Eps 6: Date (2)
Karamatsu membawa kantong belanja hasil memborong dari butik Iyami-sensei. Ia membelikan lima stel lengkap pakaian, tiga potong celana, empat potong baju, serta dua jaket. Tentunya tak perlu di tanya lagi berapa banyak uang yang telah di keluarkannya.
"Biar aku saja yang membawanya." Ucap Ichi. Ia merasa segan.
Karamatsu tersenyum. "Tak apa. Ini tidak terlalu berat, kok. Tanganmu masih di perban dan aku tak ingin menyakitinya." Ujarnya.
Ichi bungkam dengan sikap gentle Karamatsu. Ia terpaku. Kenapa pria ini sangat baik padanya? Dadanya lagi-lagi berdesir hangat.
Karamatsu memasukkan seluruh kantong belanjaan itu ke kursi belakang mobil dan mengunci mobil kembali.
"Ayo." Ujar pria itu.
"Eh? Kita tidak naik mobil?" Ichi bingung.
Karamatsu tersenyum. "Ini kan distrik perbelanjaan. Mumpung lagi di sini, sekalian saja kita lihat-lihat ke toko yang lain."
"Kau masih mau membelikanku baju lagi?" Tanya Ichi polos.
Karamatsu memutar mata. Ia berpikir. "Heum. . . . Aku memang ingin membelikanmu beberapa pasang baju lagi karena ini sudah mulai memasuki akhir musim gugur. Tapi, itu bisa nanti. Di tempat ini bukan hanya ada toko baju saja. Ada toko kue, cafe, dan juga restaurant. Kau suka crepes?"
Mata Ichi berbinar mendengar Crepes, ia langsung mengangguk.
"Oke. Kita beli itu dulu." Karamatsu tak bisa menahan senyumnya melihat ekspresi Ichi.
Mereka berjalan menuju tempat yang Karamatsu maksud. Ichi berjalan di belakang pria itu seraya melihat-lihat sekelilingnya. Matanya menatap setiap tempat yang mereka lewati dengan seksama.
Yaaaahh. . . . . . Ini tempat yang benar-benar membuatnya nostalgic.
Ekspresi Ichi berubah sendu. Ia teringat hal-hal yang tak mengenakan di masa lalu. Ichi menggeleng.
Tidak, tidak boleh. Saat ini ia sedang bersama dengan Karamatsu, ia tak boleh berwajah murung. Pikirnya, meyakinkan diri.
Pemuda kurus itu mengangkat kepala, di tatapnya punggung pria yang ada di depannya kini. Punggung yang kokoh dengan pundak tegap dan otot-otot kuat yang terlatih. Punggung orang yang sudah memungutnya tanpa ia ketahui apa alasannya. Ah, wajahnya menoleh. Mata itu melirik Ichi. Pria itu berhenti dan memutar tubuh, ia mengulas senyum lembut.
"Ada apa?" Tanyanya dengan suara bariton hangat yang mampu menggetarkan hati dingin Ichi.
Akh!
Tubuh Ichi mendadak panas hanya dengan memikirkannya saja. Kepulan asap seolah keluar dari lubang telinganya karena panas yang membuatnya mendidih.
Ada apa ini? Ichi merasa aneh dengan dirinya hari ini. Padahal kemarin ia begitu kesal setiap kali Karamatsu melakukan tingkah menyakitkannya, tapi kini ia seperti dibuat meleleh oleh pesona gentle dari orang yang sama. Dia yang aneh atau Karamatsu memang terlihat berbeda saat ini?
"Ah, syukurlah masih belum ramai."
Karamatsu yang tiba-tiba bersuara membuat Ichi jadi salah tingkah. Ia memutar tubuh dan refleks mengacak-acak rambut dengan wajah semerah strawberry.
"Heum. Ichi? Ada apa?" Tanya Karamatsu.
"Akh! Ti-tidak apa-apa." Jawab Ichi malu-malu. Ia menghadap Karamatsu sambil memainkan rambutnya yang sudah berantakan lagi. Pipinya merona merah.
Puh!
Karamatsu tak bisa menahan tawa. Ia mendekat dan merapikan rambut Ichi dengan sisir kecil yang disimpannya di saku coat. "Rambutmu berantakan lagi, tuh. Apa yang sedang kau pikirkan sampai mengacak-acaknya? Padahal Todomatsu sudah merapikannya." Ujarnya.
"Ti-tidak ada." Jawab Ichi. Melempar mata sambil memajukan bibir dengan ekspesi yang masih malu-malu. Ia merasa malu dengan dirinya sendiri.
Karamatsu tertawa lagi. Ia merapikan rambut Ichi dengan hati-hati.
"Nah, selesai. Aku akan mengantri untuk beli bagianmu juga. Kau suka crepes yang topping apa?" Tanya Karamatsu sambil memasukkan sisirnya lagi.
Ichi memperhatikan gambar crepes yang ada di menu yang di pajang di depan toko. "Choco banana." Gumamnya.
"Oke, choco banana."
Grep!
Ichi tiba-tiba menarik lengan coat Karamatsu sebelum pria itu pergi. "Se-selai coklat sama whipped creamnya yang banyak." Serunya dengan semangat dan sorot mata berbinar.
Karamatsu sesaat terperangah melihat pancaran wajah Ichi. Bibirnya melengkungkan senyum. "Oke." Ucapnya dan mengangguk. "Tunggulah di sini sebentar." Pesannya dan pergi mengantri.
Ichi menatap sosok Karamatsu yang menjauh. Pria itu mendapat antrian keenam. Sepertinya tak perlu waktu lama menunggunya. Pemuda ini mendekati sebuah tiang untuk menyandarkan tubuh. Matanya kembali memperhatikan sosok Karamatsu. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya.
Perasaan masa lalu yang menghantuinya karena tempat ini seolah hilang oleh sosok pria itu.
Mungkin ia tak pandai menyampaikan perasaannya dan sering membuat orang salah paham. Di samping itu pula, Ia juga tak pandai menyembunyikan perasaannya sendiri. Saat di butik Iyami-sensei tadi, jujur saja Ichi merasa cemas karena sepertinya desainer itu mengetahui sedikit masa lalunya. Tapi, keluar dari sana dan berjalan bersama Karamatsu, membuat kecemasannya mendadak hilang. Ia menikmati saat-saat ini.
Sepuluh menit kemudian, Karamatsu datang dengan membawa dua crepes. Satu untuk Ichi dan satu untuknya.
"Maaf lama menunggu. Ini milikmu, Ichi. Choco banana crepes dengan selai coklat dan whipped cream yang banyak." Karamatsu menyerahkan crepes milik Ichi.
"Terima kasih." Ichi menerimanya dengan sangat senang. Ia memandang crepes di tangannya dulu sebelum memakannya.
"Ah, iya. Setelah ini bagaimana kalau kita ke pet shop? Aku ingin membeli persediaan makanan dan oleh-oleh untuk nyanko." Tanya Karamatsu.
Ichi mengangguk. "Boleh."
"Oh, Sepertinya kita juga harus mengunjungi toko sepatu dan toko jam tangan. Tapi sebelum ke sana mungkin bagusnya kita lihat-lihat tempat yang lain dulu. . . . . " Karamatsu memaparkan ide-ide yang akan mereka lakukan dengan semangat.
Ichi tak terlalu fokus mendengarkan. Baginya, ia sudah senang dengan sikap baik Karamatsu padanya dan bahkan pada Nyanko, kucingnya. Di pikirannya saat ini, sama sekali tak terbesit bahwa Karamatsu adalah orang yang jahat.
@
Ichi melewati kegiatan berbelanja bersama Karamatsu dengan sangat menikmatinya.
Menyenangkan. Senyum kebahagiaan terus terpacar di wajahnya.
Saat di pet shop mereka berdebat kecil soal kalung leher untuk oleh-oleh Nyanko. Ichi ingin kalung yang simpel-simpel saja namun Karamatsu menyodorkan model kalung mawar dengan renda mewah serta kalung berbahan kulit dengan manik berbentuk besi runcing di sekelilingnya. Tentunya Ichi memenangkan perdebatan itu dengan beberapa trik. Mereka hampir berdebat lagi karena Karamatsu tertarik untuk membelikan sunglass untuk Nyanko.
Keluar dari sana mereka menghampiri sebuah toko sepatu. Ternyata toko itu adalah tempat langganan Karamatsu. Mereka mengambil ukuran kaki Ichi untuk membuat pesanan khusus. Karamatsu merekomendasikan sepatu dengan hak seperti miliknya, namun di tolak Ichi secara tidak langsung. Karamatsu patah hati.
Setelah itu, Karamatsu berniat ingin membelikan Ichi jam tangan, tapi lagi-lagi pemuda kurus ini menolak. Untuk saat ini tidak membutuhkannya, itulah alasan Ichi. Untungnya Karamatsu mau memahaminya.
Mereka menghampiri toko lainnya. Ichi memperhatikan sebuah syal berbahan rajutan dengan motif garis-garis hitam putih. Di pikirannya, yang cocok memakai itu adalah Karamatsu. Sementara pria yang sedang dipikirkannya diam-diam menyadari arah tatapan Ichi dan membelinya sebagai hadiah.
Mereka makan siang di sebuah restauran makanan jepang. Lalu setelah itu mengitari mall besar yang ada di tengah distrik perbelanjaan tersebut.
Karamatsu menarik Ichi untuk menonton sebuah film premier yang sedang populer. Pria ini lagi-lagi tak segan mengeluarkan uangnya untuk memesan tiket mahal. Ichi berusaha mencegah itu dan meminta Karamatsu untuk membeli tiket biasa saja. Dan lagi, Karamatsu menuruti kata-kata Ichi.
Film action comedy yang mereka tonton, sukses membuat keduanya tertawa dan deg-degan. Karamatsu yang sesekali melirik Ichi di tengah-tengah menonton tersenyum melihat perubahan di ekspresi Ichi. Ia merasa puas hanya dengan melihat itu.
Keluar dari bioskop Karamatsu memeriksa arlojinya.
"Ooops! Sepertinya kita harus segera pulang. Aku berjanji pada Choromatsu kalau kita akan pulang saat sore dan makan malam di rumah. Kau tidak apa-apa, kan?" Karamatsu beralih pada Ichi.
"Ya." Ichi mengangguk menurut.
Pria ini mengulas senyum. "Baiklah. Kita keluar dari sini dan mencari mobil kita."
Mereka keluar dari mall dan menyusuri kembali tempat-tempat di distrik perbelanjaan tersebut menuju butik Iyami-sensei, tempat Karamatsu memarkir Lamborghini-nya.
Ichi menatap langit yang mulai memudarkan warna Oranye. Tak terasa hari sudah sore, mereka berdua menikmati kegiatan hari ini sampai lupa waktu. Padahal, sebelum bertemu Karamatsu, ia merasa waktu berjalan dengan sangat lambat.
Blam!
Pintu mobil di tutup dan keduanya memasang sabuk pengaman.
"Oh, iya. Aku tadi membeli ini dan ingin memberikannya padamu." Karamatsu melepas sabuk pengamannya dan memutar tubuhnya untuk mengambil sebuah kantong belanjaan di kursi belakang.
Ichi mengerjap.
Pria itu menyodorkan kantong belanjaan yang ia ambil pada Ichi. "Kata ramalan cuaca, besok anginnya sudah mulai dingin. Pakailah ini saat keluar." Ucapnya.
Ichi mengambil kantong itu dan melihat isinya. Ia kaget dan tak bisa berkata apa-apa. Syal berbahan rajut dengan motif garis hitam putih yang jadi incarannya saat di toko tadi. Matanya memandang Karamatsu seolah ingin menangis.
Karamatsu gelagapan melihat ekspresi Ichi. "Ka-kau tak suka?" Tanyanya cemas.
Ichi menggeleng dan memeluk erat kantong belanjaan itu.
Pemuda kurus itu membuat Karamatsu bingung karena ia tak berkata apa-apa. Karamatsu menggaruk belakang tengkuk, ia tak boleh panik. Pria itu mendekatkan tubuhnya pada Ichi.
"Kau menyukainya?" Tanyanya dengan suara lembut.
Ichi tak berani menatap Karamatsu. Ia hanya menunduk dan mengangguk sekali.
Karamatsu tersenyum dan kembali ke posisinya. "Baguslah. Aku ikut senang mengatahuinya." Ucapnya. Setelah itu ia memasang sabuk pengaman dan menghidupkan mobil.
Ichi menggigit bibir bawah, sekuat tenaga menahan airmatanya. Ia senang dengan pemberian ini, tapi sekaligus juga sedih. Karena saat melihat benda ini di tokonya, ia berniat nanti akan membelikannya dengan uangnya sendiri sebagai ucapan terima kasih kepada Karamatsu. Tapi, ia keduluan oleh pria ini. Maka dari itu perasaannya campur aduk.
Senang, sedih, cemas, bingung, berdebar-debar. Hari ini Ichi merasakan berbagai macam perasaan dari pria yang ada di sampingnya ini. Hingga ia lupa. Ia benar-benar lupa, kalau sesungguhnya ia tak boleh berharap. Ia tak boleh memohon kasih sayang lebih dari orang lain, apalagi merasakan cinta, bila tak ingin lagi mengalami hal-hal menyakitkan yang ia alami sebelum-sebelumnya.
Tbc~
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top