernah melupakan suara dan tatapan mata itu.

"Wah, lihat ini. Wajah-wajah yang sangat familier," celetuk Samael. Tangan berkuku tajamnya hendak menyentuh Freya tetapi ditahan oleh cengkeraman Arion.

Pentagram di bawah kakinya lenyap. Penyegelan gagal tetapi hampir setengah energinya berhasil diserap Kristal Dayna, belum lagi pendarahan pada luka di perut membuatnya semakin melemah.

"Kita pergi dari sini!" perintah Arion.

"Kau mau mundur sekarang?" Samael berkata dengan nada cemooh. "Padahal pesta baru saja dimulai."

Cengkeraman Arion pada tangannya semakin mengerat. Namun, iblis itu sama sekali tidak terpengaruh. Seringaiannya lebih lebar. Tubuhnya berubah menjadi asap, lalu muncul di belakang Freya dan mencekik gadis itu.

"Lepaskan dia!" geram Arion. Rahangnya bergemerutuk. "Kau mau membantahku?"

"Aku hanya melakukan perintahmu, 'membunuh semua penyihir yang ada di sini.' Lalu kenapa kau marah?" Samael menjawab santai.

"Freya!" Arlan datang, berlari mengejar sang gadis. Pedang sudah tergenggam erat di tangannya. Ia baru saja sampai setelah lukanya disembuhkan oleh Grey.

Freya mencoba melepaskan diri tetapi napasnya tercekat. Ia berusaha konsentrasi dan membuat Kristal Dayna kembali bereaksi. Tangannya dialiri sihir putih dari kristal dan sebuah pentagram terbentuk di bawah kakinya.

Samael berdecak tapi tidak menghilangkan seringaian dari bibirnya. "Sihir ini, terasa tidak asing. Kau pikir bisa menggunakannya untuk melawanku?"

"Kem-balilah ke ne-raka!" sinis Freya terbata-bata.

Arlan yang sudah dekat, segera melompat, menebaskan pedangnya ke punggung Samael tapi dihentikan dengan satu tangan oleh iblis itu. "Lihat, kau kembali mendatangiku. Apa kau juga ingin menyusul saudaramu?" Iblis itu terkekeh lalu mendorong Arlan dengan kuat.

"Samael!" Arion berusaha berdiri dengan satu tangan seraya menahan perutnya yang terluka. "Kita. Pergi. Sekarang!"

"Jangan berpikir kalau kau akan melindunginya hingga akhir, itu tidak sesuai dengan perjanjian kita!" Samael menatap tajam ke arahnya. Sayap hitam besar terkembang, mengepak hingga menimbulkan angin kencang di sekitar mereka.

Tidak menyiakan keadaan, Freya melanjutkan sihirnya, membuat pentagram yang muncul di bawah kaki Samael bereaksi dan mengalirkan sengatan listrik pada sang iblis. Sama halnya dengan apa yang tadi ia lakukan pada Arion, dari pentagram itu muncul rantai-rantai sihir yang mengikat dengan sangat kuat.

Bukannya takut atau khawatir, Samael malah tertawa terbahak. Namun, tawanya harus terhenti ketika William sudah berdiri di belakangnya, menebaskan pedang yang sudah dialiri energi sihir.

Iblis itu melepaskan diri dengan mudah dan menghancurkan mantra penyegelan Freya. Ia terbang ke atas dan menatap ke bawah dengan mata emas yang mengerikan.

Saat Arion sedang fokus pada Samael, anak panah melesat ke arahnya dan menancap dengan sempurna pada punggungnya. Arion berusaha menoleh ke asal serangan. Keningnya bertaut seketika. Jauh di depan sana, Grey sedang berdiri dengan sebuah busur yang tergenggam erat di tangannya.

Samael terkekeh kecil dan turun ke bawah. Ia mencabut panah yang menancap pada punggung Arion. "Lihat, sepertinya mereka semua benar-benar menjadi musuhmu!" serunya seraya menahan tawa.

"Tutup mulutmu! Kita harus pergi dari sini!" tukas Arion.

Samael menghela napas, akhirnya menyerah. Sayapnya menghilang dan ia memapah Arion untuk berdiri. "Baiklah, gencatan senjata," ujarnya, lalu membuka sebuah portal berwarna hitam. "Sampai jumpa di pesta selanjutnya."

Mereka menghilang.

Sementara itu, Granado yang menyusul dan menonton dari kejauhan hanya diam terpana ke arah Arion yang baru saja menghilang. "Kalian lihat itu?" ujarnya pelan, "dia dapat memerintah iblis. Dia mendahului kita."

Tiga orang bawahannya saling berpandangan—tidak paham perkataan sang Kepala Keluarga Ardious itu. "Maksud Anda ...."

Granado berbalik, tersenyum penuh keterkaguman. "Kalian tidak lihat bagaimana pemuda itu memerintah iblis? Bukan hanya meminta kekuatannya, tapi bisa menjadikannya sebagai bawahan!" Senyumnya semakin lebar. "Persis seperti 'para pendosa', kita harus segera menangkapnya dan mendapatkan cara untuk mengikat perjanjian langsung dengan iblis. Jika berhasil, semua akan menjadi milik kita!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top