35. Keadaan Nicholas
"Ke mana kita, Mikail?" Megan bertanya setelah menyadari jalanan di sekitar mobil yang mengarah ke pusat kota.
"Kita harus menjemput Alicia," jawab Mikail datar.
"Rumah sakit?" tanya Megan lagi, kemudian teringat Nicholas.
Mikail yang menyadari nada penuh antusias Megan pun memutar kepalanya ke arah wanita itu. "Kenapa? Kau ingin memberi tahu Nicholas tentang kabar bahagia ini?"
Raut wajah Megan seketika membeku. Teringat akan segala ketulusan Nicholas.
"Setelah mengorbankan nyawa untukmu, kau seharusnya memperkirakan luka hatinya jika sekarang kau datang menemuinya, Megan."
Hati Megan benar-benar terasa seperti di cengkeram. Tak sampai hati membiarkan Nicholas tahu tentang keputusannya yang lebih memilih Mikail ketimbang pria itu.
"Mikail." Megan kembali menatap Mikail.
Mikail sendiri yang tak menjawab panggilan tersebut hanya memutar wajahnya ke arah wanita itu. Dan seketika menangkap permohonan yang melapisi kedua mata wanita itu.
"Bisakah kau merahasiakan pernikahan ini dari Nicholas?"
Wajah Mikail seketika membeku. Oleh amarah yang menggaris kuat di gurat-gurat wajahnya. Dadanya membuncah, siap meluapkan amarah di dadanya pada Megan.
"Hanya satu kali ini. Dia ... dia sudah menyelamatkan nyawaku dan aku tak sampai hati memberitahunya tentang hal ini."
Mikail mendengus keras. "Kau berhutang nyawa lebih banyak dari yang kau miliki, Megan."
Megan tahu itu.
"Bagaimana jika Nicholas menginginkanmu sebagai bayarannya?"
"Nicholas bukan seseorang yang seperti itu, Mikail." Megan mengucapkannya dengan penuh keyakinan meski dalam hati jelas menyangsikan pernyataannya sendiri.
Mikail malah tertawa, hingga terbahak. "Apakah itu alasannya menawarkan hubungan denganmu agar kau bisa kembali ke kehidupan putraku? Karena ketulusannya?"
Megan mengedipkan matanya dua kali. Tak bisa menyangkal kalimat Mikail yang dipenuhi kesangsian. "Apa pun yang kau katakan, aku tahu dia benar- benar tulus padaku, Mikail."
"Ya. Apa pun yang kau katakan." Mikail mengibas- ngibaskan tangannya di depan wajah. Memasang raut mencemooh yang begitu kental, menyembunyikan kemarahan yang bergemuruh di dadanya. Beraninya wanita itu memuji ketulusan pria lain di depan hidungnya. Yang seolah melibas habis ketulusan- ketulusan yang pernah Mikail berikan pada wanita itu. Bertahun- tahun yang lalu.
Merasa sangat dongkol. Megan memutar tubuhnya menghadap ke jendela mobil. Sepanjang sisa perjalanan, Megan tak bersuara lagi. Dan Mikail pun juga ikut mempertahankan kesunyian di dalam mobil.
Kecepatan mobil mulai berkurang ketika mereka memasuki area rumah sakit. Pandangan Megan langsung menangkap Alicia dan Jelita yang berdiri di teras rumah sakit. Dan sebelum mobil benar-benar berhenti, Megan berkata, "Mikail, biarkan aku membereskan barang- barangku di apartemen sendirian. Aku akan pulang sendiri."
Mikail tak sempat membalas kalimat Megan karena wanita itu terburu melompat keluar dari mobil. Kemudian memutari bagian belakang mobil dan langsung menghambur ke arah Jelita. Meninggalkan Mikail yang menyimpan kegeramannya dalam kepalan tangannya di atas pangkuan wanita itu. Sebelum kemudian menarik napasnya dalam- dalam demi mengurai amarah yang siap di luapkan pada wanita itu.
"Hai, Megan?" Jelita tersenyum, langsung merangkul tubuh Megan. Sambil melihat Mikail yang melangkah keluar dari dalam mobil. Pria itu tersenyum tipis padanya dan Jelita membalas dengan anggukan hormat dan seulas senyum juga.
"Apakah semuanya baik-baik saja?" tanya Mikail yang langsung menghampiri Alicia.
"Bagaimana keadaan Alicia?" tanya Megan pada Jelita setengah berbisik. Bersamaan dengan Mikail. Dan keduanya pun saling pandang.
"Baik. Melegakan semuanya ternyata sangat baik- baik saja." Ada nada sinis yang tersemat di antara nada suara Jelita. Melirik ke arah Alicia yang sekarang berdiri di samping Mikail. "Jadi ... sekarang kalian sudah resmi menjadi pasangan suami istri?" tanyanya pada Megan dengan suara yang sama sekali tak ditahan tahan hingga terdengar oleh Alicia. Mengalihkan pembicaraan tentang kehamilan Alicia yang jelas baik-baik saja. Jelita pun terkesan berpura tak tahu bahwa wanita itu sedang ada di sana.
Megan mengangguk. Kemudian memberikan buket bunga di tangannya pada Jelita. "Ini untukmu."
Jelita membelalak tak percaya, mengambil buket bunga tersebut dengan senyum semringah yang membelah wajahnya. Kemudian merangkul Megan begitu erat hingga membuat wanita itu sesak napas.
"Lepaskan, Jelita. Kau ingin membunuhku?" Megan mendorong tubuh Jelita menjauh. Hanya untuk mendapatkan hujan ciuman penuh terima kasih dari Managernya tersebut.
Alicia hanya terdiam menatap Megan dan Jelita yang saling berpelukan dengan penuh kebahagiaan itu. Melihat gaun pengantin dan buket bunga itu, juga kilau yang mengelilingi jari manis Megan. Lebih dari cukup sebagai bukti bahwa rencananya gagal total. Mikail sudah menikahi wanita itu.
Sungguh sialan. Sekarang wanita itu telah berhasil merebut posisi istimewa yang telah menjadi incarannya selama bertahun- tahun ini. Segala cara sudah ia lakukan demi menarik perhatian seorang Mikail Matteo. Kerapuhan, kelembutan, dan bahkan kelicikan. Alicia sudah melakukan semua itu, tetapi bahkan dengan segala cara itu, dirinya hanya berhasil mendapatkan belas kasih pria itu.
Dan sekarang lihatlah, masa lalu yang sudah membuang dan mencampakkan Mikail datang kembali ke hidup pria itu. Menghancurkan segala pencapaian yang sudah mati-matian ia susun. Satu per satu. Dengan penuh kematangan. Hanya untuk di sia-siakan seperti ini.
Baiklah, jika ini yang diinginkan oleh wanita itu. Alicia akan membuat wanita itu mengerti. Posisi wanita itu yang sebenarnya di sisi Mikail.
"Apa yang di katakan oleh dokter?" Pertanyaan Mikail membangunkan Alicia dari lamunannya.
Wanita itu menoleh dan menjawab dengan senyuman, "Tidak ada yang serius. Hanya kontraksi palsu."
Mikail hanya manggut- manggut.
Alicia kemudian maju ke arah Megan, mengulurkan tangannya pada wanita itu. "Maaf terlambat mengucapkannya. Selamat untuk pernikahan kalian."
Megan dan Jelita saling pandang, dan Megan membalas uluran tangan tersebut. "Terima kasih, Alicia."
Alicia dan Mikail pun pulang lebih dulu, sedangkan Jelita terpaksa menemani Megan yang bersikeras ingin melihat keadaan Nicholas. Dan bantuan yang di inginkan Megan kali ini tidak tanggung- tanggung, wanita itu menukar pakaiannya dengan gaun perngantin yang di pakainya.
"Ini benar- benar konyol, Megan." Jelita mematut dirinya di depan cermin wastafel. Di tambah buket bunga yang diberikan oleh Megan, jelas ia menjadi pengantin tanpa pasangan.
"Aku akan kembali dengan cepat. Aku pergi sekarang." Megan setengah berlari keluar toilet. Dan dengan sedikit petunjuk dari resepsionis, Megan menemukan ruang perawatan Nicholas dengan cepat.
Megan mengetuk pintu di hadapannya dan mendorongnya terbuka. Saat ia melangkah masuk, sepasang paruh baya tengah berdiri di samping ranjang pasien. Dan pandangannya seketika bertemu dengan Nicholas. Yang berbaring dengan perban menempal di kepala, lengan , dan ...
Plaakkkk... satu tamparan mendarat di pipi Megan. Kepala wanita itu berputar ke samping dengan gerakan yang keras. Ia masih sibuk mengamati luka di tubuh Nicholas hingga tak menyadari seorang wanita paruh baya yang datang ke arahnya dengan raut dipenuhi amarah.
"Megan Ailee?" dengusan mengejek itu begitu kental, dengan kemarahan dan kebencian yang bercampur jadi satu.
Telapak tangan Megan menyentuh pipinya yang serasa dibakar oleh tamparan tersebut. Dan ia yakin seluruh wajahnya memerah.
"Beraninya kau datang ke sini? Setelah apa yang kau lakukan pada putraku? Lihatlah, kau menghancurkan hidupnya." Wanita paruh baya itu menunjuk ke arah kaki Nicholas yang dipasang gips. "Keluar kau!"
Tangisan Megan jatuh, membanjiri seluruh wajah wanita itu. Dan hanya rentetan kalimat maaflah satu- satunya kata yang keluar dari mulutnya yang bergetar oleh isak tangis.
Megan hanya bisa menerima segala makian yang dilontarkan mama Nicholas padanya. Sedangkan Nicholas, pria itu membuang wajahnya. Dengan ekspresi datar dan tanpa emosi, satu- satunya hal yang di dengarnya hanyalah permohonan maaf Megan. Yang sama sekali tidak memperbaiki apa pun. Tidak mengembalikan apa pun.
Langkah Megan terseok di sepanjang lorong. Kaki Nicholas patah dan pria itu tak akan bisa menggunakan kakinya dengan normal selama berbulan-bulan. Rasa bersalah memenuhi dada Megan hingga terasa begitu sesak. Dan ia benar- benar tak tahu apa yang akan dilakukannya. Kenapa semuanya menjadi begitu rumit sekarang.
***
Megan kembali ke apartemennya ketika hari sudah menjelang malam. Ia langsung membersihkan diri dan mengemas semua pakaian- pakaiannya ke dalam koper karena Mikail sudah memperingatkan kalau seseorang akan membawakan barang- barangnya esok pagi- pagi sekali.
Megan sudah memprotes kenapa begitu terburu. Tetapi lagi- lagi alasan yang di gunakan oleh Mikail tak bisa wanita itu tolak. Kiano. Seolah pria itu memang tahu kelemahannya.
Jelita datang di tengah-tengah kesibukannya. Menatap sebagian koper- koper yang sudah penuh. Tetapi lebih banyak barang yang belum di masukkannya. Dan ... ada satu hal yang belum di bicarakannya dengan wanita itu. Yang seperti sudah Megan perkirakan reaksi wanita itu.
Kedua mata membelalak lebar dan melotot sempurna kepadanya. Menyemburkan kalimat penuh keterkejutan.
"Apa? Kau akan berhenti?" Mata Jelita benar-benar nyaris melompat keluar. Menghampiri Megan yang tengah mengeluarkan beberapa pakaian dari dalam lemari. "Kenapa kau harus berhenti?"
"Aku harus melakukannya."
"Karena Mikail?"
Megan tak menjawab.
"Seharusnya kau mempertimbangkan keputusanmu menikah dengannya, Megan.
"Kau tahu dengan siapa kita berurusan. Mikail Matteo." Kedua pundak Megan turun. "Aku tak menyesali keputusanku, Jelita. Aku tak menyukainya, tapi... aku yakin Mikail lebih tahu apa yang diinginkan Kiano dariku. Aku hanya perlu menurutinya, kan?"
Mulut Jelita kembali terkatup. Menatap dalam-dalam keputusan yang bulat di kedua mata Megan meski wanita itu tak menyukainya. Seolah kaki dan tangan wanita itu dipatahkan, tetapi hanya itu satu-satunya cara wanita itu bisa kembali hidup. Pandangan Jelita turun, menatap beberapa saat perban yang masih melilit pergelangan tangan Megan. "Aku akan mengurusnya."
"Terima kasih, Jelita."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top