34.

Jangan lupa vote atau komen ya temen-temen, terima kasih:)

*

Satu cup besar es krim ada pada genggaman Jean. Tadinya mau beli porsi yang sedang tapi katanya Lia juga mau es krim. Jadi, Nathan membeli sekalian yang porsi besar. Tentu saja rasa vanilla seperti kesukaan Jean. Bando micky mouse tersemat pada kepala Nathan dan Jean sedangkan Lia menggunakan minnie mouse.

Hari ini, Nathan mengajak Jean ke taman bermain untuk mengunjungi World Aquarium yang menyediakan lebih dari 650 species binatang laut. Juga menyaksikan parade lainnya serta nanti Nathan akan mengajak Jean naik Camelot Carousel (Komidi Putar).

Tangan kiri, Nathan gunakan untuk menopang tubuh Jean digendongannya sedangkan tangan kanan dikuasai oleh Lia yang begelayut manja. Sesekali, Nathan merasakan pipi kirinya dingin karena Jean terus saja menciumnya dan itu sontak menimbulkan perhatian oleh Lia. Tak mau kalah, Lia juga melakukan hal yang sama pada pipi kanan Nathan.

“Emangnya kamu aja yang bisa cium pipi ayah. Mama juga bisa.” Lia memang agak berjinjit ketika ingin mencium pipi Nathan.

“Mama ikut-ikutan aja.” Jean mencibir.

“Jangan berebut. Ayah akan ngasih ciuman yang adil buat kalian.” Nathan merasa begitu bahagia hari ini sebab dua sumber kebahagiannya ada bersamanya. Dan Nathan tidak akan pernah bosan mengatakan bahwa dia rela melakukan apapun hanya untuk tetap bisa bersama mereka.

Nathan semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Lia dan menatap Lia dengan senyuman yang terlihat sangat tulus. Tak pernah merasa sebahagia ini sebelumnya, sebuah keajaiban yang bahkan tak berani Nathan mohon pada Tuhan sebelum bertemu dengan Lia. Karena Nathan pikir dia akan hidup selamanya dalam sebuah pernikahan yang bahkan tak didasari rasa cinta sedikitpun. Nathan janji bahwa dia akan bersikap lebih baik dari sekarang, bahwa dia akan terus menjaga sumber kekuatan dan kebahagiannya, bahwa dia akan memperjuangkan apapun yang pantas untuk diperjuangkan.

Di tengah atraksi lumba-lumba yang mereka saksikan, kini giliran Nathan yang mencuri-curi kecupan pada pipi gembul Jean yang sedang duduk di pangkuannya. Juga mencuri satu kecupan pada kening Lia.

“Dulu, kamu bahkan nolak Jevin waktu dia confess di atap sekolah demi aku. Kamu bilang kamu sayang sama aku. Sekarang, ku mohon sayang, perjuangkan aku seperti itu dan aku juga akan melakukan hal yang sama.” Nathan berbisik pelan yang berhasil membuat atensi Lia tertuju padanya. Agak kaget sebab selama ini Lia menyembunyikan hal itu dari Nathan. “Jangan kaget gitu. Aku tahu kok soalnya aku dengar apa yang kalian omongin waktu itu.”

Lia tiba-tiba merasa bersalah karena ternyata hal yang dia sembunyikan karena tak mau kedua sahabat itu berseteru ternyata diketahui oleh Nathan.

“Tapi kenapa kamu nggak bilang apa-apa?”

“Karena kamu nolak dia. Kalau kamu terima ceritanya beda lagi. Kalau kamu terima, Jevin udah babak belur sih waktu itu.”

“Maaf..” Lia bergumam kecil sambil menyandarkan kepalanya di bahu Nathan. “Aku akan ngelakuin hal itu mulai sekarang. Aku akan memperjuangkan kamu dan Jean selama aku bisa. Kemarin, aku emang sempat ngerasa gimana gitu waktu tahu kamu udah nikah. Apalagi umur pernikahan kamu sama kayak umurnya Jean jadi aku ngerasa nggak enak aja kalau tiba-tiba datang terus ngambil kamu dari istri kamu. Jujur, seberapapun aku berusaha buat lupain kamu, aku nggak pernah bisa soalnya tiap hari liat wajah Jean yang bener-bener mirip kamu.”

“Aku juga minta maaf karena aku nggak ada di samping kalian selama ini. Maaf karena udah buat kamu kelelahan ngurusin Jean, maaf karena aku belum bisa jadi Ayah yang baik buat Jean.” Nathan semakin mengeratkan genggaman tangannya pada Lia lalu menunduk sedikit untuk melihat wajah ceria Jean yang sedang menyaksikan atraksi lumba-lumba.

“Udah ya, jangan minta maaf terus. Jangan bikin aku sedih, aku ke sini sama kamu mau seneng-seneng kenapa malah jadi sedih gini.” Lia mengusap setitik air mata yang menggenang di pelupuk matanya.

Pertunjukan selesai dengan iringan tepuk tangan meriah dari para penonton yang merasa sangat terhibur oleh atraksi lumba-lumbanya. Jean ikut bertepuk tangan dengan ekspresi wajah yang terlihat puas.

“Makan dulu ya baru naik wahana komidi putarnya,” ujar Nathan dan Jean mengangguk. Tapi sebelum mereka masuk ke restoran yang ada di sana, Jean menunjuk sebuah stand permen berbentuk kepala mickey mouse. “Mau itu?”

“Iya, mau dua.” Jean mengangkat jari telunjuk dan jari tengahnya di depan Nathan. Sontak Nathan terkekeh pelan. “Pergi beliin Jean permen biar aku yang pesen makan nanti.”

Lia mengangguk tapi baru beberapa langkah berjalan dia kembali lagi dan menarik tangan Nathan. “Apa lagi?” tanya Nathan.

“Uang, minta uang.”

“Astaga.” Nathan kembali terkekeh oleh tingkah Lia. “Coba cari di saku belakang. Tadi kayaknya ada kembalian waktu beli tiket.”

Lia merogoh saku belakang celana Nathan dan menemukan uang dengan pacahan lima puluh ribu sebanyak empat lembar. Seperti permintaan Jean, Lia membelikan dua buah permen dengan bentuk kepala mickey mouse.

Ketika Lia hendak kembali ke restoran, dia merasakan ponselnya bergetar. Ada satu pesan masuk dari Elena yang berisi. “Kak Lia, bisa ketemu nggak kalau Kak Lia ada waktu?”

Tanpa pikir panjang, Lia berhenti sejenak di depan pintu dan membalasnya langsung. “Iya bisa. Nanti aku kabarin kalau ada waktu.”

Lalu tatapan Lia tertuju pada Nathan dan Jean yang sudah duduk di pojok ruangan. Terlihat kedua laki-laki itu sedang bercanda karena dari raut wajah Jean yang terus tertawa sepertinya mereka bercerita sesuatu yang seru dan lucu.

Lia tidak menampik bahwa sedari dulu, ini adalah hal yang paling dia inginkan. Punya keluarag lengkap, bisa melihat Nathan dan Jean bercanda bersama, bisa jalan-jalan seperti saat ini. Hari-hari tanpa Nathan memanglah sulit tapi Lia terus berjuang walaupun sendiri demi Jean, demi buah hatinya. Lia bahkan tidak berani meminta pada Tuhan agar Nathan bisa kembali padanya. Sebab yang dia tahu Nathan sudah menikah. Tapi lika-liku kehidupan tidak ada yang tahu karena sekarang Lia dipertemukan kembali dengan sosok Nathan, her first and will be the last maybe.

“Ngomong apa kalian berdua. Kayaknya seru banget.” Lia beranjak duduk di depan Nathan dan Jean seraya meletakkan dua buah permen yang dibelinya. Tapi, Jean malah terlihat cemberut. “Kenapa wajahmu gitu? Ini Mama udah beliin loh.”

“Kalau ayah, aku minta satu pasti dibeliinnya dua. Kalau Mama, satu ya satu, dua ya dua.” Walaupun menggerutu tapi Jean tetap mengambilnya dan memakannya selagi menunggu makanan dan minuman datang.

“Kamu sekarang lebih sering belain ayah, ya.” Lia pura-pura cemberut dan memalingkan wajah.

“Kamu kayak anak kecil aja.” Nathan mencubit pelan punggung tangan Lia sebab raut wajah Jean berubah masam. “Mama cemburu sama Ayah makanya gitu. Kamu nggak usah pikirin ya walaupun mama ngambek tapi dia nggak akan bisa marah lama-lama sama kamu.”

It’s ok, kalau mama marah nanti Ayah yang marahin balik. Ayah selalu bilang gitu sama aku.” Jean tertawa kecil sambil terus menjilati permennya. Kini giliran raut wajah Lia yang berubah masam. Nathan malah tertawa.

Makanan dan minuman yang mereka pesan akhirnya datang. Biasanya, Jean selalu makan sendiri kalau bersama Lia karena Lia mengajarkannya untuk mandiri. Tapi sekarang, Jean ingin disuapi oleh Nathan karena Jean tahu bahwa Nathan akan selalu memanjakannya. Tidak seperti Lia yang terus menggeretu kalau Jean mulai merengek minta disuapi.

“Tadi, waktu kamu berenti di depan pintu kamu ngapain? Kayaknya balesin pesan.”

“Nanti ya aku kasih tahu. Sekarang makan dulu.”

Nathan ternyata menyadari ketika Lia berhenti sejenak untuk membalas pesan dari Elena. Lia memang akan memberitahunya. Tapi nanti, karena Lia tidak ingin acara quality time bersama dua jagoannya terganggu. Sebab kalau dia memberitahu Nathan sekarang maka itu akan menjadi bahasan yang panjang. Belum nanti Nathan menggerutu, memikirkan alasan kenapa Elena ingin bertemu dengan Lia atau hal yang paling nekat yang akan dia lakukan adalah menelpon Elena. Lia tidak mau liburannya kali ini terganggu.

“Jangan bikin aku khawatir. Raut wajah kamu mencurigakan.” Nathan kembali membahasnya yang membuat Lia langsung terkekeh. “Malah ketawa. Kamu nggak lagi chattingan sama cowok, kan?”

“Emang kenapa kalau misal aku lagi chattingan sama cowok?” kali ini Lia ingin menggoda Nathan. Senang rasanya saat melihat wajah jengkel Nathan.

“Palingan aku minta tolong sama temenku buat nyari identitas dia. Terus ajak ngomong baik-baik gitu, kalau nggak bisa baik-baik ya udah adu jotos sekalian.”

“Dih, bisanya cuma adu jotos aja.”

Lia suka ketika Nathan bicara untuk melakukan apa saja demi dirinya. Lia suka saat Nathan merasa cemburu.

“Nggak kok, aku bisa buat anak juga.” Nathan tiba-tiba mencubit pipi Jean yang sedang minum, sontak Jean batuk-batuk karena tersedak.

“Pikiranmu kotor, liat tuh anakmu jadi batuk-batuk, astaga. Nggak liat apa anaknya lagi minum malah dicubitin.” Lia mengambil beberapa lembar tisu dan mengelap mulut Jean sambil terus menggerutu di depan Nathan sedangkan Nathan yang terlihat panik hanya bisa diam. “Sini, duduk sama Mama aja.”

“Aku mau sama ayah,” ujar Jean setelah tenggorokannya merasa lebih baik. Padahal sudah dibuat batuk-batuk, tapi tetap saja Jean lebih memilih bersama Nathan. “Aku nggak apa-apa.”

Nathan tersenyum mengejek di depan Lia. “Maaf ya, Ayah tadi nggak sengaja buat kamu batuk.” Jean mengangguk dan kembali menyuap makanannya.

Satu suapan terakhir dan makanan Jean sudah habis. Nathan membantu mengelap mulutnya dengan tisu sedangkan Lia merapikan barang-barangnya karena mereka mau pergi ke area wahana komidi putar.

Kali ini Jean meminta untuk berjalan dan Nathan menggenggam erat tangannya karena suasana sedang ramai. Bukannya ikut menggenggam tangan Jean, Lia malah menggenggam tangan Nathan. Seharusnya Jean yang berada di tengah tapi malah Nathan.

“Pegang tangan kiri Jean sana. Kenapa malah di sebelahku?” Nathan hendak melepaskan genggaman tangan Lia tapi Lia tidak mau. “Anakmu nanti lari ini.”

“Makanya kamu pegang yang kuat. Aku mau di sini.” Lia masih bergelayut di tangan kiri Nathan.

Ini memang sikap Lia yang sebenarnya. Sejak dulu sewaktu kuliah Lia memang sering bermanja-manja padanya dan Nathan tidak pernah merasa risih apalagi marah. Mungkin itu sebabnya Jean suka bermanja-manja padanya.

Jadi, saat Lia bersikap cuek padanya kemarin, waktu awal-awal bertemu, Nathan agak hera. Malah meragukan ucapan Lia yang mengatakan kalau Lia tidak perlu tanggungjawab darinya.

Sesudah membeli tiket, mereka akhirnya masuk ke area wahana dan naik ke atas kuda-kudaan. Jean benar-benar antusias karena ini pertama kalinya dia naik wahana komidi putar dan pertama kalinya jalan-jalan bersama ayahnya. Bukannya Lia tidak pernah mengajaknya tapi itu hanya beberapa kali dan hanya sebatas jalan-jalan di mall untuk sekalian belanja. Jadi, Jean hari ini senang.

Komidi putar mulai berjalan dan sebuah kebetulan, hampir semua yang naik adalah keluarga kecil sama seperti Nathan, Lia dan Jean. Alasan lain Lia tidak pernah membawa Jean seperti ini yaitu Lia tidak mau Jean merasa sedih sebab rata-rata anak-anak seumurannya datang bersama ayahnya.

Satu kecupan mendarat pada kening Lia. “Aku sayang kamu, aku cinta kamu, aku benar-benar mencintaimu selama enam tahun terakhir ini. Mulai sekarang, aku akan jadi ayah yang baik buat Jean dan jadi laki-laki hebat untuk kamu.”

“Laki-laki?” Lia mengoreksi.

Husband, soon.” Nathan kembali mengecupi kening Lia. Mereka larut dalam suasana romantis di tengah keramaian dan keributan malam ini, seolah-olah hanya ada mereka berdua di tempat ini. “Pastikan kamu selalu dukung aku, kasih aku kekuatan. Aku akan selesein masalah ini secepat mungkin. Trust me, love.”

Lia mengangguk kemudian air matanya menetes. “Aku akan dukung kamu, aku akan kasih kamu banyak kekuatan dan aku akan nunggu kamu selalu. Remember, I’m still here with Jean for you, love.”

Percakapan dengan Nathan akhir-akhir ini selalu dipenuhi haru. Padahal harusnya mereka senang-senang.

“Tapi kamu paham, kan, kekuatan apa yang ku maksud?” tanya Nathan sambil menyentuh hidung Lia yang terlihat memerah karena udara dingin.

“Paham,” jawab Lia. “Kata-kata yang selalu bisa buat kamu semangat. Iya, kan?”

“Ya, nggak salah juga sih. Tapi..”

“Tapi, apa?”

Netflix and chill.”

“HEH!”

Nathan tertawa pelan lalu mengusak rambut Lia, merapikan anak rambut Lia yang beterbangan karena angin. Lalu beralih memeluk Jean dengan erat dan mengecup pipi Jean dengan rakus.

Setelah suasana haru, pasti ada saja bahan tertawa yang diciptakan oleh Nathan.

“Ayah,” panggil Jean.

“Iya, sayang?”

“Nanti ke sini lagi, ya.”

“Iya, sayang. Kapanpun kamu mau, kasih tahu Ayah biar Ayah bawa kamu ke sini.” Nathan juga merapikan anak rambut Jean yang berantakan. “Oh iya, kamu belum sebut mau hadiah ulang tahun apa?”

Lia merasa sangat-sangat bahagia saat ini. No words can be describe how happy she is..

“Ayah pulang, aku mau Ayah pulang. Aku mau hadiah ulang tahun itu, Ayah pulang.”

“Iya, sayang. Ayah akan pulang, Ayah nggak akan ke mana-mana lagi, Ayah akan pulang.”

Melihat percakapan singkat itu membuat hati Lia bergemuruh hebat. Lia memeluk Nathan dan Jean dengan erat. Lia berjanji bahwa dia tidak akan pernah membuat raut sedih di wajah Jean lagi, bahwa Lia berjanji tidak akan pernah melepaskan Nathan lagi.

*

Nathan meletakkan tubuh Jean dengan hati-hati, setelah seharian lelah bermain. Jean terlihat pulas lalu Nathan melepaskan sepatunya dan menarik selimut, mengecup pipi Jean sebelum akhirnya keluar menemui Lia.

Begitu Nathan beranjak duduk, Lia langsung berhamburan ke dalam pelukan Nathan. “Check out aja besok, nggak usah terlalu lama tinggal di sini. Jangan buang-buang uangmu.”

“Uangku banyak, jangan khawatir.” Nathan hendak meraih remote televisi tapi Lia tidak membiarkannya pergi. Pelukan Lia semakin erat. “Astaga, liat deh siapa yang berubah kayak anak kecil.”

“Elena minta ketemu. Aku balas chatnya makanya berenti di depan pintu restoran,” ujar Lia yang langsung membuat Nathan mengerutkan alis.

“Ngapain?”

“Nggak tahu, katanya kalau aku ada waktu dia pengen ketemu. Kayaknya mau ngomong sesuatu.”

“Nggak, nggak usah temuin dia.” Nathan melarang Lia. “Bilang kamu nggak bisa.”

“Aku udah balas dan bilang iya.”

“Nggak, jangan temuin dia. Aku nggak mau kamu jadi kasihan lagi setelah ketemu dia. Kamu itu orangnya mudah merasa kasihan jadi jangan temuin dia. Dia pasti akan melas-melas depan kamu.” Nathan merasa kesal dan melepaskan tangan Lia yang memeluk pinggangnya.

Lia cemberut. “Aku nggak apa-apa. Kali ini aku nggak akan kasihan.” Lia kembali meraih leher Nathan hendak memeluknya tapi Nathan malah menghindar.

“Nggak usah.” Nathan berujar dengan wajah tegas.

“Sayang, liat aku.” Lia menangkup kedua pipi Nathan dan menatapnya. “Percaya ya sama aku, aku udah janji nggak akan nyerah sama kamu, aku bakal berjuang sama kamu. Jadi ku mohon, percaya sama aku kali ini. Iya?”

Nathan mengembuskan napas berat dan mengangguk pelan. Lia kemudian menghadiahi satu kecupan pada bibir Nathan sambil tersenyum lebar.

*

sayang hadep sini, aku fotoin — Nathan.

sayang liat sini dulu, aku fotoin bentar — Lia.

**

ingat ya guys, ini hanya fanfic, semuanya fiktif, karangan.

misuh-misuh boleh lah, gapapa, tapi jangan sampai di bawa ke rl.

©dear2jae
2021.05.07 — Jumat.
2023.11.04 — Sabtu. (Revisi)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top