Bab 12.2 Tragedi Argantha

Lucifer berpindah dengan sangat cepat, menerjang tiap orang yang mencoba melumpuhkannya. Kilatan sihir menyambar mengincarnya, tapi tidak ada satu pun yang mampu melukainya. Iblis bersayap hitam itu hanya butuh satu ayunan tangan berkuku tajam untuk menjatuhkan para Artikius.

Layaknya menari di pesta dansa, ia berputar, menghentakkan sayap, menerbangkan daun gugur yang menjadi karpet di panggung malam itu. Darah berhamburan membasahi di sekitarnya.

Arion mundur, hanya mengamati dari kejauhan. Pertanyaan itu muncul dalam benaknya, apakah dulu ia juga seperti itu ketika lepas kendali? Apakah ia juga memancarkan senyum kepuasan ketika berhasil membunuh orang-orang di sekitarnya?

Seperti iblis yang menikmati perburuan malamnya.

Adam yang telah selesai dengan persiapannya, melepaskan mantra penyegelan pertama. Sebuah lingkaran pentagram muncul dari bawah tanah, tepat di bawah kaki Lucifer. Cahaya putih menyilaukan terbentuk, rantai sihir mengikat iblis itu dengan sangat kuat. Tiga orang Artikius yang tersisa ikut membuat rantai penyegelan dan menahan pergerakannya dengan sempurna. Namun, jangankan cemas ataupun panik, Lucifer malah menyeringai semakin lebar.

"Kembalilah ke neraka!" ujar Adam. Ia mendekat, mantra kedua dirapalkan. Tanah di bawah kaki Lucifer bergetar, hendak rutuh dan menyeretnya masuk ke dalam tanah. Mantra ketiga dilepaskan, Adam mengeluarkan Kristal Dayna yang diberikan William padanya. Kristal itu kembali berpendar walau tidak seterang ketika masih dimiliki 'sang pewaris'.

Arion yang melihatnya langsung mengepal, kesal. Harusnya itu milik Freya.

Lucifer tertawa terbahak, melihat Adam berusaha menggunakan energi sihir dari kristal itu untuk memperkuat segelnya. "Kalian berpikir untuk menggunakannya?" ejek Lucifer. "Tanpa 'sang pewaris'?"

"Sudah cukup main-mainnya, Lucifer!" tukas Arion. Tangan kanannya diselubungi energi sihir berupa asap ungu pekat. Ia melempar mantra ke arah Adam, tapi ditahan oleh Artikius lain. "Berikan kristal itu padaku!"

"Tidak akan." Adam balik melempar kutukan ke arahnya, tapi juga dapat dihindari dengan baik.

"Itu milik Freya. Kalian tidak berhak menggunakannya."

"Kau juga tidak berhak."

Arion melakukan sihir teleportasi, berpindah dengan sangat cepat. Kini sudah berdiri tidak jauh dari Adam. "Berikan padaku!"

Dua orang Artikius menghadang, melayangkan tendangan. Arion menangkisnya dengan mudah, tangannya diayunkan dan angin yang kuat menghantam kedua orang itu hingga terdorong jatuh ke belakang.

Adam bergegas menyelesaikan mantranya, satu tahapan lagi maka akan selesai. Ia menggenggam erat Kristal Dayna, menyalurkan energi ke kristal itu, berharap dapat memancing agar sihir putih yang tersimpan di dalamnya keluar dan memperkuat segelnya..

Tawa Lucifer semakin menggelegar. Sebuah kilatan seperti petir keluar dari tubuhnya, lalu berubah menjadi api biru yang membara, membakar rantai sihir di tubuhnya. Hingga segel itu terlepas.

Adam terbatuk, memuntahkan darah. Ia sadar segel seperti itu tidak bisa dilakukan sendiri, energi sihirnya terbatas, terlebih Kristal Dayna sama sekali tidak meresponnya. Ia mundur ke belakang, menjaga jarak sementara Lucifer dengan cepat mendekat lalu menusuk perutnya dengan tangan berkuku tajam.

"Kita sudahi sampai di sini!" bisik Lucifer. Tangannya masih tertanam di tubuh Adam.

"Arion, apa kau serius dengan semua ini?" tanya Adam yang sudah terpojok—menahan tangan Lucifer untuk tidak menusuk semakin dalam. "Kenapa kau memihak iblis itu, padahal selama ini Freya menaruh banyak harapan dan kepercayaan padamu. Dia mempertaruhkan segalanya untuk melindungimu!"

"Dia bisa membenciku. Kecewa padaku. Mengutukku hingga membuatnya bangkit dari kubur untuk menghukumku!" ujar Arion dengan semua emosi yang terpancar dari matanya. "Tapi aku bersumpah akan melakukan apa pun untuk memusnahkan semua sihir dari dunia ini. Bahkan jika itu mengharuskanku menjual jiwa pada iblis."

Sudah tidak tertolong, Itulah yang Adam pikirkan ketika mendengar jawabannya. Arion dan Lucifer akan menjadi malapetaka. Ia kembali memuntahkan darah.

Dua orang Artikius lainnya kembali menyerang, berharap dapat menolong Adam, tapi Arion kembali menjatuhkan mereka dengan sihirnya—sihir iblis.

Arion mendekati Adam yang terluka parah, tangan Lucifer masih menancap di perutnya. Ia mengeluarkan belati kecil dari saku—pemberian Freya yang selalu ia bawa bagai jimat pelindung. Iris emasnya menatap tajam. "Penyihir harus dilenyapkan. Dimulai dari kalian, Artikius berakhir hari ini."

Arion menusuk leher Adam dengan belati. Lucifer menyeringai, mencabut tangannya, membuat pemimpin Artikius itu jatuh ke tanah bergelimang darah. Sihir pembatas perlahan lenyap, malam menjadi sangat sunyi tapi Lucifer kembali bergerak dan membunuh tiga Artikius yang masih hidup, tengah merikuk sakit.

Sementara Arion merampas Kristal Dayna dari tangan Adam yang sudah tidak bernyawa. Ia mengangkat kristal itu tinggi, menyandingkannya dengan bulan purnama malam itu. "Freya, Aku ... akan menyelamatkan dunia ini dari kebusukan!"

"Sungguh menyenangkan," ucap Lucifer yang kini menjelma menjadi Samael, tanpa sayap dan tanduk. Tangan kanannya memegang sepotong tangan yang telah terpisah dari badan. Ia menjilati darah yang menetes dengan mata emas menyala.

Arion mengernyit, merasa jijik. "Kau akan memakan mereka?"

"Tidak, hanya ingin sedikit mendramatisir." Samael membuang tangan itu dan tersenyum. "Lagi pula iblis tidak memakan manusia."

"Menjijikkan!" decih Arion. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar, semuanya mati, darah di mana-mana. "Ini akan menjadi malam yang panjang. Tempat ini harus dibersihkan sebelum pagi!"

"Itu mudah." Lucifer menjentikkan jarinya, sebuah pintu besi berkarat muncul dari dalam tanah. Lalu terbuka dengan kobaran api yang menjulur dari dalam, gerombolan anjing tanpa kulit keluar, menyerbu mayat yang bergelimpangan. Mereka memakannya, beberapanya menggigit dan membawa mayat itu masuk ke dalam pintu penuh api.

"Mereka anjing neraka, peliharaanku!" jelas Samael.

"Itu pintu neraka?" tanya Arion penasaran.

"Benar. Kau mau berkunjung? Lebih cepat lebih baik, bukan?"

Harusnya Arion kesal, tapi dia cukup tahu diri. Suatu saat memang akan melewati pintu itu dan mendekam di dalamnya untuk selamanya. "Ini belum waktunya."

Lucifer tersenyum lebar, menutup pintu neraka setelah semua mayat selesai dibawa oleh anjing-anjing itu. Ia bertepuk tangan dua kali, lalu darah di kedua tangan dan pakaiannya menjadi bersih. Lapangan rumput dan tanah di sekitar mereka juga lenyap dari darah para Artikius.

Suara gemerisik daun kering mengalihkan perhatian mereka. Arion menoleh, mendapati Arbela sedang berdiri tidak jauh dari sana seraya melotot, kedua tangannya menutup mulut. Gadis itu refleks mundur saat menyadari kalau dia katahuan mengintip. Akan tetapi kakinya malah tersandung hingga jatuh terduduk.

Arion dengan tangan yang bergelimang darah, berjalan mendekat. Mata emas itu tampak berkilat diterpa cahaya rembulan. "Kau melihat semuanya?" tanyanya, berdiri di hadapan Arbela yang bergetar di tanah.

"Ka-kalian—kalian siapa?" Arbela balik bertanya dengan wajah pucat pasi. "Kalian pe-penyihir?"

Arion berjongkok, menyamakan tinggi mereka. Belati berlumur darah masih ia ganggam. "Jika aku penyihir, apa yang akan kau lakukan?"

Arbela semakin gemetar. "Kumohon, j-jangan bunuh aku!"

"Kalau aku tidak membunuhmu, kau akan mengatakan pada warga desa kalau kami penyihir. Bukankah itu buruk?!"

Gadis berambut merah pudar itu menggelang cepat. "Tidak, sungguh aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun!"

Arion tersenyum lembut, tapi Arbela tahu mata itu tidak menunjukkan ekspresi ramah. Iris emas itu berkilat tajam, menatap rendah ke arahnya. Ia tahu ini akan menjadi ajalnya. Ia akan dibunuh seperti orang-orang tadi. Seketika air mata mengalir, ketakutan menguasai tubuhnya.

"Baiklah. Aku tidak akan membunuhmu," putus Arion. Ia berdiri, merenggangkan tubuh. Kemudian kembali melirik Arabela yang masih terduduk di tanah. "Tapi jika berani buka mulut, akan kubuat kau yang memohon untuk mati!"

"Aku Berjanji. Aku tidak akan mengatakannya pada siapa pun. Sungguh!"

"Kau yakin membiarkannya?" tanya Samael.

Arion diam, beranjak pergi. "Kau tahu, Samael adalah iblis penguasa neraka. Ia akan terus mengawasimu."

"Aku? Mengawasinya? Kau pikir aku menganggur hingga punya waktu mengawasi gadis itu?" Samael protes. Arion sengaja tidak membunuh saksi mata untuk mengerjainya.

"Kau memang menganggur, kan!"

****

Sebelum matahari benar-benar terbit, Arion yang sama sekali belum tidur dikejutkan oleh seseorang yang menggedor pintu rumah dengan tergesa-gesa. Atashius ikut terbangun, mengintip dari balik jendela. Ia melihat gadis yang beberapa hari ini mengikuti Arion sedang berdiri di depan sana dengan raut cemas.

"Ada apa?" tanya lelaki tua itu dari dalam tanpa membuka pintu.

"A-ada orang-orang aneh yang mencari Arion," ujarnya.

Atashius melihat jauh ke jalan setapak di halaman rumahnya. Benar saja, di sana berdiri beberapa orang berjubah hitam dengan wajah tertutup topeng.

Arion ikut mengintip keluar, "Mereka?!" kesalnya. Ia menggenggam erat Kristal Dayna di saku mantelnya.

"Benar-benar malam yang panjang, rupanya?!" kekeh Samael.

"Mau apa 'para pendosa' ke sini?" tanya Atashius. Ia membuka pintu, membiarkan Arbela yang ketakutan untuk masuk ke dalam. Sementara Samael dan Arion berjalan keluar, menyambut tamu kedua malam itu.

Atashius hendak ikut tetapi Samael melarang dan memintanya untuk kembali menutup pintu, menunggu di dalam. "Mereka tamu saya," ujarnya.

Arion mendekat diikuti Samael, lima orang berjubah itu segera berlutut seolah menyembah. "Oh, Tuanku. Akhirnya kau telah bangkit!"

Samael menyeringai. "Rupanya kalian bisa menemukanku."

"Tentu saja, Tuanku. Kami dapat merasakannya ketika engkau menggunakan sihir menakjubkan milikmu."

Sudut bibir Arion terangkat. Ini suatu keberuntungan. Orang-orang yang telah membunuh Freya sedang berdiri di hadapannya. 'Para pendosa' itu harus dimusnahkan, mereka adalah pengganggu. Bentuk nyata dari iblis yang menjelma sebagai manusia.

Samael yang paham dengan senyuman Arion hanya diam, ia tidak sabar untuk melihat hal apa yang akan pemuda itu lakukan. Akan tetapi langit mulai terang, mentari akhirnya terbit, membuat 'para pendosa' berdiri dengan gelagat aneh—panik.

"Kami akan kembali lagi, Tuanku!" ujar salah satu dari mereka.

"Aku ingin kalian menemuiku bersama seluruh anggota yang lain. Aku ingin tahu siapa saja pengikut setiaku. Kita harus merayakan kebebasan ini!" perintah Samael. Kelima orang di hadapannya kembali berlutut, menyembah Samael.

"Tentu saja, Tuanku. Kami akan kembali. Kita rayakan kebebasan dan masa kejayaan Anda sekali lagi!" Lalu mereka menghilang, menggunakan sebuah portal.

"Perayaan, ya?" gumam Arion. Kali ini ia tidak bisa menahan tawa hingga pecah, terbahak untuk beberapa saat. "Ah ... aku tidak sabar menantikan perayaan itu!"

Samael hanya tersenyum di sampingnya. "Tentu, kau pasti akan menikmatinya."

Atashius segera keluar setelah 'para pendosa' pergi. "Apa hubungan kalian dengan orang-orang terkutuk itu?"

"Kau tidak perlu tahu!" ujar Arion sekenanya.

"Siapa kalian sebenarnya?"

"Mantan kesatria 'sang pewaris," jawab Arion, tatapan berubah sendu, tapi rautnya seperti hendak tertawa tapi juga menangis di saat bersamaan. Tawa dan senyuman telah lenyap, seolah tidak pernah terjadi. "kau tenang saja, aku akan memusnahkan mereka. Orang-orang yang telah mencelakai Freya!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top