38.
Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)
*
When I tell you I love you, I am not saying it out of habit. I am reminding you that you’re my life. — unknown. Dari Nathan, untuk Lia.
I choose you.
And I will choose you over and over.
Without pause, without a doubt in a heartbeat, I will keep choosing you.
Even for the next life, I will keep choosing you to be a part of my life. — unknown. Dari Lia, untuk Nathan.
•
•
Lia berkali-kali mengembuskan napas untuk menormalkan degub jantungnya. Kakinya tak bisa diam, terus bergerak menendang-nendang beberapa batu kecil yang ada di sekitarannya. Nathan bilang akan menjemputnya tapi laki-laki itu tak kunjung datang. Jevin yang menyadari kalau Lia tidak bisa diam langsung terkekeh pelan dan menyentuh bahu Lia.
“Kamu kenapa sih nggak bisa diem dari tadi. Nggak sabar dijemput Nathan, ya?” Jevin memang menemani Lia menunggu jemputannya di depan pelataran kantor dan sedari tadi Lia tidak bisa diam.
“Mau ketemu sama ibunya Nathan. Soalnya dia minta ketemu makanya aku gugup.” Lia mengeluarkan ponselnya dan berkaca di sana, memastikan penampilannya masih on point.
“Aku kira ada apa, santai aja. Lagian ada Nathan yang bakal ngebela kamu kalau misalnya terjadi hal yang nggak diinginkan. Adegan jambak-jambakan kayak di drama misalnya,” ujar Jevin yang membuat Lia sedikit lebih rileks.
Suara klakson mobil Nathan membuat perhatian mereka teralihkan. Lia buru-buru mendekat dan masuk. Sebelumnya dia melambai pada Jevin karena sudah menemaninya menunggu di depan kantor.
“Salam sama Yesi. Nanti kalau urusanku udah selesai aku temuin dia.” Lia berteriak kecil yang langsung dianggkui oleh Jevin. Jevin balas melambaikan tangannya.
“Duluan, Jev.” Nathan kembali membunyikan klaksonnya dan segera melajukan mobilnya menuju rumah orang tuanya. “Jean tadi main sama Freya. Aku nggak tahu mereka ke mana.”
Lia tidak menyahut, dia berkali-kali mengembuskan napas untuk terus menormalkan detak jantungnya yang kian keras. Bukan gugup karena tidak berani bertemu tapi gugup karena Hana tidak bisa diprediksi. Pertemuan pertama mereka, Hana bilang Nathan harus tanggungjawab dan Lia merasa seolah wanita itu menerimanya dengan baik. Tapi tak lama Hana malah ingin Jean tinggal bersama Nathan yang langsung membuat Lia sadar bahwa wanita itu sama sekali tidak menyukainya.
Nathan menggenggam tangan Lia, berusaha memberikan ketenangan sebab dia sadar bahwa Lia sedang gugup. Hebatnya, dengan elusan pelan dan genggaman erat dari Nathan mampu membuat Lia merasa sedikit rileks. Mereka saling tatap kemudian sama-sama tersenyum kecil.
Begitu sampai di halaman rumah orang tuanya, Nathan kaget sebab di sana ada mobil Haikal. Setahunya, Haikal dan Freya membawa Jean jalan-jalan tapi kenapa mereka ada di rumah orang tuanya. Nathan menggenggam tangan Lia dan menuntunnya untuk masuk, ini adalah kedatangan Lia yang kedua kalinya.
Genggaman tangan Lia semakin erat seiring dengan Nathan yang perlahan membuka pintu utama. “It’s ok, honey. I’m here.” Nathan mencuri satu kecupan pada pipi Lia sambil tersenyum lebar. Lia jengkel, di tengah kegugupannya Nathan masih bisa bercanda seperti ini.
“Mamaaaaa!”
Suara nyaring Jean dari arah ruang tengah membuat keduanya mengalihkan perhatian. Baik Lia maupun Nathan sama-sama kaget. Di belakang Jean, terlihat Hana yang sedang menatap mereka dengan wajah datar lalu tak lama kembali ke ruang tengah.
“Sama siapa ke sini?” tanya Nathan sambil mengangkat tubuh Jean ke dalam gendongannya kemudian meraih tangan Lia dan mereka berjalan menuju ruang tengah.
“Sama Bibi Fey dan Paman Ikal. Mereka nganterin aku ke sini tadi siang pas pulang sekolah terus mereka pergi dan baru aja kembali.” Jean membeberkan perbuatan Freya padahal tadi siang mereka sudah berjanji bahwa Jean harus merahasiakan tentang ini. Karena Freya bilang pada Nathan bahwa dia akan membawa Jean jalan-jalan. Tapi nyatanya malah menitipkan Jean pada orang tuanya.
“Kak Lia!” seru Freya saat Lia dan Nathan muncul di ruang tengah. Freya langsung menarik tangan Lia dan menuntunnya untuk duduk. “Kak, welcome to our family.”
Pikiran Lia belum bisa berpikir dengan jernih sebab ucapan Freya yang mengatakan welcome to our family. Apalagi Lia sempat melirik ke arah ruang makan yang mejanya sudah dipenuhi oleh berbagai macam masakan, minuman, buah-buahan dan beberapa kue. Bukan hanya Lia, tapi juga Nathan merasa sangat aneh dengan suasana ini. Ibunya hanya meminta bertemu dengan Lia tapi kenapa malah ada Freya dan Haikal apalagi ada jamuan makan seperti ini.
“Ayah sama ibu ada tamu makanya ada persiapan kayak gitu?” tunjuk Nathan pada makanan yang terus di letakkan di atas meja. Dia lupa kalau mau marah pada Freya.
“Iya, tamunya Bibi, kan, Kak Lia,” ujar Freya sambil tersenyum lebar. “Kak Lia wajahnya tegang banget. Santai Kak, Bibi Hana nggak akan gigit kok.”
Lia hanya mengulas senyum kaku.
Tidak bisa, Nathan menurunkan Jean dari gendongannya dan pergi mencari ibunya. Dia harus meminta penjelasan atas semua ini. Aneh saja tiba-tiba ada jamuan makan yang tidak biasa. Meja makan penuh oleh berbagai macam jenis masakan, minuman, buah dan kue. Bagi Nathan, ini sangatlah aneh.
Ketika hendak masuk ke dapur, Nathan sempat melirik ke arah halaman belakang dan melihat ayahnya serta Haikal sedang main bulu tangkis. Aneh, ini aneh.
“Ibu, apa-apaan ini semua. Ibu nyiapin banyak makanan gini buat apa? Katanya mau ketemu sama Lia, kok jadi ada acara gini. Lia nggak bisa lama-lama, dia harus cepat balik soalnya orang tuanya mau datang.” Nathan meraih piring buah yang dipegang ibunya dan meletakkannya di atas meja dapur.
“Cerewet.” Hana kembali mengambil piring buahnya dan menyela tubuh Nathan untuk menuju ruang tengah. “Mending kamu bantuin Ibu bawa sisa buah itu ke meja makan.”
Nathan mendelik sebal tapi tangannya langsung bekerja. Dia memang kesal tapi dia juga harus tetap berbakti. Seketika, Nathan langsung ingat bahwa dia belum memarahi Freya. Begitu meletakkan buah-buahan itu, Nathan kembali ke ruang tengah dan mencubit pelan lengan Freya yang langsung membuat Freya mengaduh kesakitan.
“Lo bilang mau bawa Jean jalan. Tapi kenapa malah titipin Jean ke sini?”
Jean menatap Freya dengan wajah polosnya, seketika Freya tidak jadi marah. “Jean sayang, keponakan Bibi yang paling ganteng. Ya ampun, kamu sekarang udah pintar ngadu ya ke ayahmu. Liat, tadi Bibi dicubit sama ayah kamu.”
“Jangan kebiasaan main tangan.” Lia menarik tangan Nathan hingga terduduk. “Dia adikmu, jangan terlalu keras. Mungkin tadi Freya mau berduaan sama Haikal makanya titip Jean ke sini.”
Freya memeletkan lidah dan langsung berlindung di balik tubuh Lia. Tangan nakalnya meraba-raba pipi Jean dan mencubitnya pelan.
“Aaa! Ayah, Bibi Fey narik pipiku.” Jean merengek di pangkuan Lia.
“Heh!!” Nathan langsung melayangkan tatapan tajamnya pada Freya sedangkan Freya berlari ke arah ruang makan dan berlindung di balik tubuh Hana.
“Berenti main-main. Panggil pamanmu sana sama pacarmu.” Hana beranjak duduk. “Nathan, ayo sini.”
Agung masuk bersama Haikal setelah selesai bermain bulu tangkis. Begitu juga dengan Nathan yang langsung mengambil duduk dan memastikan duduk di dekat Lia. Bukannya duduk di dekat ayah dan mamanya, Jean malah duduk di dekat neneknya.
Lia benar-benar gugup dan kaku. Jantungnya berdegub kencang sebab hawanya begitu menyeramkan bagi Lia. Nathan yang sadar dengan perubahan sikap Lia langsung menggenggam tangan Lia untuk memberikan ketenangan.
“Katanya mau ngomong sama Lia?” celetuk Nathan di tengah keheningan yang melanda.
“Makan dulu. Ngomongnya nanti,” sahut Jaehoon.
“Sekarang aja soalnya aku nggak bisa lama-lama. Orang tuaku mau datang dan aku harus segera pulang,” sela Lia. Untunglah kedatangan orang tuanya bisa dia jadikan alasan sebab Lia juga tidak mau berlama-lama di sini. Saat ini, Lia hanyalah orang asing.
Hana menatap Lia, raut wajahnya datar. Entah apakah dia saat ini merasa senang atau tidak. Bahkan Nathan mendengus sebal melihat ekspresi wajah ibunya yang terlihat datar.
“Kamu sayang sama Nathan? Maksud Ibu, kamu serius mau balik sama Nathan?” tanya Hana akhirnya. Hanya ingin memastikan.
“Iya,” jawab Lia singkat. “Aku serius, Bu. Kalau nggak serius, aku udah cari ayah baru buat Jean dari dulu. Aku emang nggak nyangka bakal ketemu lagi sama Nathan setelah hampir enam tahun dan selama itu aku pernah mikir mau cari ayah baru buat Jean tapi ternyata aku ketemu sama dia. Dari awal aku emang nggak berharap apa-apa dari dia soalnya aku tahu dia udah nikah. Aku nggak mau egois buat ngerebut dia dari istrinya walaupun dia udah nawarin mau tanggungjawab. Tapi semakin ke sini, Nathan terus datang ke rumahku buat ketemu sama Jean. Dia nggak mau pisah dari anaknya dan aku juga tiap hari jadi liat dia, perasaan yang mau aku kubur rapat-rapat timbul lagi. Sekarang aku sadar kalau ternyata aku emang masih punya perasaan sama Nathan. Aku ngerti gimana perasaan istrinya tapi aku juga pengen bahagia, aku tahu aku egois. Tapi faktanya Nathan juga butuh aku dan aku butuh dia. Jadi, aku serius mau balik sama Nathan, aku sayang sama dia.”
Sejak pertama kali bicara hingga kalimat panjang Lia selesai, Nathan tak pernah mengalihkan pandangannya dari Lia. Merasa begitu bangga dengan perempuan itu. Dan tanpa sadar, tidak, Nathan sebenarnya sadar tapi tidak peduli dengan keadaan sekitar, dia beranjak dan memeluk Lia. Memberi apresiasi sebab Lia sudah berani speak up mengenai perasaan yang sebenarnya. Mengcupi kening Lia berkali-kali sambil berbisik terima kasih.
Haikal berdeham agak keras. “Nat, banyak yang liatin. Nanti aja di rumah mesra-mesraannya. Lo mau gimana terserah lo.”
“Sialan Kal. Lo ngerusak suasana aja.” Nathan terkekeh pelan dan menatap ke arah yang lain, benar saja, semua pasang mata sedang menatap ke arahnya dengan wajah datar.
Lia menarik tangan Nathan. “Duduk,” titah Lia dan Nathan menurut. Lia malu dengan tindakan Nathan tapi apa yang bisa dia lakukan, semuanya sudah terjadi.
Freya dan Jean tidak peduli dengan mereka, kedua orang itu sedang asik makan di tengah ketegangan yang sempat terjadi.
“Kamu udah ngomong sama Elena?” tanya Hana setelah berkali-kali mengembuskan napas selepas Lia menyelesaikan kalimatnya.
“Udah, tadi malam. Tapi dia malah nyuruh aku pulang, katanya butuh waktu sendiri,” jawab Nathan.
“Jadi kapan kamu bakal proses perceraiannya?” tanya Hana lagi.
Satu kalimat yang keluar dari mulut Hana langsung membuat seisi ruangan termangu. Agung dan Haikal saling tukar pandang, begitu juga dengan Freya yang membuat mulut Jean belepotan karena salah mengarahkan sendoknya saking kagetnya. Nathan tak bisa menyembunyikan perasaan senangnya ketika akhirnya ibunya berkata begitu. Lia bahkan mengulas senyum simpul. Akhirnya, Lia bisa bernapas dengan lega, hatinya terasa ringan setelah sebelumnya seperti tertimpa beban berat.
Akhirnya, hati wanita itu melunak. Hana ingin jadi ibu yang baik mulai sekarang, tidak memaksakan kehendak pada anaknya. Hana ingin melihat anaknya bahagia. Dari cerita yang dia dengar soal Lia, Hana merasa iba. Wanita itu kini membuka hatinya, toh walaupun dia terus menentang keputusan Nathan, Nathan akan tetap bercerai.
Dan sosok yang sangat berjasa atas luluhnya hati Hana adalah si kecil Jean. Dari dulu, Hana begitu menanti saat di mana dia akan dipanggil nenek oleh cucunya tapi harapan itu pupus sebab Elena tidak bisa hamil. Jean datang membawa angin segar dan akhirnya hatinya luluh juga.
“Ibu, Ibu sadar, kan, ngomong gitu?” Nathan bahkan mendekati ibunya dan memegang tangan ibunya, memastikan bahwa wanita itu sedang dalam keadaan sadar. “Ibu..”
“Dasar anak nakal! Kamu pikir Ibu ngasal ngomong kayak gitu!” satu jeweran mendarat pada telinga sebelah kiri Nathan yang sontak mengundang tawa seisi ruangan.
“Takut nggak ketemu Jean lagi ya makanya mendukung keputusan anakmu?” celetuk Agung.
“Heh!” sergah Hana. “Kamu ini!”
Suasana yang tadinya serius berubah lebih rileks. Mereka semua kini mulai mengambil makanan dan mulai makan.
“Aku mau cerai. Tapi aku akan tunggu keputusan Elena,” ujar Nathan sambil meletakkan beberapa lauk di piring Lia. “Kamu tunggu ya, please!”
“Ngapain nunggu keputusannya dia. Gugat aja langsung,” celetuk Freya.
“Maksudku gini, aku nggak akan gugat. Aku mau di sini kita sama-sama sadar dan tanda tangan secara sukarela kalau kita mau cerai. Aku pengen Elena sadar kalau kita emang udah nggak bisa sama-sama lagi. Aku nggak mau pisah dengan cara yang nggak baik-baik soalnya walaupun aku udah bilang sama dia kalau aku akan tetap dukung dia jika kita udah pisah, tapi rasa sakit itu pasti bakal ada dan aku nggak mau ninggalin rasa sakit buat dia. Intinya, aku mau kita pisah secara baik-baik dan tanda tangan surat perceraian secara sadar.” Nathan berujar lalu mengembuskan napas pelan dan menatap Lia, memegang tangan Lia dan mengelusnya pelan. “Jadi ku mohon. Kamu sabar ya sayang, tunggu aku. Please!”
Mendengar ucapan Nathan membuat Lia meneteskan air mata. Dia mengangguk dengan senyum yang merekah, merasa begitu bangga sudah dipertemukan dengan laki-laki sebaik Nathan. Bukan hanya Lia, tapi seisi ruangan ini menjadi sangat terharu oleh perkataan Nathan.
Walaupun brengsek dan jahat di luar tapi Nathan masih punya hati yang tulus. Penuturannya terdengar sangat dewasa, sangat mencerminkan sikap dewasa seorang Nathan Adinata.
“Iya, aku akan nunggu kamu.” Lia menunduk dan mengusap air matanya.
“Terima kasih.”
Agung begitu bangga mendengar bagaimana dewasanya penuturan Nathan. Seulas senyum terukir di wajahnya. Bahkan Haikal yang selalu melihat brengseknya Nathan sekarang merasa terharu dan Freya pun bisa merasa haru mendengar kakak sepupunya bicara begitu.
“Mama,” panggil Jean, suaranya memecah keheningan. “Itu kue buatan nenek untuk Mama. Kata nenek itu untuk Mama.” Jean menunjuk sepiring kue yang dia makan kemarin sewaktu berkunjung ke sini.
Lia menatap Hana dengan senyum kecil sedangkan Hana merasa malu karena ucapan Jean.
“Beneran?” tanya Lia.
“Iya, Mama. Tadi nenek bilang gitu ke aku, nenek juga udah janji mau buatin Mama kue. Iya, kan, Nek?” Jean menatap Hana.
“Iya, Jean sayang,” ujar Hana sambil menatap Lia. “Kamu coba, ya. Jean minta Ibu buatin kamu kemarin.”
Lia mengangguk. “Iya, Bu. Nanti aku cobain.”
Freya, Agung, Haikal dan Nathan sungguh bahagia melihat interaksi kecil itu.
**
Ini hanya imajinasi dan bukan kisah nyata, jadi dibawa santai aja. Jangan sampai dibawa ke real life. Thank you.
©dear2jae
2021.05.11 — Selasa.
2023.11.05 — Minggu. (Revisi)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top