Part 3
Best, maaf, telat banget postingnya. Lagi sibuk banget di dunia nyata.😂
***
Berada di kamarnya bersama anak dan sang istri, Mahendra masih terheran-heran atas perubahan sikap dan sifat Ivanna. Ia berkacak pinggang. Wajahnya yang berkulit putih tampak meremang merah saking tersulutnya api amarah yang meluap. Kali ini, untuk pertama kali, ia merasa harga dirinya sangat terhina oleh Ivanna.
"Baru pertama ini dia berani melawanku," ucap Mahendra dengan suara menggebu-gebu.
"Dan baru pertama ini juga dia berani menghajarku, Pa." Selly menggeram sengit dengan kedua tangannya yang mengepal, meremas seprei erat-erat. Sedari tadi dadanya sudah bergemuruh menahan amarah yang memburu.
Dua puluh lima tahun ia hidup serumah dengan Ivanna, baru pertama ini ia melihat sifat garang saudara sepupunya. Ia sangat paham dengan kepribadian dan karakter Ivanna yang lemah, tidak berdaya untuk melawan, dan sangat gampang untuk dibodohi meskipun ada sedikit keras kepalanya. Lebih parah setelah meninggalnya kedua orang tuanya, perempuan itu menjadi pribadi yang pendiam dan tak banyak omong.
"Sialan! Bahkan, dia sudah berani menjambakku dan mendorongku sangat brutal sampai membuat hidungku berdarah," sungut Selly lagi, yang kini khawatir dengan kondisi hidungnya. Walaupun darah sudah dibersihkan dan sudah tidak keluar, tapi tetap membuatnya khawatir. Tidak lucu jika penampilannya jadi jelek, apalagi ia dikenal sebagai model dan artis yang perfeksionis dalam penampilan.
"Dia juga sudah berani melontarkan kata-kata tajam untuk Papa. Dia seperti bukan Ivanna yang kita kenal. Dia benar-benar sudah berubah!" Mahendra menatap anak dan istrinya yang duduk bersisian di tepi ranjang.
"Ini berbahaya. Dia sudah mulai sadar dengan kedudukannya. Pokoknya kita harus segera mendapatkan tanda tangan pemindahan hartanya. Setelah berhasil, Mama akan langsung menendangnya keluar dari rumah ini." Prisa menimpali. Bayangan-bayangan menjalani hidup gembel lagi adalah momok yang mengerikan untuk dirinya. Ia tidak ingin kembali hidup susah.
Ia dan Anastasia--ibunya Ivanna, memanglah bersaudara tiri. Ayah Anastasia menikahi ibunya saat usia dirinya masih lima tahun, dan Anastasia masih berusia tujuh tahun. Namun, perbedaan perlakuan kasih sayang dari ayah tirinya itu sangat berbeda. Anastasia anak emas yang selalu dibanggakan dan selalu pertama, sedangkan dirinya anak tiri yang selalu menjadi urutan kedua. Bahkan, ibu kandungnya pun lebih memihak ke Anastasia untuk mengambil hati ayah Anastasia yang kaya raya.
Sedari dulu, Prisa sudah memendam dendam terhadap Anastasia karena perempuan itu yang mengambil seluruh kebahagiaannya. Ditambah lagi dengan Anastasia dipersunting Cassio Moretti, yang juga anak pengusaha dari Eropa. Juga saat ayahnya meninggal, seluruh harta warisannya pun jatuh ke tangan Anastasia. Sedangkan, dirinya satu persen pun tak dapat sehingga menimbulkan rasa iri itu semakin mendarah daging.
Ya. Prisa sangat membenci Anastasia di balik ketenangan dan sikap baiknya terhadap perempuan itu. Rencana ingin mengambil harta Anastasia pun sudah terancang sejak lama, dan kini tinggal melaksanakan. Namun, lagi dan lagi, halangan masih tetap ada karena pengacara pribadi Cassio telah menuliskan surat wasiat jika seluruh harta warisan jatuh ke tangan Ivanna Moretti. Tidak bisa dipindah-alihkan kecuali ada persetujuan dari yang bersangkutan.
Selly langsung menatap mamanya sinis dengan ekspresi penuh keraguan. "Mustahil, Ma. Dia yang masih lemah saja, sangat susah untuk kita mendapatkan tanda tangan pemindahan hartanya. Apalagi sekarang?"
"Kita harus pakai cara lain," sahut Mahendra.
"Tapi, jangan sampai keributan ini terdengar media. Bisa hancur nama baikku." Selly menatap bergantian orang tuanya.
***
Semalaman Celia tidak tidur untuk mencari tahu banyak informasi tentang Ivanna dan orang tuanya melalui ponsel dan laptop perempuan itu. Beruntung, kedua barang tersebut bisa dibuka melalui face ID sehingga memudahkan dirinya menyelami semua aplikasi dan dokumen-dokumen penting yang tersimpan. Bahkan, ia juga mendapat informasi bahwa Ivanna anak seorang konglomerat. Dan, Ivanna sudah didesak untuk menggantikan posisi Direktur Utama Moretz Grup karena umurnya yang sudah cukup, serta Mahendra terus menginginkan posisi tersebut.
Namun, Celia tidak paham apa yang membuat Ivanna tidak mengiyakan, selain karena rundungan-rundungan yang didapatkan selama di rumah. Jika Ivanna takut dengan tiga bededah sialan itu, seharusnya perempuan itu bisa mencari bantuan kepada orang kepercayaan orang tuanya. Yang tak lain, orang yang telah menerima wasiat atas harta warisannya. Mereka pasti akan membantunya untuk menjauhkan tiga manusia serakah itu dari rumahnya.
Dasar bodoh!
Refleks, Celia yang sedang mematut diri di depan cermin sembari merapikan penampilannya, mengumpati perempuan itu karena kebodohannya menjadi orang yang tak berdaya dan lemah. Lalu, hanya bisa bercerita dengan kertas. Siapa yang akan mengerti perasaannya jika seperti itu?
Please, lemah boleh, bodoh jangan!
Detik berikutnya, Celia langsung tersadar akan gerundelannya yang berseru dalam hati.
"Ah, tidak. Tidak. Kamu, tidak bodoh, Ivanna. Kamu hanya tidak memiliki keberanian saja. Maafkan aku, ya," ucapnya dengan perasaan bersalah dan menyesal.
Lantas, ia menyengir, malu sendiri. Merasa seperti orang yang tak tahu diri. Sudah dipinjami raganya, tapi masih mengumpatinya. Syukur-syukur, Tuhan tidak murka dan menarik jiwanya kembali untuk ditetapkan ke alam baka.
Selesai mematut diri pada cermin, Celia memutuskan berlalu dari tempatnya lantas keluar kamar. Sekarang saatnya ia berperan menjadi Ivanna yang pemberani, tidak ada lagi Ivanna lemah yang tak berdaya.
"Let's go! Kita perlihatkan ke semua orang siapa kamu yang sebenarnya, Ivanna." Celia menyunggingkan sebelah sudut bibirnya sembari menyorotkan tatapan sinis penuh berani.
Sebelum melanjutkan jalan, ia menarik napas dalam-dalam, mengangkat dagu untuk menampilkan kesan angkuh, lantas mulai melangkah tegas sambil menahan rasa menjeram pada pergelangan kaki kanannya.
Ia tidak memperlihatkan kernyitan atau apa pun yang membuatnya tampak menderita. Saat kaki jenjangnya yang putih mulus masih terdapat luka membiru menginjak tangga dan melangkah turun, beberapa pelayan yang sedang bersih-bersih di lantai bawah langsung menujukan tatapan ke dirinya. Mungkin kabar Ivanna mengalami hilang ingatan telah tersebar. Sedangkan, tentang perubahan sikapnya yang keras belum diketahui. Tidak mungkin tiga bededah itu menceritakan hal memalukan yang diterimanya semalam dari dirinya.
Setibanya di lantai bawah, ia bisa melihat dengan jelas tatapan sinis penuh selidik yang dilemparkan oleh para pelayan itu. Bahkan, saking tertariknya untuk memerhatikan dirinya, mereka menghentikan aktivitas yang sedang mengelap-ngelap furniture dan segala macam pajangan yang ada di sana.
"Ada masalah dengan saya? Jika sudah tidak ingin bekerja di sini, silakan angkat kaki dari sini," tegur Celia bernada dingin dan tegas.
"Yang bisa memecat kami hanya Nyonya Prisa dan Tuan Mahendra. Anda sama sekali tidak memiliki hak memecat kami, Nona."
Celia sangat terkejut mendengar balasan berani dari salah satu pelayan itu. Tidak sopan sekali. Tawa penuh ejek pun lepas dari mulutnya. Ia melangkah mendekat, berhenti sejarak satu langkah dari pelayan itu sembari bersedekap. Ditatapnya dari atas sampai bawah.
Tatapan menghina yang tak pernah Ivanna berikan kepada siapapun.
"Kamu sadar, pakaian apa yang kamu kenakan ini?"
Tatapan Celia yang menusuk dengan ucapannya yang tajam, membuat nyali pelayan itu langsung menciut. Yang berdiri di hadapannya bukan Ivanna, tapi sosok lain. Ivanna yang dikenal tidak memiliki keberanian, apalagi berkata tajam.
"Sama-sama numpang di rumah orang tidak usah sok berkuasa. Dan ingat posisi kalian, kalian hanya pelayan di rumah ini. Saya pemilik rumah ini. Bukan Prisa atau pun Mahendra. Jika kalian masih ingin bekerja di rumah ini, bersikap lah sopan terhadap tuan rumah. Jika sudah tidak ingin, segera kemasi barang-barang kalian dan angkat kaki dari sini. Sekarang. Masih banyak yang ingin bekerja di sini, bukan hanya kalian saja," lanjut Celia, saat si pelayan yang berkata tak sopan itu tidak mengucapkan sepatah kata pun.
Tidak ingin kehilangan pekerjaan yang sudah ditekuninya selama bertahun-tahun, pelayan yang sama berkata, "Maaf, Nona. Kami tidak akan mengulangi lagi."
Namun, tidak ada ketulusan. Hanya formalitas untuk mempertahankan pekerjaannya saja. Celia bisa melihat dari gerakan bola matanya.
"Ini peringatan terakhir untukmu, dan kalian semua." Celia menunjuk kedua pelayan di hadapannya, juga yang lain yang berjarak agak jauh. "Kalau masih berani bersikap tidak sopan terhadap saya. Saya tidak akan segan langsung melempar kalian dari rumah ini. Paham?!" ancamnya, penuh penekanan dan sungguh-sungguh.
Semua pelayan itu menunduk.
Celia menatapnya satu per satu. Merasa cukup memberi pengertian terhadap mereka, ia melanjutkan langkahnya lagi. Ia perlu berkeliling untuk mengetahui semua ruangan yang ada di rumah tersebut.
Bergaya luxury, mewah, dan besar, setiap ruangan memiliki kesan elegan. Semua barang-barang yang ada di sana bernilai tinggi, ia paham hanya melihat wujudnya saja. Tidak membuatnya kaget karena dirinya sudah terbiasa hidup dalam kemewahan.
"Nona Ivanna."
Manda memanggilnya dari arah belakang. Celia langsung menoleh lantas mengulas senyum lebar. Perempuan yang merawatnya sedari kemarin itu melangkah cepat menghampirinya.
"Nona Ivanna, Anda masih sakit. Kenapa tidak memanggil saya untuk menemani Anda jalan-jalan?"
Terdengar begitu khawatir suara Manda, Celia tahu itu. "Aku tidak ingin merepotkan kamu, Manda. Aku juga sudah membaik. Terlalu sering berbaring di kamar, akan membuat tubuhku semakin kaku. Aku butuh olahraga."
"Biasanya Anda lebih suka berdiam di kamar sehabis disiksa mereka. Mengurung diri sambil baca novel. Dan jarang keluar," jelas Manda, karena itu memang kebiasaan Ivanna yang suka mengurung diri dan suka menyendiri.
"Seperti itu?" Celia manggut-manggut memahami. "Mulai sekarang, tidak ada lagi Ivanna yang mengurung diri di kamar dan Ivanna lemah."
"Maksud Anda?" Manda mengernyit penasaran. Apa karena hilang ingatan, membuat sifat dan sikap nonanya juga ikut berubah? pikirnya.
Celia melanjutkan langkah, Manda mengikutinya. Keduanya menyusuri lorong berlantai marmer yang menimbulkan kilauan dari lampu-lampu yang menyala, kanan-kirinya tembok bercat putih terlihat begitu kokoh. Ada beberapa pintu bercat hitam dengan kusen atasnya membentuk lengkungan. Beberapa lukisan klasik Eropa bermacam ukuran yang terpajang di dinding, menjadi pusat perhatiannya selama berjalan.
"Semalam aku membaca buku diary dan mencari tahu siapa aku. Banyak hal yang aku temui, termasuk sifat dan sikapku yang lemah. Apa aku memang tidak seberdaya itu melawan Mahendra, Prisa, dan Selly? Kenapa bisa, Manda? Padahal aku pemilik rumah ini dan pewaris tunggal kekayaan orang tuaku? Apa yang membuatku bisa selemah itu?"
Manda membuka pintu baja eksterior bercat hitam sambil mendengar berondongan pertanyaan dari Ivanna. Keduanya keluar yang langsung dihadapkan dengan hamparan taman yang sangat luas. Rumah itu jauh dari kota, Celia bisa menilai dari suasananya yang sunyi dan menenangkan karena sekitarnya masih di kelilingi alam. Udara yang terasa segar, tentu itu jauh dari yang namanya polusi kendaraan.
"Kondisi mental Anda memang sangat rapuh setelah kepergian orang tua Anda, Nona. Sejak saat itu, Anda memang menjadi pribadi yang pendiam, tidak banyak bicara, kosong, tidak pernah berinteraksi dengan orang luar. Saat mendapat siksaan pun, Anda tidak pernah melawan balik, lalu setelahnya mengurung diri di kamar," jelas Manda.
Celia mendengarkannya serius. Teringat tulisan Ivanna yang ingin terbang bebas seperti kupu-kupu, seharusnya perempuan itu ada niatan ingin terbebas dari rasa ketidaknyamanannya.
"Kenapa aku tidak meminta bantuan kepada pengacara pribadi orang tuaku, atau orang-orang yang dipercayai orang tuaku? Apa mereka tidak tahu perihal kondisiku yang sering disiksa? Terkurung? Tidak bebas?"
Manda menggeleng. "Setiap pengacara pribadi Anda datang kemari, Nyonya Prisa dan Tuan Mahendra sudah mengintimidasi Anda terlebih dulu agar tidak memberitahu penyiksaan yang mereka lakukan. Karena jika Anda melakukan, Anda akan menerima siksaan yang lebih parah lagi. Dan semua pelayan di sini harus ikut bungkam, termasuk saya. Jika sampai ada yang ketahuan membongkar sifat dan perlakuan buruknya terhadap Anda, kami akan dipecat. Saya terpaksa mengikuti perintahnya karena tidak ingin meninggalkan Anda di sini sendirian, Nona. Nyonya Anastasia--Mama Anda, sudah mempercayakan saya untuk menjaga Anda."
Celia merenungi penjelasan Manda yang cukup masuk akal. Namun, penasaran kembali melanda. "Setiap pengacara pribadi orang tuaku kemari, apa dia tidak pernah mendapatiku saat sedang mengalami luka-luka lebam seperti sekarang?"
Manda menggeleng lagi. "Jika kondisi Anda sedang tidak baik setelah mendapat siksaan, Anda akan disembunyikan dari pengacara pribadi Anda. Dan orang luar lainnya yang berpengaruh penting dalam perusahaan Ayah Anda. Mereka kadang berkunjung ke sini untuk melihat kondisi Anda."
"Lalu, yang membeli semua kebutuhanku, seperti; pakaian, skincare, buku, dan lainnya?"
"Seminggu sekali Anda pergi shopping ditemani saya dan sopir. Hanya diberi waktu enam jam sama Nyonya Prisa. Kalau sampai telat pulang, Anda akan mendapat hukuman lagi. Dan selalu seperti itu. Jadi, Anda memang tidak pernah berbaur dengan dunia luar. Apalagi jarak ibukota dengan sini cukup jauh. Perjalanan hampir dua jam-an."
Lagi dan lagi, Celia mengangguk paham dan cukup terkejut mengetahui jarak yang cukup jauh. Setidaknya, ia masih berada dekat dengan Jakarta. Ia bisa mencari Nick.
Mengingat lelaki itu, semalam ia juga sudah stalking di sosial medianya. Nick sangat berbeda sekarang. Semua berubah dari penampilan, sifat, dan sikapnya. Itu yang ia lihat dari video-video yang menyorotkan wajah Nick, serta artikel yang menuliskan tentang perubahan sikap dan penampilannya. Penyebab utama karena meninggalnya sang istri, dan itu dirinya.
Nick yang dulu terlihat hangat dan bebas dari tatto. Sekarang lelaki itu terlihat lebih dingin, bertatto, dan aura pria matangnya lebih kental.
Hanya membayangkan wajah dan penampilan Nick yang sekarang, Celia merasakan jantung berdebar kencang sampai membuat dada mencelus dan tegang. Sekujur tubuh merinding, bulu kuduk pun berdiri. Refleks, ia langsung memegang leher yang terasa tercekat dan kering.
"Nona, Anda kenapa?" tanya Manda, yang khawatir melihat gelagat gelisah Ivanna.
Celia tersenyum kikuk sembari menggeleng. "Tidak kenapa-kenapa. Ayo, temani aku jalan-jalan mengelilingi taman."
***
Wajah baru Celia.
Penampilan Nick sekarang
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top