68

.
.
.

Masuk saja ke dalam tandas, terlihat beberapa orang jururawat sedang berkerumun di hadapan salah sebuah tandas yang tertutup rapat.

Terlihat cecair merah darah mengalir dari bawah pintu tandas tersebut buatkan Seokjin pantas bertindak merempuh pintu tandas tersebut berkali-kali sehinggalah pintu tersebut terbuka luas.

Untuk sejenak dirinya terkedu saat melihat keadaan perempuan di hadapannya sekarang, terduduk di atas lantai dengan tangan dan lehernya yang berlumuran darah.

Terlihat tangannya masih menggenggam penuh sebilah pisau lipat di dalam genggamannya.

"Yerim.."

Tanpa menunggu lama, dirinya mengatur langkah laju menghampiri Yerim.

Pisau lipat yang berlumuran dengan darah diambil dari terus berada di dalam genggaman perempuan itu sebelum ditolak sejauh mungkin dari mereka.

Pantas dirinya menoleh, mengambil huluran tuala dari jururawat sebelum tuala sebelum dililitkan pada pergelangan tangan wanita itu, cuba menghalang darah dari terus mengalir.

Setelah itu sehelai lagi tuala ditekan cukup berhati-hati pada bahagian lehernya yang turut sama tidak henti-henti dari terus mengalirkan darah.

Tanpa membuang masa lagi, kali ini dirinya sudah siap sedia hendak mendukung Yerim namun belum sempat dirinya hendak mendukung wanita itu, terasa tubuhnya ditolak perlahan.

"Jangan tolong saya,.. Pergi,.."

Terkedu saat mendengar permintaan wanita itu, Seokjin hanya diam, menatap tepat anak mata wanita itu yang merenungnya dengan linangan air mata.

Namun pantas Seokjin kembali sedar. Tanpa membalas apa-apa, sekali lagi dirinya cuba untuk mengangkat tubuh perempuan itu.

"Tolonglah,.. biarkan saya mati, untuk kali ini.." Pintanya lagi dengan matanya terpejam rapat, teresak-esak menangis.

Tangannya menggenggam kuat lengan Seokjin, menghalang lelaki itu dari mengangkat tubuhnya.

"Saya tahu awak masih belum boleh terima untuk kehilangan Jungkook tapi sanggup ke awak tengok Naeun dan baby awak, kehilangan awak dan Jungkook? Sekurang-kurangnya mereka masih ada awak, Yerim.."

.
.
.

"Pesakit kehilangan banyak darah tapi Puan jangan risau, keadaan pesakit masih stabil."

"Dan ada seperkara lagi yang saya perlu bincangkan dengan puan. In my opinion, she might be experiencing postpartum depression. Ada baiknya kalau buat masa ni pesakit tidak dibiarkan sendirian. "

"Terima kasih, doktor."

Setelah mengucapkan terima kasih kepada doktor tersebut dan saat susuk tubuh doktor itu mulai hilang dari pandangan matanya, perlahan-lahan Puan Jeon menoleh, memandang menantu sulungnya yang masih tidak sedarkan diri, terlantar lemah di atas katil.

Untuk seketika, dirinya hanya diam, menatap redup wajah pucat milik Yerim sebelum lambat-lambat langkahnya diatur menghampiri sisi katil.

Tak semena-mena matanya mula terlihat berkaca saat menatap pergelangan tangan dan leher menantunya yang berbalut.

Kini dirinya menunduk, dengan tubir matanya yang sarat dengan air mata, tangannya menyentuh pergelangan tangan Yerim sebelum bahagian itu diusap lembut dan perlahan.

Tanpa dirinya sedari, perlahan-lahan Yerim mula sedar sebelum dengan senyap, dirinya diperhatikan tanpa suara.

"Omma minta maaf, Yerim.. omma terlalu sibuk risaukan Jungkook sedangkan omma pernah janji pada Jungkook, untuk jagakan kamu.."

"Jungkook mesti sedih bila tengok kamu macam ni.. "

Terlihat air mata Puan Jeon mulai tak tertahan, tangan tuanya mula mengesat perlahan air matanya sendiri.

Dengan dirinya masih mendiamkan diri, air matanya turut mengalir perlahan membasahi sisi matanya saat melihat ibu mentuanya mula mengalirkan air mata, kerananya.

Perlahan-lahan Puan Jeon kembali mengangkat kepalanya sebelum semakin deras air matanya mengalir saat panahan matanya bertaut dengan sepasang mata milik Yerim.

"Yerim minta maaf.."

Dengan suaranya yang mula tenggelam di dalam tangisan, dirinya memohon maaf.

"Yerim bukan ibu yang baik buat anak-anak Yerim.. Yerim minta maaf.."

Terlihat tangisannya mulai tak tertahan saat kata-kata itu meniti perlahan di bibirnya. Bahunya bergetar perlahan, tak mampu lagi menahan diri dari teresak-esak menangis.

Matanya terpejam rapat, menangis semahu-mahunya, melepaskan segala yang terbuku di hatinya selama ini.

Selama ini dirinya cuba untuk terlihat kuat di hadapan semua orang namun hari ini, dirinya tak mampu lagi, saat dirinya tahu, dirinya bakal kehilangan seseorang yang menjadi kekuatan buat dirinya untuk terus hidup selama ini.

.
.
.

"Nape tangan ngan leher omma? Akit ke?"

"Sakit sikit je."

"Nape ole akit? (Kenapa boleh sakit?)

Aku hanya tersenyum saat dirinya tidak henti-henti bertanyakan keadaanku, raut wajahnya jelas risaukanku, dapat aku kesan matanya yang mula terlihat berkaca.

Pagi ini aku cuba terlihat biasa di hadapannya namun hakikatnya terasa cukup sebak dan terkilan saat setiap kali menatapnya.

Aku tahu aku bukan ibu yang baik. Melihatnya sekarang buatkan aku tersedar, betapa dirinya memerlukan aku.

Perlahan-lahan tanganku mengusap lembut pipinya.

"Naeun-ah, omma minta maaf, ya? Omma janji, omma tak kan tinggalkan Naeun lagi.."

Tuturku, membiarkan dirinya yang terlihat keliru, menatapku polos.

"Omma janji omma akan jaga Naeun sampai bila-bila, sampai omma dah tak mampu jaga Naeun.."

"Kita jaga adik sama-sama ya?" Tuturku lagi dengan senyuman walaupun terasa cukup sukar buatku.

Terlihat riak wajahnya yang keliru bertukar teruja saat soalan itu aku tujukan kepadanya sebelum laju dirinya mengangguk buatkan aku tertawa perlahan, menutupi rasa sebak yang mula menyesakkanku.

Tubuh Naeun aku tarik ke dalam pelukanku. Mata aku pejamkan, menahan diri dari menangis.

Hari ini, di hari terakhirnya, aku sudah berjanji pada diri aku sendiri, untuk tidak menangis.

.
.
.

Selepas Jimin dan Yumi datang melawat Jungkook untuk kali yang terakhir, sempat mereka datang ke sini, melawatku di dalam wad.

Dapat aku lihat mata Jimin yang sembap, pastinya dirinya menangis teruk saat melawat Jungkook tadi.

Namun dirinya masih cuba terlihat biasa di hadapanku, masih mampu tersenyum dan berbual denganku seperti selalu walaupun dapat aku lihat kesedihan di matanya saat ini.

Sempat juga mereka bertanyakan tentang luka pada tangan dan leherku.  Terjatuh dalam tandas, bohongku.

Setelah lebih kurang setengah jam berlalu, akhirnya Jimin dan Yumi meminta diri untuk pulang walaupun terlihat cukup berat.

Tahu yang hanya berbaki lebih kurang sejam lagi sebelum aku menjadi orang yang terakhir untuk bertemu dengan Jungkook, untuk terakhir kalinya.

"Naeun jangan nakal-nakal tau."

Pesanku kepada Naeun sebelum dirinya turut pulang bersama Jimin dan Yumi. Sempat aku mengucup lembut kedua-dua belah pipinya.

Aku hanya tersenyum saat dirinya mengangguk sebelum dirinya pula mengucup lembut pipiku.

"Terima kasih sebab tolong jagakan Naeun."

"Tak apalah, kan bakal menantu sendiri." Tutur Jimin selamba buatkan aku dan Yumi tergelak.

"Lagi pun Yeonjun mesti suka bila kitorang balik nanti, tengok-tengok ada Naeun sekali." Balas Yumi dengan senyuman buatkan aku tertawa perlahan.

"Kami balik dulu. Nenek Yeonjun dah call, katanya habis Soobin diajak makan bedak dengan Yeonjun."

Entah gurau atau betul Jimin ni, tawa tak dapat aku tahan. Tahu yang dirinya cuba menceriakan aku.

.
.
.

"Baby kau dah boleh keluar NICU hari ni. Dia siap menangis lagi, mengamuk cari kau, nurse lah yang cakap, bukan aku."

Untuk seketika, aku dapat melupakan kesedihanku saat mendengar berita itu dari Somi tadi.

"Puan Yerim?"

"Ya saya." Balasku dengan senyuman sebelum mata aku kembali tertumpu pada baby yang sedang terkebil-kebil di dalam dukungan jururawat di hadapanku sekarang.

Kini dirinya dialihkan ke dalam dukunganku buatkan aku berdebar sendiri walaupun ini bukanlah kali pertama aku menimang cahaya mataku sendiri.

Terlihat dirinya kini terkebil-kebil saat menatapku sekarang sebelum berkerut-kerut dahinya merenungku, seolah-olah cuba mengingati siapa aku.

Pipinya yang gebu dan kemerah-merahan aku cuit lembut.

"Anak omma dah sihat ya?" Tanyaku dan terdengar dirinya menggumam kecil buatkan aku tertawa perlahan.

"Tadi cari omma ya?" Tanyaku lagi dan sekali lagi dirinya merengek perlahan dengan tangannya yang tak duduk diam sampaikan terkeluar dari bedungnya, mengundang tawaku lagi.

Tangannya yang tersarung dengan sarung tangan aku genggam lembut. Tidak lepas dirinya dari terus menatapku buatkan aku tersenyum sendiri.

Namun perlahan-lahan senyumanku memudar. Untuk seketika aku hanya diam, membiarkan dirinya menatapku lama.

"Saya tahu awak masih belum boleh terima untuk kehilangan Jungkook tapi sanggup ke awak tengok Naeun dan baby awak, kehilangan awak dan Jungkook? Sekurang-kurangnya mereka masih ada awak, Yerim.."

Terasa cukup sebak saat mengingati semula tindakan bodohku sebelum ini.

"Omma minta maaf ya?" Pintaku dengan suara yang bergetar perlahan.

Entah apa yang aku fikirkan sehingga aku sanggup membuat keputusan untuk meninggalkannya dan Naeun, terus hidup tanpa aku dan Jungkook..

Perlahan-lahan aku menunduk sebelum pipinya aku kucup lembut, kiri dan kanan. Mata aku pejamkan, terasa cukup tenang saat bauannya menyapa lembut deriaku.

Perlahan-lahan mata kembali aku celikkan dan ternyata dirinya masih terkebil-kebil menatapku buatkan aku tertawa perlahan melihat kepolosannya.

"Jungwon-ah.."

"Kita jumpa appa nak?"

.
.
.






Setelah beberapa minggu, terima kasih pada mereka yang setia menunggu, jujurlah I love you. Ewahhh! *tampar lutut*

Thank you! 😭💜

120 VOTES FOR NEXT CHAPTER BOLEH?! :')💜

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top