STORY

Pagi telah tiba di kediaman keluarga Uchiha, tepatnya bungsu Uchiha. Naruto seperti biasa melakukan tugasnya sebagai istri yang baik beda halnya dengan Sasuke yang baru saja keluar dengan wanita berambut pink yang bernama Sakura Haruno.

Kekasih sekaligus selingkuhan dari suami tercintanya. Naruto meremasnya dadanya dari balik baju yang dia kenakan saat melihat Sasuke dan Sakura berciuman intens.

Dadanya ngilu. Air mata mulai menggenang, menanti untuk terjun bebas membasahi pipi. Perih. Itu yang dirasakannya. Ia lebih memilih disiksa dan dihajar, daripada merasakan sakit hati yang seperti ini. Ingin ia berteriak namun apalah daya. Teriakannya akan jatuh pada telinga yang ditulikan. Ingin ia marah, tapi apa gunanya? Marah tak akan mengubah keadaan. Ingin ia berlari, tapi tak ingin terus lari dari kenyataan.

Lelah adalah penggambaran selingkup rasa di hatinya. "Mau sampai kapan? Mau sampai kapan kau terus menyakitiku? Atau itu memang hobimu, Suke? Apa jatuh cinta memang se sakit ini? Apa jatuh cinta se perih ini?"

Ia hanya ingin dicintai, seperti ia mencintai Sasuke. Hanya sesederhana itu. Ia ingin hatinya dijaga, seperti ia yang berusaha menjaga hati sang suami. Se simple itu. Tapi apa yang terjadi?

"Aku memberikan hatiku, satu satunya, dan kau menghancurkannya, membuangnya, merusaknya. Asal kau tahu, hati tak mudah diperbaiki seperti sedia kala. Meskipun bisa, ia tak akan pernah sama."

"Apa keputusan untuk berpisah sudah baik untukku atau tidak." Naruto berkata dengan lirih sekali lagi.

Rasa perih di dadanya makin menyesakkan, kenapa iya bisa mencintai orang yang salah seperti ini. Apa cinta dirinya untuk Sasuke itu tidak ada artinya sama sekali.

"Apakah aku akan bahagia nanti, di cintai dan mencintai orang yang kita cintai." lirihnya dengan air mata yang terus mengalir.

Naruto melihat kembali kertas yang ada di dalam map coklat itu. Mengambil sebuah pulpen yang terdapat di laci nakas, dengan tangan gemetar dia menandatangani surat cerai yang dia dapat dari pengadilan itu.

"Ini sakit Sasuke! Tapi aku selalu berharap tanpaku kau akan bahagia."

"Dulu kita adalah teman masa kecil, aku pikir kita menikah semua akan baik-baik saja seperti yang aku harapakan,"

"Tapi harapaku hanya kekosongan tidak akan pernah tejadi," Naruto menjeda ucapannya.

"Selamat tinggal Sasuke, semoga kau bahagia. Tidak ada kata sasunaru lagi, yang ada hanya Sasuke dan Naruto di jalan masing-masing."

Setelah mendatangani surat perceraian itu. Naruto pergi dari kediaman Uchiha Sasuke. Meninggalkan semua barang yang di berikan Sasuke pada dirinya atas paksaan kedua orang tuanya dan barang yang dulu di berikan saat masih menjadi sahabat sebelum menikah.

Naruto menyeret koper yang berisi baju itu dan menaiki taksi yang sudah dia pesan sebelumnya.

"Rencanaku berjalan dengan sangat mulus rupanya" gumam seseorang yang sedari tadi mengamati Naruto.

Naruto tiba di kediaman keluarga besarnya. Kushina dan Minato melihat anak semata wayangnya pulang dengan keadaan yang mengenaskan.

MinaKushi mendatangi Naruto yang baru saja tiba, "Naru ada apa Sayang?" tanya Minato.

Kushina memilih memeluk Putra semata wayangnya itu, Naruto tidak dapat menahan tangisnya. Air mata kembali mengalir di pelupuk matanya.

"Aku hiks ingin hiks bercerai hiks dari hiks Sasuke hiks Kaa-san hiks."

Naruto berkata sambil menangis di pelukan Kushina, sedangkan sang kepala keluarga melihat anaknya iba.

"Kau yakin Naru?" Tanya Minato sembari mengusap lembut pipi Naruto. Ia menghapus seberkas air mata yang tersisa disana.

Sejauh mata mengawasi, putranya tampak lebih kurus, pucat, dan garis wajahnya terlihat lelah. Matahari sedang tertutup awan mendung.

"Kita bicarakan ini nanti saja Naru. Lebih baik sekarang kau istirahat"

Naruto memasang senyum lemah, dalam hati ia diam diam bersyukur karena kedua orang tuanya sepertinya mengerti dan tidak bertanya lebih lanjut.

Tubuhnya terasa lemas, tapi dibandingkan tubuhnya, jiwanya lebih lemah. Ia pikir selama ini hanya dengan berada di sisi Sasuke saja sudah cukup. Ia pikir ia akan menutup keegoisan dirinya dan menunggu Sasuke untuk melihatnya.

Namun, pemikirannya salah. Hari demi hari, rasa egoisnya tumbuh. Tumbuh dan membesar sampai tak terbendung. Ia sakit melihat Sasuke lebih memilih makan malam berdua dengan gadis merah muda itu, ia marah ketika Sasuke lebih mementingkan Sakura di hari ulang tahun pernikahan mereka. Terlebih, ia benci Sasuke yang selalu menatap Sakura dengan tatapan cinta.

"Ternyata apa yang di katakan Kiba benar, mencintai seorang Uchiha adalah suatu kesalahan." jeda sesaat.

"Bukan kesalahan, tapi perjuangan cinta untuk seorang Uchiha sangat besar, Uchiha yang egois." lirih Naruto sambil mengingat kata yang di ucapakan Kiba padanya.

"Tapi Kiba juga pernh berkata padanya, jika kau mampu bertahan kau sangat beruntung mencintai seorang Uchiha, kebahagiaan yang kekal."

"Tapi jika kau menyerah, kau akan hancur." Naruto kembali menangis, dia masih berpikir tentang keputusan dia ambil ini benar.

Tbc...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top