51. Panggilan Nicholas

Megan terlonjak dan tubuhnya nyaris terjungkal ke belakang jika tidak ditahan oleh pegangan Mikail di pergelangan tangannya. Cengkeraman pria itu di pergelangan tangannya semakin menguat ketika tangannya yang lain berusaha merebut ponselnya dari genggaman Mikail, menggigit bibir bagian dalamnya demi menahan bibirnya untuk bersuara. Ia sudah mengangkat panggilan Nicholas, dan tak ingin membuat pria itu lebih curiga setelah ia menyebut nama Mikail sedetik sebelum Mikail merampas ponselnya. Sungguh, Megan berharap suaranya keluar selirih mungkin dan Nicholas tak sungguh mendengarkannya.

Mikail menempelkan ponsel Megan di telinganya, menyeringai tipis mendengarkan suara dari seberang lalu memutusnya.

"Kau menyelinap keluar hanya untuk menerima panggilannya?" dengus Mikail memasukkan ponsel Megan ke dalam saku celananya.

"Apa yang kau lakukan, Mikail?" Megan berusaha meraih ponselnya, tetapi langsung dihadang oleh tangan Mikail. "Kembalikan ponselku."

"Tidak," tegas Mikail dengan suara yang lebih kuat.

"Aku ..."

"Atau kau ingin aku menjawab panggilannya dan ..."

"Kau berjanji padaku untuk menyembunyikan hubungan ini, Mikail. Dia masih ..."

"Cepat atau lambat dia akan mengetahui hubungan kita, Megan. Dan aku tak pernah menjanjikan apa pun padamu."

"Tidak. Jika Nicholas tahu, maka dia tidak akan menjadi satu-satunya. Kau, keluarga besarmu, dan ..." Megan menelan ludahnya saat melanjutkan. "Marcel. Semua akan mengetahuinya."

"Dan apa yang kau begitu kau khawatirkan dan takutkan dengan hal ini."

Wajah Megan memucat, tak bisa menjawab. Ia pun menggeleng. "Aku hanya meminta satu hal ini padamu, Mikail."

Mikail terdiam. Menyentakkan tangan Megan dan berkata dengan tatapan tajam yang menusuk tepat di kedua mata wanita itu. "Dan aku tak mengatakan akan mengabulkan keinginanmu."

Wajah Megan lebih pucat lagi, tersentak dengan keras saat mencerna kalimat Mikail. Akan tetapi ia tak mengatakan apa pun lagi, lebih takut bantahannya hanya akan membuat Mikail lebih marah. Megan pun hanya menatap punggung Mikail yang berbalik dan berjalan keluar dari pintu toilet meninggalkannya seorang diri.

Air mata merebak di kedua kelopak mata Megan, menahan kesabaran tetap menguasai dirinya. Menarik napasnya dalam-dalam dengan cepat sebelum menyusul Mikail keluar.

Megan baru saja mendapatkan langkah pertamanya keluar dari pintu toilet ketika mendengar perintah Mikail pada tiga sekretaris pria itu yang berdiri di balik meja.

"Pastikan istriku masuk ke dalam ruanganku saat keluar."

"I-istri?" Ketiga sekretaris Mikail tampak tergagap oleh keterkejutan dan tidak mengerti. "Istri Anda?"

"Megan Ailee, ehm sekarang sudah menjadi Megan Matteo. Dia istriku."

Pandangan ketiga sekretaris Mikail pun bergeser melewati pria itu, langsung mengarah ke arah Megan yang berdiri di depan pintu toilet dengan penuh keheranan dan tanda tanya.

Mikail pun ikut menoleh, dan langsung bertatapan dengan kedua mata Megan yang benar-benar memohon pada pria itu. Tetapi Mikail tak menggubris dan kembali berkata pada sekretarisnya. "Dia istriku. Perlakukan dia dengan lebih baik."

Ketiga sekretaris Mikail mengangguk dengan patuh sebelum Mikail kembali masuk ke dalam ruangan pria itu.

"Dia hanya melakukan kesalahan. Bisakah kalian merahasiakan apa pun yang dikatakannya?" Megan sendiri tak menyerah untuk menyangkal fakta itu. Ia tahu bawahan Mikail suka bergosip, dan ia hanya ingin memastikan apa pun yang dikatakan Mikail berhenti sampai pada ketiga wanita muda ini. "Kami sedang sedikit bertengkar dan dia mengatakan kecerobohan ini."

Ketiga wanita itu tak langsung mengangguk. Terlihat sempat ragu akan perintah Megan karena seorang Mikail Matteo tak pernah melakukan kecerobohan apa pun sepanjang mereka bekerja di perusahaan ini.

Sedangan Megan, wanita itu hanyalag orang yang baru beberapa hari yang lalu mereka kenali sebagai model brand ambassador brand perusahaan mereka, tiba-tiba tak ada angin maupun hujan menjadi istri sang tuan. Pun dengan beberapa kali pertemuan pribadi keduanya.

Dan Megan sempat mendengan bisik-bisik ketiganya tentang Alicia tepat sebelum ia menutup pintu ruangan Mikail dan bergabung kembali bersama Mikail, Kiano, dan ... Alicia. Yang tampak saling tertawa.

"Mama?" Kiano satu-satunya orang yang selalu menyadari keberadaannya lebih cepat. Meski ia tahu Mikail menyadari kedatangannya, pria itu hanya tidak peduli.

Megan pun kembali duduk di tempatnya semula dan mendengarkan Kiano yang mengataka kalau setelah mereka pulang nanti, ia harus menemani bocah mungil itu mendapatkan es krim di supermarket terdekat. Tempat Kiano biasa mendapatkannya.

"Alicia akan mengantarmu. Dia tahu di mana tempatnya," tambah Mikail yang tak bisa mengantar sang putra karena ada pertemuan penting dengan beberapa direksi.

Megan tak menjawab. Hanya merasa kesal, karena sungguh ia tak memerlukan keberadaan Alicia antara dirinya dan putranya. Sejak awal, Alicia sudah tak menunjukkan sikap bersahabat padanya. Dan Megan sendiri tak tertarik untuk memperbaiki hubungan mereka. Lagipula, memangnya apa yang perlu diperbaiki dari hubungannya dan Alicia. Ia hanyalah istri sah yang pernah mengandung anak Mikail sedangkan Alicia adalah wanita lain yang sedang mengandung anak Mikail. Hubungan mereka sangat canggung.

***

Setelah makan siang selesai. Megan, Kiano, dan Alicia berjalan keluar dari ruangan Mikail bersama-sama. Melintasi lorong panjang menuju lift yang ada di ujung.

Megan berusaha menuli ketika lagi-lagi Mikail mengatakan bahwa tidak perlu berlama-lama karena Alicia sudah terlalu banya berjalan hari ini. Dan menyuruh ketiganya bergegas pulang agar Alicia bisa segera istirahat.

"Tunggu sebentar." Langkah Megan tiba-tiba berhenti ketika mereka hampir sampai di lift dan melepaskan tangan Kiano. Sedikit membungkuk dan memegang kedua pundak sang putra saat berkata, "Sepertinya mama meninggalkan barang mama. Bisakah kau menunggu mama sebentar dengan tante Alicia?"

Kiano mengangguk dengan patuh.

"Ya, aku akan menjaganya." Alicia langsung mengambil tangan Kiano, meski merasa heran dengan tujuan Megan kembali ke ruangan Mikail.

"Terima kasih," ucap Megan pada Alicia. "Aku hanya sebentar. Tunggu saja di bawah."

Megan mengelus sisi wajah Kiano sejenak sebelum berjalan kembali ke ruangan Mikail. Tanpa mengetuk pintu ruangan Mikail, Megan menerobos masuk. Melihat Mikail yang berdiri di samping meja, merogohkan tangan ke dalam saku celana dan mengeluarkan ponsel miliknya.

"Kembalikan ponselku, Mikail," pintah Megan tanpa basa basi, langsung ke tujuan utamanya.

Mikail berbalik, tak terkejut dengan kemunculan Megan kembali di ruangannya secepat ini. Wanita itu bergerak mendekat ke arahnya dengan tangan terulur ke arah ponsel di tangannya. Dan Mikail langsung menaikkan tangannya tinggi-tinggi. Jauh dari jangkauan lengan Megan, yang meskipun panjang dan tinggi wanita itu yang di atas rata-rata wanita, tetap saja tak bisa dibandingkan dengan tinggi Mikail.

"Kembalikan, Mikail," pintah Megan, sambil berjinjit dan berusaha meraih ponsel tersebut dengan susah payah.

"Aku tak suka kau berhubungan dengan pria mana pun saat menjalin hubungan denganku, Megan."

"Ini Nicholas, Mikail. Dan aku tidak berhubungan dengannya, juga ... hubungan kita hanyalah sebuah kesepakatan yang dibungkus pernikahan. Urusanku dengan Nicholas sama sekali bukan urusanmu."

Wajah Mikail mengeras, lagi-lagi kata Megan membuatnya tersinggung. Dalam satu gerakan yang singkat dan kuat, Mikail menangkap pinggang Megan dan mendorong tubuh wanita itu hingga bersandar di pinggiran meja. Sedangkan tangannya yang lain tetap terangkat tinggi.

Megan tak bisa bergerak karena tubuhnya dihimpit oleh Mikail. Wajahnya terdongak, bertatap muka dengan wajah Mikail yang tertunduk. Membuat wajah keduanya hanya berjarak beberapa senti.

Tatapan tajam Mikail mengunci kedua mata Megan, yang menghentikan rontaan wanita itu hanya dalam sekejap mata.

Tubuh Megan membeku, merasakan ketidak amanan dalam tatapan Mikail. Dan menciptakan keheningan yang menyelimuti keduanya. Hingga di puncak ketegangan tersebut, suara benda pecah memecah kesunyian yang melingkupi keduanya. Dari ponsel Megan yang dibiarkan terlepas dari genggaman Mikail, jatuh ke lantai dengan suara yang keras.

Mulut Megan menganga, matanya membelalak terkejut. Yakin dengan suara sekeras itu, minimal layar ponselnya hanya retak. Megan mendorong dada Mikail menjauh dengan seluruh tenaganya. Sedangkan Mikail, pria itu malah menampilkan raut sesalnya yang dibuat-buat. Berjalan ke kursinya dengan meninggalkan jejak kaki tepat di atas layar ponsel Megan yang sudah retak.

Megan benar-benar dibuat tak percaya dengan perbuatan Mikail. Benar-benar kehilangan kata-kata akan perbuatan pria itu. Kemudian menatap ponselnya di lantai dengan tatapan nanar.

"Kau benar-benar keterlaluan, Mikail?"

Mikail duduk di kursinya, memberikan kedikan singkat dengan bahunya. Tanpa sedikit pun penyesalan di sana, pun dengan cara yang dibuat-buat seperti beberapa detik yang lalu. "Aku akan menggantinya dengan yang lebih baik." Mikail mengambil dompet dan mengeluarkan sebuah kartu hitamnya lalu mengulurkannya ke arah Megan yang masih berdiri tegang diselimuti sakit hati yang begitu dalam.

Bibir Megan hanya menipis, menahan kedongkolannya yang luar biasa yang menanggapi dampak tindakan pria itu dengan remeh. Hanya akan membuatnya semakin diterjang amarah yang sia-sia. Sekeras apa pun dirinya murka terhadap Mikail, pria itu akan menguasai permainan dengan baik. Dan mau tak mau ancaman Mikail sebelumnya bergema di benaknya.

Megan pun membungkuk untuk mengambil ponsel tersebut dari lantai dan berjalan keluar ruangan Mikail.

Mikail hanya tertegun menatap pintu yang dibanting tertutup melenyapkan sosok Megan. Menarik napasnya dalam dan panjang, sementara hatinya menertawakan dirinya sendiri. Ketika menyadari sikapnya yang begitu emosional menghadapi hubungan Megan dengan Nicholas.

Huffttt ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top