Part 5
Guys, maaf telat posting lagi😂😂 sibuk ngurusin lebaran China. Jadi riweh banget di duta.
Tapi, tenang, sekarang bakal rajin update seperti biasanya. Kalau dimampukan bakal update setiap hari lagi.
Enjoy to read!
Ivanna as Celia
Jangan lupa vote dan komennya.😘
***
Seperti biasa, Celia akan diam selama menyimak pembahasan penting dan menyerap hal-hal yang harus dilakoni. Jordan menjelaskan banyak hal tentang pekerjaan yang harus ia kerjakan jika sudah berkecimpung di perusahaan. Salah satunya mampu bertahan dalam persaingan bisnis yang cukup sengit dari lawan.
Cukup menantang, pikir Celia yang duduk di kepala kursi pada meja meeting berbentuk panjang.
"Karena Anda bersaing dengan paman Anda sendiri untuk mendapatkan kedudukan sebagai Direktur Utama, Anda perlu mempelajari banyak hal tentang bisnis. Terutama meyakinkan para klien yang bekerja sama dengan perusahaan dan yang menanam saham di perusahaan Moretz Group, Nona," ucap Jordan. Ia menghela napas panjang, sebelum akhirnya melanjutkan lagi, "tapi, Anda tidak perlu khawatir, Ayah Anda sudah menyiapkan buku panduan bisnis keluarga dan masih tersimpan rapi oleh saya. Nanti akan saya berikan kepada Anda dan saya akan tetap menemani Anda, sampai Anda bisa lepas sendiri tanpa bantuan."
Terharu mendengarnya, Celia mengulas senyum tipis kepada lelaki yang memiliki sedikit keriput di sudut mata. "Tuan Jordan, Anda sangat baik dengan saya. Terima kasih banyak atas bantuannya dan kejujurannya selama memimpin perusahaan milik keluarga saya. Saya janji, saya akan bekerja dengan baik untuk perusahaan," balasnya lembut.
Senyum tipisnya yang selama ini tersembunyi, mampu membuat Gavin terpukau menatapnya. Lelaki yang duduk di sebelah ayahnya itu terus memerhatikan Ivanna. Mengamati wajah cantiknya dan cukup mendebarkan dada. Padahal selama ini ia tidak pernah tertarik terhadap perempuan yang selalu berpenampilan polos itu, sangat jauh dari dunia luar. Bahkan, hampir tidak mengenal dunia luar. Benar-benar sangat tertutup.
"Sama-sama, Nona. Saya juga sangat senang, akhirnya Anda mau menerima tawaran ini setelah cukup lama kami menunggu. Kesehatan saya sudah tidak stabil, itu sebabnya Anda sangat dibutuhkan di perusahaan. Jika Mahendra yang harus menduduki Direktur Utama, saya sama sekali tidak memiliki kepercayaan kepadanya."
"Iya, Tuan Jordan." Celia mengangguk semangat. Senyum tipis itu bertambah lebar sekarang.
"Jadi, kapan Anda sudah siap masuk ke perusahaan?" tanya Jordan.
"Besok saya sudah siap untuk datang ke perusahaan," balas Celia, terdengar semangat namun masih terlihat anggun. Dan tanpa semua orang tahu, ada maksud terselubung di balik keminatannya ingin segera masuk ke perusahaan. Ia harus mencari Nick, menemuinya, dan membicarakan baik-baik apa yang terjadi kepada dirinya.
"Baik, Nona. Lebih cepat, lebih baik."
Celia mengangguk. Rasa optimis tampak memancar dari binar matanya yang cerah. Sesaat ia menyibak sedikit ujung lengan kiri heartloom billie blazer hitamnya untuk mengecek waktu. Ditatapnya arloji yang melingkar di pergelangan tangan kiri itu telah menunjukkan pukul 12.35. Sudah cukup lama meeting berlangsung di ruang kerja bernuansa klasik yang dipenuhi barang-barang pilihan berkualitas tinggi dan mewah, dan ia merasa cukup untuk tahu apa yang harus dikerjakan di perusahaan.
Celia pun memutuskan untuk mengakhiri meeting. Diajaknya mereka untuk makan siang bersama, karena ia telah meminta koki untuk menyiapkan menu makan siang sebagai jamuan para tamunya.
Sambil berjalan menuju pintu, langkah Gavin semakin dekat dengan Celia yang sedari tadi terus menyita perhatiannya. Lelaki berjas biru gelap itu baru saja akan bersuara untuk berbasa-basi. Namun, perempuan berparas ayu yang telah mencuri perhatiannya lebih dulu membuka pintu dan mempersilakan keluar.
"Nona Ivanna, semoga kita bisa menjadi partner kerja yang baik," ucap Gavin setelah di depan ruangan dan mensejajarkan langkahnya di samping Ivanna.
Celia langsung menatap lelaki yang ia ketahui bernama, Gavin Adiyaksa, anak dari Jordan. Senyum simpul pun ia lemparkan sembari mengangguk. "Iya, Tuan Gavin." Lantas, ia memfokuskan pandangan ke jalanan lorong berlantai marmer mengkilap, menuju ruang makan.
"Panggil saya, Gavin, saja. Biar lebih akrab," pinta Gavin.
Celia kembali menatap lelaki bertubuh tinggi tegap di sampingnya, yang salah satu tangannya menenteng tas kerja. Berparas tampan, tapi tetap lebih tampan Nick. Senyum simpul pun ia terbitkan lagi. "Baik, Gavin." Terdengar lirih suaranya.
Selly dan Prisa langsung beranjak dari sofa begitu mendengar ketukan sepatu pantofel beserta high heels semakin dekat. Obrolan hangat disertai tawa renyah yang mengiringi langkah mereka, membuat rasa keingintahuannya semakin meronta. Sudah dari tadi keduanya dibuat penasaran atas pembicaraan tersembunyi yang dilakukan di ruang tertutup. Keduanya tidak bisa menguping. Manda dan dua pelayan laki-laki yang berjaga di depan pintu, berhasil menggiringnya menjauh dari ruang kerja. Sialnya, mereka sangat berani menantang sekarang. Gara-gara Ivanna yang mengambil kekuasaan di rumahnya.
"Kelihatan bahagia sekali wajah Ivanna, Ma. Apa yang baru mereka bicarakan? Ini juga sangat aneh. Biasanya Ivanna sangat menghindari pertemuan-pertemuan yang bersifat formal seperti itu." Selly menyorot sinis ke arah Ivanna dan orang-orang kantor yang masih berjalan di lorong.
"Mama juga tidak tahu. Sebaiknya kita ikuti mereka. Sepertinya mereka akan melangsungkan makan siang sekarang." Prisa menarik salah satu tangan Selly, lantas berlalu dari tempatnya. Langkahnya agak cepat agar bisa bergabung dengan orang-orang kantor.
"Pak Jordan, ada keperluan apa datang ke sini, ya? Kok saya tidak dikabari Anda akan datang kemari?" sapa Prisa, dibuat sekalem mungkin nada suaranya. Senyum tipis ia sunggingkan. Lalu, menatap satu per satu orang-orang bawaan lelaki itu.
"Ah, Bu Prisa." Jordan menyunggingkan senyum lebar sambil menatap perempuan yang menghampirinya.
Celia yang melihat, memutar bola matanya malas dan kesal. Namun, ia masih bisa bersikap tenang dan biasa saja.
"Saya datang ke sini untuk memenuhi undangan Nona Ivanna," lanjut Jordan sambil terus berjalan menuju ruang makan. Seorang pelayan perempuan memandunya ke sana, berada di urutan paling depan.
Prisa langsung menatap Ivanna, lantas menatap Jordan kembali. "Ivanna tidak memberitahu saya. Memangnya apa yang dia bicarakan kepada Anda sampai membawa orang-orang kantor lainnya?" Suaranya agak lirih.
"Ah, itu. Biarkan Nona Ivanna yang memberitahu Anda secara langsung." Jordan masih bersikap sesopan mungkin.
Mendengar balasan Jordan yang tidak memuaskan, Prisa menyunggingkan senyum palsu. Kedua tangannya tanpa sadar mengepal menahan geram.
Tidak lama, mereka tiba di ruang makan. Masing-masing langsung mendaratkan bokong ke kursi, dan Celia duduk di kepala kursi. Tatapannya yang tajam penuh jiwa peperangan yang berkobar, tertuju kepada Prisa yang duduk di kepala kursi seberang. Perempuan itu pun menatapnya penuh intimidasi.
Para pelayan mulai sibuk menuangkan air mineral serta anggur merah ke gelas kaki. Lantas, silih berganti menghidangkannya ke masing-masing orang. Sedangkan, menu makanan telah tertata rapi di meja. Pun dengan peralatan makan yang telah disiapkan di masing-masing kursi.
"Untuk pengesahan saya sebagai penerus pemegang perusahaan Moretz Group dan mendapat jabatan sebagai Direktur Utama, mari kita bersulang. Terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan kepada saya, Tuan-tuan sekalian." Celia mengangkat gelas kaki berisi anggur merah. Jari-jari lentiknya yang memegang gagang gelas tampak begitu anggun. Ia sedikit mengangkat dagu, kesan angkuh ia pertegas di hadapan Prisa dan Selly.
Sementara, kedua perempuan itu tampak tercengang, mematung, mata pun tak berkedip mendengar ucapan yang baru saja Ivanna serukan. Sedangkan, orang-orang kantor sama-sama mengangkat gelas kaki berisi anggur merah. Mereka mencondongkan gelas itu secara bersamaan, meninggalkan Prisa dan Selly yang masih diselimuti keterkejutan.
"Tunggu-tunggu." Prisa mengerjab untuk menyadarkan keseluruhan jiwanya. "Penerus pemegang perusahaan? Direktur Utama?" tanyanya, masih diselimuti keterkejutan.
"Ya. Ada masalah, Tante Prisa?" Celia menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. Lalu meneguk anggur merah itu sedikit demi sedikit. Diletakkan ke meja, ia beralih membalikkan piring yang tengkurap.
"Pak Jordan, saya tidak setuju atas keputusan itu. Kenapa Anda tidak memberitahu saya? Kenapa saya tidak diikutsertakan dalam meeting penting itu? Saya salah satu keluarga inti di sini. Dan perusahaan Moretz Group adalah perusahaan peninggalan orang tua saya," protes Prisa, menggebu-gebu. Sangat tidak terima mendapat perlakuan seperti tak dianggap.
"Tante Prisa, tolong protesnya ditunda dulu. Jangan rusak hari baikku ini. Kalau masih ingin ikut makan, silakan. Kalau masih ingin protes, bisa tinggalkan kami dan silakan tunggu di ruang tamu."
Ucapan berani Celia kembali menyita perhatian Gavin. Ketertarikannya kepada perempuan itu semakin besar. Rasa penasaran pun masih menghantui, apa yang membuat sifat dan sikap Ivanna berubah drastis? Itu yang menjadi pertanyaannya sekarang.
"Pak Jordan, saya tetap tidak terima Ivanna menjadi penerus perusahaan. Dia tidak memiliki pengalaman? Dia kurang pergaulan. Bagaimana bisa menghandle perusahaan besar yang memiliki banyak klien penting? Di bawahnya juga ada ribuan karyawan yang bergantung pada perusahaan Moretz Group. Seharusnya yang pantas menjadi Direktur Utama Moretz Group, ya, suami saya. Dia sudah mengabdi kepada perusahaan Moretz Group selama bertahun-tahun. Jika tidak suami saya, anak saya, Selly, juga lebih pantas berada di posisi Direktur Utama Moretz Group. Dia lebih berpengalaman dan lebih percaya diri terhadap dunia luar. Tidak seperti Ivanna. Yang ada, perusahaan akan hancur di tangannya."
Celia mengepalkan kedua tangannya di atas meja. Geram yang menggerogoti hati membuat terpejam sesaat untuk menetralisir emosinya. Ia menghela napas sembari membuka mata. Dan lagi, ucapan tegas ia lontarkan, "sekali lagi aku katakan, Tante Prisa. Jika masih ingin melakukan protes, silakan angkat kaki dari ruang makan ini. Jika masih ingin bergabung, tolong diam dan hormati tamu-tamu aku. Jangan buat mereka tidak nyaman berada di sini."
Leonel menatap Ivanna dan Prisa secara bergantian. Aroma perang antar saudara begitu terasa sekarang. "Ibu Prisa, saya hanya mengikuti perintah yang ada di surat wasiat. Tuan Cassio Moretti, ayah kandung Nona Ivanna telah memasrahkan perusahaan untuk diteruskan kepada darah dagingnya sendiri. Itu berarti, Nona Ivanna lah yang lebih berhak. Dan wasiat itu ditulis tangan langsung oleh Tuan Moretti. Tidak bisa diganggu gugat dan diubah," jelasnya. Ia menjeda sesaat, lantas melanjutkan ucapannya lagi, "Jika Anda lupa dan masih kurang jelas, seluruh harta yang dimiliki Tuan Moretti pun jatuh ke tangan Nona Ivanna. Anda, suami Anda, dan anak Anda, tidak memiliki bagian apa pun. Masih beruntung Anda masih dibebaskan tinggal di istana peninggalan Tuan Moretti."
Celia mengulas senyum angkuh dan bangga kepada Prisa. "Sudah jelas, Tante Prisa? Tolong diingat-ingat dan jangan ada protes lagi," ucapnya, kepada Prisa yang melemparkan tatapan tak suka, penuh kegeraman, dan emosi yang meluap.
Celia tidak ingin membuang waktu, lantas ia berkata kepada semua orang, "Tuan-tuan, silakan lanjutkan makannya. Jangan hiraukan Tante saya." Tangan kanannya bergerak sopan pada hidangan-hidangan yang tersedia di depannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top