Part 4
Untuk pertama kalinya dalam hidup, Ivanna mengundang secara pribadi sang pengacara, Direktur Utama Moretz Group, serta beberapa petinggi-petinggi perusahaan ke rumahnya. Mobil-mobil mewah berwarna hitam legam dengan kilauan yang mengkilap di bawah teriknya mentari, beriringan memasuki gerbang menjulang tinggi. Lantas memperlambat lajunya saat melewati jalanan penghubung rumah utama yang masih berjarak lima puluh meteran dari gerbang.
Di sana telah ditunggu dua pelayan laki-laki berpakaian formal--kemeja putih terpadu dengan celana kain dan jas hitam--berdiri di teras yang memiliki empat pilar besar menjulang tinggi. Keduanya dengan sigap membukakan pintu mobil yang silih berganti berhenti tepat di jalanan depan pintu. Kemudian, mempersilakan para tamunya keluar dan memberi bungkukan hormat.
Para tamu penting itu rata-rata pria paruh baya, hanya tiga orang yang terlihat lebih muda. Berpakaian formal, masing-masing dari mereka menenteng tas kerja hitam berbahan kulit. Penampilannya terlihat begitu parlente dengan sepatu pantofel hitamnya yang mengkilap. Aroma maskulinnya menguar semerbak seiring kaki melangkah tegas memasuki rumah mewah atas undangan si pewaris tunggal Moretz Group.
Entah apa yang membuat Ivanna memiliki keberanian mengundang petinggi-petinggi perusahaan, itu masih menjadi misteri bagi mereka yang datang. Biasanya, bertemu pun sungkan. Apalagi membahas pekerjaan. Sangat mustahil, karena perempuan muda itu sangat introvert.
"Selamat datang, Tuan."
Enam pelayan perempuan yang berdiri berjejer saling berhadapan di lorong depan pintu sebelum hall, menyapa dengan hormat para tamu penting itu sembari membungkuk. Selain para petinggi perusahaan yang dibuat bertanya-tanya oleh Ivanna, semua pelayan di rumah itu pun sangat bertanya-tanya. Sebab, ini pertama kalinya Ivanna mengundang orang perusahaan ke rumah.
Dua minggu belakangan ini, tingkah Ivanna memang sangat aneh. Banyak yang berubah dari sikap dan sifatnya yang sangat berani, teratur, dan aura ketegasannya sangat memancar. Tak luput juga dari penampilannya yang ikut berubah. Kini lebih stylish dengan make up yang sering terpoles di wajah.
Bahkan, Ivanna telah menghabiskan banyak uang untuk membelanjakan pakaian baru yang lebih bervariasi modelnya. Peralatan make up yang lebih lengkap. Yang biasanya tidak pernah membeli high heels, sepatu boots, dan sneakers, kini barang-barang itu telah memenuhi rak sepatunya dengan bermacam brand terkenal dan menyingkirkan sebagian sepatu lamanya yang berjenis sepatu flat. Perhiasan, tas tangan, dan aksesoris lain, juga telah menjadi koleksi terbarunya. Benar-benar mengalahkan Selly dalam hal berpenampilan.
Jika biasanya Prisa, Mahendra, dan Selly, yang menindas Ivanna. Kini berganti dan berbalik Ivanna yang menindas mereka. Apalagi, saat di meja makan. Mahendra yang biasa duduk di kepala kursi sebagai pemimpin, kini posisi itu diambil alih oleh Ivanna dengan penuh ketegasan diiringi kata-kata tajamnya yang membuat pria itu tak mampu melawan.
Dan jauh hari sebelum hari ini, semua pelayan dikumpulkan oleh Ivanna untuk mengumumkan peraturan baru di rumahnya yang sebelumnya terpimpin oleh Prisa. Tidak banyak yang berubah. Ivanna hanya mengumumkan; semua harus mengikuti perintahnya. Jika masih ada yang melawan dan menindasnya, tidak ada toleransi untuk melakukan pemecatan.
Tidak kesulitan untuk para pelayan mengikuti permintaan Ivanna, meskipun hati masih berpihak ke Prisa dan Selly. Mereka hanya ingin mencari aman saja di posisinya sekarang.
Melihat para tamu pentingnya telah masuk semua dan duduk di sofa ruang tamu, para pelayan berlalu dari tempatnya lantas menuju dapur untuk menyuguhkan minuman dan camilan. Sedangkan, salah satunya ada yang ke lantai atas untuk memberitahu Ivanna jika para tamunya telah datang.
"Nona, Anda sangat cantik dengan penampilan seperti ini. Kenapa tidak dari dulu saja berubah? Jadi, Anda tidak akan pernah disiksa oleh tiga orang yang tak tahu diri itu." Manda yang menemani Ivanna di kamarnya, sangat kagum melihat kelihaian perempuan itu berdandan dan menghasilkan perubahan baru. Tegas, elegant, cantik yang tidak membosankan, itu yang ia pandang dari penampilan Ivanna sekarang. Aura old money-nya sangat terasa dan melekat. Bukan lagi perempuan menyedihkan yang sering dilihat selama bertahun-tahun.
"Tidak ada kata terlambat untuk berubah, Manda. Kalau waktuku berubah sekarang, ya, sekarang." Celia menjawabnya santai sambil mengoles lipstik warna merah bata ke bibirnya, cukup tebal, sehingga terlihat lebih tegas dan dominan.
"Ingat, Manda. Sekarang sudah tidak ada Ivanna lama yang lemah dan tak berdaya. Sekarang adanya Ivanna yang tegas dan penuh ambisi. Seorang leader. Dan sekarang sudah saatnya aku tampil di perusahaan orang tuaku," lanjut Celia sambil merapikan olesan lipstiknya dengan bibir saling mencecap. Merasa cukup, ia menutup lipstik dan mengembalikan ke tempatnya.
"Menurutmu, apa yang masih kurang dari penampilanku?" tanya Celia sambil memerhatikan penampilannya di dalam cermin. Ia menoleh ke kanan-kiri. Make up sudah oke. Rambut panjang yang sebelumnya tidak memiliki style menarik, kini sudah ia ubah agak bergelombang sehingga terlihat menawan.
Kata Manda, Ivanna tidak boleh cantik oleh Prisa dan Selly. Itu karena Selly takut tersaingi. Itu sebabnya, Ivanna sangat tidak memikirkan penampilannya dan pasrah-pasrah saja soal gaya hidup.
"Tidak ada yang kurang, Nona. Penampilan Anda sudah sangat cantik dan bikin pangling." Suara Manda terdengar bersemangat dengan binar mata penuh pemujaan.
Celia berkacak pinggang. Masih menilai penampilannya, lalu menggeleng. "Tidak. Masih ada yang kurang, Manda. Sepertinya aku butuh aksesoris kalung biar penampilanku terlihat lebih glamor lagi." Ia menoleh ke arah Manda yang berdiri di samping kanannya, tapi agak belakang. "Tolong, ambilin kalau mutiara yang kemarin kubeli."
"Baik, Nona. Tunggu sebentar." Manda berlalu dari tempatnya, mengambil perhiasan yang disimpan di meja walk in closet. Tidak lama menghampiri Ivanna lagi dengan membawa kotak perhiasan yang dimaksud sang nona dan diberikan ke sang empunya.
"Ini, Nona," ucap Manda.
Celia mengulas senyum sembari mengambil alih kotak tersebut. "Makasih, Manda."
Ia meletakkan kotak berbeludru navy ke atas meja rias, lantas membukanya. Kalung mutiara putih itu menampilkan kesan elegan. Ia menyukainya dari pertama melihat, dan itu sangat mendukung untuk menyempurnakan penampilannya sebagai seorang pemimpin. Kalung pun ia pasangkan ke leher jenjang putihnya.
"Wow! Sekarang penampilan Anda sudah sangat sempurna, Nona. Nona Selly pasti bakal kebakaran jenggot melihat Anda berdandan seperti ini."
Celia menatap Manda sembari menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. "Aku ingin melihat reaksinya nanti. Sepanas apa dia melihat penampilanku sekarang?"
Ketukan pintu kamar dari luar berhasil mengalihkan perhatian keduanya, yang sama-sama langsung terdiam dan pandangan tertuju ke pintu.
"Saya lihat dulu siapa yang datang," ucap Manda, bergegas mengayunkan kaki menuju pintu. Setibanya di sana, ia langsung membukanya dan saling bertatapan dengan seorang pelayan bernama, Vivi, berdiri di depannya.
"Tamu Nona Ivanna sudah datang. Mereka sudah menunggu di bawah," ucap Vivi.
Manda mengangguk paham. "Baik. Terima kasih informasinya."
Mendapat balasan anggukan dari Vivi. Sebelum akhirnya, ia berlalu dari depan kamar Ivanna dan kembali turun.
Di seberang selasar, Prisa dan Selly sudah berdiri di sana sejak tadi. Keduanya sengaja menunggu keluarnya Ivanna dari kamar, sangat penasaran dengan penampilan Ivanna yang pasti tidak akan biasa-biasa saja untuk menemui para petinggi perusahaan.
"Demi apa, sekarang kita tidak bisa berkutik sama anak itu, Ma? Aku tidak suka seperti ini," ucap Selly sangat kesal. Sorot matanya menatap tajam ke pintu kamar Ivanna yang kembali tertutup setelah kedatangan seorang pelayan.
Ia tahu para petinggi perusahaan datang. Tapi, ia dan kedua orang tuanya tidak tahu apa yang sedang direncanakan Ivanna. Mereka hanya mendapat kabar jika Ivanna mengundang sang pengacara dan petinggi perusahaan Moretz Grup. Itu pun dari pelayan yang melapor.
"Apa dia sudah berniat akan mengambil alih perusahaan?" tanya Selly lagi, dipenuhi kekhawatiran dari nada suaranya. Jika Ivanna sampai turun ke perusahaan, yang ada perempuan itu akan lebih terkenal dari dirinya. Dikejar-kejar wartawan, wajahnya masuk ke segala channel televisi, berita koran, dan akan menyita perhatian dari banyak orang karena penasaran terhadap wajah pewaris tunggal Moretz Group yang selama ini disembunyikan dari khalayak.
Tidak bisa. Itu bisa terjadi. Ivanna tidak boleh mengambil alih apa yang sudah menjadi miliknya. Sedangkan, semua orang tahu dirinya keponakan si pemilik perusahaan Moretz Group. Dirinya bisa masuk dunia entertainment dengan mudah pun karena memiliki privilege dari keluarga Moretz Group.
"Maaa, ngomong dong. Jangan diam saja. Kita boleh membiarkan anak itu masuk ke perusahaan." Selly menggoyang-goyangkan lengan kanan mamanya.
"Kamu yang tenang. Mama juga sedang berpikir."
"Pokoknya, bagaimana pun caranya, jangan Ivanna yang memegang perusahaan. Aku pun bisa. Kuliahku juga di management bisnis."
Perhatian keduanya semakin menajam begitu melihat Ivanna keluar dari kamar, diikuti Manda. Penampilannya yang spektakuler, benar-benar semakin membuat kedua perempuan itu memanas. Terlebih Selly. Sangat geram melihat penampilan Ivanna sekarang.
"Maa, aku tidak mau Ivanna terlihat cantik seperti itu. Dia tidak boleh melebihiku. Pokoknya aku tidak mau. Mama harus membuat penampilan dia seperti upik abu lagi." Selly mengentakkan kaki kanannya. Gemuruh di dada semakin membara, yang membuat seluruh tubuh gerah yang teramat sangat.
"Kita ikuti ke bawah."
Celia sadar dirinya sedang menjadi perhatian Prisa dan Selly. Dari sudut mata dengan tatapan fokus ke tangga, ia tahu kedua perempuan itu sudah mulai beranjak dari tempatnya. Sebelum kaki menginjak anak tangga pertama, sengaja ia menatap keduanya yang sedang menyusuri selasar.
"Nona, perlu bantuan pegangan?" tawar Manda, takut jika nonanya terjatuh.
Celia menatap perempuan itu sekilas, lantas menggeleng. "Tidak perlu, Manda. Aku bisa sendiri," balasnya sambil melangkah tenang tapi masih memperlihatkan keeleganan.
"Baiklah. Tetap hati-hati, Nona," peringat Manda yang berjalan di belakangnya.
Mata perempuan itu terus memerhatikan langkah Ivanna. Saat ini, alas kaki yang digunakan sang nona high heels hitam berhak tinggi, tampak begitu cantik di kaki jenjangnya yang sudah kembali mulus tanpa ada bekas lebam yang tersisa. Dan itu kali pertama Ivanna memakai sepatu berhak tinggi, bahkan langsung bisa dan terlihat sangat nyaman. Sama sekali tidak memperlihatkan kesusahannya atau membuatnya terhuyung. Yang ia tahu, orang yang tidak terbiasa menggunakan high heels akan kesusahan saat berjalan, berulang kali memperlihatkan huyungan, dan ketidaknyamanan.
Sebenarnya Manda agak heran dengan perubahan-perubahan dalam diri nonanya yang sangat bertolakbelakang dari sebelumnya, di balik dari hilang ingatan yang dideritanya. Namun, jika perubahan hidupnya yang sekarang bisa menjadi lebih baik, ia akan sangat senang dan bahagia tentunya.
Celia tiba di lantai bawah. Ketukan high heelsnya yang terdengar tegas di setiap langkah, berhasil mengundang perhatian para tamunya yang langsung kompak menatap ke arahnya. Tatapan tercengang bercampur kekaguman bisa ia lihat dari ekspresi wajahnya yang terkejut dengan mulut ternganga.
Celia tidak tahu apa yang sedang mereka pikirkan. Mata pun tak berkedip memandang dirinya berjalan sampai ia tiba di hadapan mereka.
"Selamat pagi, Tuan-tuan. Maaf, jika sudah menunggu saya terlalu lama." Celia mengulas senyum ramah, tapi tetap meninggalkan kesan elegan dan tegas dari wajahnya. Beruntung, di kehidupan sebelumnya ia sudah terbiasa berhadapan dengan orang-orang kantor yang memiliki jabatan tinggi. Sehingga membuatnya tidak terlalu kaku berhadapan dengan orang-orang penting di hadapannya sekarang.
"Tidak masalah, Nona," balas Jordan, lelaki enam puluh tahunan yang menjabat sebagai Direktur Utama di Moretz Group. Setelah meninggalnya Cassio--sahabat baiknya--hanya dirinya yang dipercaya memimpin induk perusahaan gurita Moretz Group yang berjalan pada bidang perkebunan, industri elektronik, industri peralatan olahraga, dan properti.
Celia mendaratkan bokong di sofa tunggal, lantas menyilangkan kaki yang membuat gayanya terlihat elegan dengan kedua tangan bertumpuk di atas paha. "Terima kasih atas pengertiannya, Tuan." Sunggingan senyum ramah ia perlihatkan lagi.
Tanpa Celia sadari, salah satu tamunya yang masih muda sekitar tiga puluh tahunan itu terus memerhatikannya dengan penuh ketertarikan dan pemujaan. Gavin--anak Jordan, yang menjabat sebagai CEO di perusahaan industri peralatan olahraga Moretz Group itu, baru kali ini memiliki ketertarikan terhadap Ivanna. Perempuan itu sangat berubah dari segi penampilan dan sikapnya. Tidak seperti Ivanna yang pernah ia kenal sebelumnya--sangat tak terurus penampilannya.
"Nona Ivanna, apa rapat sudah bisa kita mulai sekarang?" tanya Leonel, pengacara pribadi Cassio Moretti.
Celia beralih menatap lelaki paruh baya yang memiliki warna rambut agak abu-abu--campuran antara hitam dan putih, berkacamata, dan penuh wibawa. Lantas, anggukan singkat ia berikan. "Bisa, Tuan Leonel. Saya sudah menyiapkan ruang meetingnya. Mari," ucapnya sembari beranjak.
Celia melihat Manda masih setia berdiri di belakang sofanya. Menghampiri perempuan itu, lalu ia berkata, "tolong jaga di luar. Minta bantu sama pelayan laki-laki. Jangan biarkan Prisa dan Selly menguping pembicaraan kami."
"Siap, Nona." Manda mengangguk patuh.
Celia beralih menatap orang-orang perusahaan, lantas kembali mengajaknya ke ruang meeting di rumah itu. Tidak ada Mahendra di antara mereka. Jordan sengaja mengirimnya bertugas ke luar negeri, karena tidak ingin lelaki itu mengganggu rapat pentingnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top