˚Akashi Seijuro˚
Manik dwiwarna itu melirik tajam, membiarkan semua yang menatap tunduk pada dirinya. Dirinya terkenal kokoh, dengan perintah layaknya raja disetiap ucapannya.
Dirinya terkenal absolut dengan kata-kata yang sanggup melumpuhkan, jikalau ada yang berani menolaknya hati-hati pada wajah yang akan tergores dengan mudahnya disertai cipratan merah yang keluar.
Menjadi pimpinan tentu 'tak semudah yang dibayangkan, tapi belum tentu dengannya--tentu itu karena ia sanggup membuktikan bahwa ia pantas. Dirinya sanggup mengambil jabatan yang tinggi itu dengan mudahnya. Kerap kali disebut keajaiban bila bertanding tentu membuat egonya semakin meninggi. Kata tim yang berakhir dengan individu sudah biasa.
Aka yang berarti merah.
Surai merah mencolok telah menjadi ciri khas darinya, marga 'Akashi'pun telah ditanggung sejak kecil. Menjadi sempurna juga termasuk kedalamnya.
Berkuda, memanah, shogi, piano, biola, bahkan itu belum seberapa dengan apa yang telah ia kuasai. Ini semua karena ayahnya--ia tidak bersyukur, malah sebaliknya. Ia tidak suka kepadanya.
Akashi Masaomi--terkenal tegas dengan sifat perfeksionis yang tentu ada dalam setiap orang tua. Dilahirkan dari keluarga Akashi tentu tidak ingin membuat harga dirinya anjlok karena tidak mendidik putra semata wayangnya itu.
Ego seorang Akashi terlalu tinggi. Maka mereka akan mengutamakan sebuah kesempurnaan.
Namun, dia berbeda, menuntut kata 'sempurna' disetiap ucapannya. Jadi apakah dia berlebihan?
Jawabannya iya.
Apakah anak kecil yang tidak mendapat nilai sempurna akan dibentak dengan keras?
Apakah anak kecil yang tidak melaksanakan les karena hendak bermain bersama ibunya akan diberi tamparan?
Apakah anak kecil yang dituntut menjadi sempurna karena marga yang dibawanya harus menderita?
Ia menderita.
Sangat.
Walaupun dia seorang Akashi, tentu dia perlu sesuatu untuk membuatnya bahagia bukan?
Semua orang hanya tahu bahwa ia adalah kapten dari generasi keajaiban, tuan absolut, sampai dengan julukan sempurna lainnya.
Padahal mereka tidak tahu apa yang telah ia lalui selama masih hidup.
Orang hanya tahu jika ia memiliki harta, paras menawan, popularitas, keunggulan, kepintaran. Namun, mereka tidak tahu apa yang selama ini ia pendam.
Dirinya dulu yang masih lugu itu dididik dengan keras sampai melahirkan sosok barunya.
Satu puncak saat dirinya merasa sangat sedih dan kehilangan harapan.
Ibunya, orang yang paling ia cintai sedunia. Meninggalkannya selamanya, tanpa mengucapkan salam perpisahan.
Dirinya terpukul telak. Sangat susah baginya untuk sekedar bangkit dan menerima kenyataan pahit.
Walau akhirnya ia tahu menyesal 'tak akan berguna.
Ia tertarik pada satu hal, bola berwarna oranye yang dikenalkan oleh mendiang ibunya sendiri. Kecaman dari ayahnya sedikit ia hiraukan hanya demi menyentuh bola oranye itu.
Kekalahan belum pernah ia rasakan, sampai... seorang pemuda tinggi itu menantangnya dengan berani dan bahkan hampir mengalahkannya.
"Aku seorang Akashi Seijuro kalah?"
Sejak itu.
Dirinya berubah.
Matanya telah bangkit, yang dikenal sebagai Emperor eye.
Senyuman 'tak lagi tampak dari wajahnya. Iris matanya berubah menjadi dwiwarna, salah satu irisnya berwarna kuning keemasan. Semua ia anggap sebagai pelayan dan ia sebagai seorang kaisar yang tentu akan memperlakukan pelayan sesuka hatinya.
Nada ucapannya tegas, 'tak mau mendengar segala penolakan. Hadirnya diri keduanya telah membuat semua tunduk.
Sedangkan dirinya yang sesungguhnya bak terkurung dan hanya menonton semua.
"Pemenang menuliskan sejarah, dan pecundang dihapuskan dalam sejarah."
Banyak kemenangan telah ia bawa bersama timnya. Selalu menjunjung tinggi kemenangan sampai lupa apa yang dinamakan kerjasama. Bermain secara individu dengan mementingkan ego masing-masing.
Emperor eye
Mata itu sanggup memprediksi apa yang terjadi di masa depan, 'tak ada yang sanggup mengalahkannya. Namun, mata itu belum sempurna.
Dibangkitkan saat sang kaisar hampir kalah dengan pertandingan satu lawan satu oleh si surai ungu. Membalikkan situasi dan membuat Murasakibara kalah.
Namun, suatu saat matanya itu terkalahkan dengan yang lainnya, pada saat itu ia mengorbankan dirinya sendiri.
Hingga pada akhirnya ia telah bergabung menjadi satu. Menjadi seperti dahulu.
Beberapa orang menyukainya karena sifatnya dulu yang terkenal dingin nan absolut. Apakah mereka masokis? Senang diperintah, senang diperlakukan secara semena-mena dan takut menerima hukuman yang diberikan.
Beberapa cerita disebutkan bahwa ia adalah contoh dari kesempurnaan, apakah 'tak ada yang mengajari bahwa sebenarnya dialah sosok rapuh yang bersembunyi di balik topeng?
Sosok yang paling sempurna itu tidak ada, terkecuali dengannya--tidak pemuda itu bukan sosok sempurna, tapi ia mengganggap dirinyalah paling sempurna, sampai 'tak peduli dengan semua yang disekitarnya.
Hanya satu yang ia ketahui darinya.
Dirinya itu absolut
Dengan satu kecaman itu semua 'tak bisa menentangnya. Namun, mereka tahu pemuda itu 'tak pernah melakukan hal yang merugikan. Yang paling ia cari adalah kemenangan, kemenangan, dan kemenangan.
Ia percaya tidak ada yang bisa mengalahkannya.
Andai saat itu ada ibunya yang selalu menemani, karena hanya ibunya yang selalu mencintainya. Tidak peduli yang ia lakukan itu salah atau benar.
Ia tahu, jika ia salah ibunya akan menunjukkan cara yang benar. Bukan mencacinya dengan segala hinaan.
Dan ia tahu, jika ia melakukan sebuah kebenaran ia akan di berikan sebuah hadiah, walau hadiahnya hanyalah usapan penuh kasih sayang dari ibunya. Bukan sorot mata tajam yang hanya menatap lembaran bertuliskan angka 100.
Andai ia bisa bertemu dengannya.
Tunggu--
--Apakah sekarang ibunya bangga dengan segala apa yang ia raih?
Basket, shogi, dan dalam segelas bidang pelajaran.
Apakah ibunya bangga dengan sikapnya sekarang?
Mungkin, saja tidak.
Ia telah menjadi anak yang nakal.
Pada waktu dulu, ibunya selalu mengatakan agar selalu bersikap baik kepada seseorang. Selalu ramah kepada seseorang, dan tentu membantunya. Bukan bersikap bak kaisar seperti ini.
Ibunya selalu berkata bahwa ia tidak perlu sombong dengan apa yang telah ia miliki.
Ibunya selalu berkata baik. Walau dirinya sendiri belum tentu bisa.
Ibunya berharap kepada dirinya, agar bisa menjadi anak yang selalu disukai oleh semua orang.
Sedangkan ayahnya berharap untuk menjadi seorang yang sempurna dalam segi apapun.
Pernah sekali ia meminta pada ayahnya untuk meminta hal yang paling sederhana bagi seorang anak kecil. Sebuah maninan. Namun, ayahnya terus saja memberikan tumpukan buku tebal dengan banyak rumus di dalamnya.
Kata ayahnya, "untuk apa kau meminta itu Seijuro? Bukankah aku sudah memberikanmu tumpukan buku yang layak dibaca daripada mainan 'tak bermanfaat itu?" tatapannya penuh intimidasi saat anak kecil bersurai merah itu menanyakannya dengan tatapan berharap.
Ini tentu sangat wajar jika anak kecil meminta mainan kepada orang tuanya, tapi terkecuali untuk Akashi muda yang selalu terbayang-bayang oleh marganya yang menghantui saat hendak melakukan sesuatu.
Ia seperti dalam penjara, setiap waktunya sudah terjadwal.
12.00 - 13.00 [les biola]
14.00 - 15.00 [les piano]
16.00 - 18.00 [les matematika]
...
Semua hari terasa sama baginya. Monoton.
Setiap hari melakukan yang ada ada dijadwal. Dengan kegiatan yang sama, pada awalnya memang ia sangat bersemangat. Namun, pada akhirnya semuanya terasa sangat membosankan. Paritutur nada yang biasa ia mainkan terasa seperti lagu yang diputar berulang kali hingga membuatnya mual.
--
Apa kalian pernah merasakan kekalahan yang sebenarnya?
Ia pernah, dan karena itu ia merasa dibuang oleh ayahnya sendiri karena satu kekalahan yang telah ia buat. Ayahnya sangat marah karena itu, ia terus membawa nama marga Akashi disetiap ucapannya.
Dan hari itu pun tiba.
Kata-kata yang selama ini Seijuro berharap tidak ada.
Kau, berhenti dari permainan basket
Pertanyaan kenapa terus saja terngiang, degub jantungnya berpacu mendengar ayahnya berkata seperti itu. Sorot mata tegas itu menusuk kedua bola mata Akashi.
Ia kacau.
Padahal, basketlah yang mengingatkannya pada mendiang ibunya. Dia juga yang mengenalkannya pada basket.
Kenapa ayahnya sangat tega melakukan ini padanya?
Apakah dia tidak puas nilai rapor A yang diberikan oleh Seijuro?
Apakah dia tidak puas melihat puluhan piagam yang diterima oleh putranya tersebut?
Apakah dia tidak puas melihat putranya yang dijadikan contoh sebagai anak teladan?
Apakah dia tidak pernah puas, sampai-sampai mengatakan hal seperti itu?
Ia tahu suatu saat ayahnya akan berkata seperti itu.
Ia membuka suara, hendak menolaknya. Namun, belum sempat ia membela suara tamparan itu menggema. Rahang ayahnya menegas, perkataannya jauh lebih keras dari biasanya.
Akashi membulatkan matanya, bagaimana... Apakah ia harus bermain basket secara sembunyi-sembunyi? Atau tidak bermain basket selamanya?
Padahal ia sangat menyukai basket, permainan itu berharga baginya, karena secuil kenangan ibunya ada di sana.
Sebenarnya masalahnya hanyalah satu.
Rasa takut akan kehilangan lagi.
Ia sangat takut kehilangan.
Ini semua karenanya, ibunya yang telah mengajarkan dirinya betapa sangat sedih jika orang yang paling dicintai pergi meninggalkan dirinya sendiri.
Dan itupun berlanjut sampai saat ini, sekali lagi ia takut untuk ke hilang orang yang ada di sampingnya.
Ia takut kehilangan temannya.
Ia takut kehilangan kepercayaan.
Ia takut kehilangan rekan timnya.
Ia takut kehilangan orang yang disayanginya.
Dan karena itu dia bangkit, sosok dirinya yang lain. Akashi takut kehilangan kepercayaan dari rekan setimnya pun menimbulkan semua itu hingga bangkitnya sosok dalam dirinya tersebut. Ya--pada saat Akashi melawan pemuda bersurai ungu dalam pertandingan satu lawan satu, ia yakin bahwa jika tidak mengalahkan Murasakibara saat itu, maka ia tidak akan mendapat kepercayaan lagi,lagimalah tetapi pertandingan itu malah merubahnya menjadi sosok Akashi lain. Absolut dan sempurna itulah yang melekat dalam dirinya yang baru.
Ketakutannya akan kehilangan malah menjadi momok baru dalam hidupnya.
Panggilan darinya yang dikenal ramah itu berubah menjadi penuh penekanan. Apa komentar yang diberikan temannya?
"Apa kau Akashi-kun?"
Oh, akan kuceritakan tentang kekalahannya yang pertama, itu saat dia melawan Kuroko--teman setimnya saat dulu.
Rasanya sakit.
Ia hanya bisa tersenyum saat berjabatan tangan dengan Kuroko, tanpa bisa melakukan hal apapun. Mungkin inilah yang dinamakan kekalahan paling menyakitkan. 'Tak bisa melakukan apapun, dan hanya bisa tersenyum.
Ia hanya tersenyum, tersenyum bahkan rasanya sama menyakitkan, tapi saat memasuki rumah amarahnya memuncak, ditambah dengan luapan emosi yang dikeluarkan Masaomi menjadi beban berat yang ditanggung semakin parah.
Ia menanggung kekalahan timnya.
Bahkan menanggung marganya.
Pintu dikamar ditutup, lututnya langsung tertekuk kaku. 'Tak bisa bergerak beberapa menit, rasanya sungguh aneh ia tidak bisa menangis. Hanya terdiam.
Ia sungguh lemah.
Bahkan memenangkan satu pertandingan saja tidak bisa.
Atau memang ini batasannya?
Ini aneh, dengan kekalahan pertama seolah-olah dirinya telah hancur. Apakah sungguh aneh bila seorang Akashi kalah?
Tunggu? Bagaimana bisa Akashi kalah? Dia tidak mungkin kalah!
Seorang Akashi kalah? Mustahil.
Akashi kalah? Mungkin dia bukan seorang Akashi.
Aku ragu dengan nama marganya, apakah hanya tempelan?
Kenapa semua orang hanya memandangnya karena marga? Apa istimewa marga Akashi jika ia sendiri tidak merasa begitu senang di rumah.
Ia ditakuti karena marganya.
Ia disukai karena marganya.
Karena keluarga Akashi mempunyai uang dan segalanya akan terjamin di sana. Itu yang kalian pikirkan jika tidak mengenal keluarga itu.
Tanpa persiapan dan hendak menyalonkan menjadi bagian dari Akashi?
Memang benar hidup Akashi Seijuro sangatlah berkeputusan disana. Namun, ia merasa terkekang.
Siap-siaplah dihina habis-habisan sampai kau tidak lagi ingin menampakkan wajahmu di sana.
Ia kadang rindu pada ibunya.
Ibunya selalu membuatkannya sup tofu setiap hari, ia 'takkan pernah lupa dengan rasa makanan yang ibunya buat untuknya. Sup tofu adalah makanan kesukaannya dari dulu.
Kadang sewaktu kecil ia sering melihat ibunya yang memasak di dapur, walau sudah ada pelayan yang kerap kali melarangnya karena kondisi kesehatannya yang semakin menurun. Namun, dia bahkan tidak mempedulikannya perkataannya masih Seijuro ingat hingga saat ini--dulu saat ia mengintip di balik mulut dapur beberapa pelayan sedang khawatir kepada ibunya yang menimbulkan keributan kecil. Kata ibunya, ia hanya ingin memasakkan sesuatu yang istimewa untuk putranya, jadi tidak boleh ada siapapun yang melarangnya. Pelayan yang khawatir itu mengalah dan memilih untuk berjaga-jaga disekitar ibunya.
Seijuro yang mendengar perkataan ibunya itu tersenyum lebar khas anak-anak, ia semakin tidak sabar apa yang akan dihidangkan hari ini. Hari sebelumnya hanya terisi makanan harian yang 'tak jauh dari kata mahal. Namun, kali ini berbeda!
Ini adalah buatan ibunya! Pasti enak.
Ia menatap mangkuk yang dibawa ibunya dari dapur dengan wajah berbinar. Ibunya terkekeh melihatnya. Akhirnya ia meletakkan di depan Seijuro. Ia memakannya dengan cepat, ibunya hanya tersenyum senang.
Hawa di ruang makan tiba-tiba memberat seiring dengan masuknya Akashi Masaomi--ayahnya.
"Seijuro, makanlah dengan hati-hati. Jangan mempermalukan keluarga dengan cara makanmu seperti itu."
Senyum Shiori meluntur, ia menatap suaminya. Kesedihan jelas tampak di wajah ibunya. Namun, beberapa detik kemudian ibunya tersenyum menyambut kedatangan sang suami yang telah duduk.
Surai merah itu turun karena gravitasi, Seijuro menunduk bibirnya ia gigit untuk menahan tangisan. Ayahnya melirik ke arahnya.
"Seijuro, jangan menunduk dimana sopan-santunmu yang sudah kuajari kepadamu ini?"
Ibunya hanya bisa tersenyum kecut, "Sei laksanakanlah apa yang dikatakan ayahmu." ucap ibunya dengan lemah lembut tidak seperti ayahnya.
Akhirnya ia menurut, dan yang pertama ia lihat adalah senyuman ibunya. Ibunya selalu tersenyum saat Seijuro melirik ke arahnya. Pada waktu apapun. Tidak untuk ayahnya.
Kadang Seijuro kecil itu bertanya pada dirinya sendiri. Apa ibunya itu tidak lelah terus tersenyum kepadanya?
Ibunya selalu mengelus surai merahnya dengan lembut sampai tertidur dipangkuan ibunya.
Walaupun sekarang ia hanya bisa mengingat masa-masa indah itu.
Namun, ia bersyukur.
Ia mendapatkan teman.
Ia mendapatkan kepercayaan.
Ia mendapatkan rekan timnya.
Ia mendapatkan kebahagiaannya di sana.
Lagi.
Bahkan seorang Akashi yang terkenal tegaspun punya sisi yang lain. Sisi dimana semua orang tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padanya.
Namun,
Selalu ada bagian bahagia dalam sebuah cerita, meskipun itu hanya beberapa kalimat.
[ Story; Akashi Seijuro 。E N D ]
Words : 2000+
[ 5 - 3 - 2019 ]
Namiya-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top