Part 69

Bukan hanya satu perkara yang didatangi Celia dalam persidangan. Melibatkan Flora dan Ximon, membuat dirinya sangat sibuk keluar-masuk ruang sidang dengan kasus berbeda. Selama tiga bulanan ini, bukan waktu yang cepat untuk dirinya menanti sebuah keputusan yang masih menjadi rahasia. Sedangkan, kasus Heigar sudah sepenuhnya diambil alih oleh Lembaga Pemberantasan Narkotika.

Kata Harden, dalam penyelidikan besar-besaran yang dilakukan LPB, mulai mendapati titik terang barang bukti obat-obatan terlarang milik Heigar, yang bekerja sama dengan Felix Cooper dalam penyeludupan antar negara. Bukti tersebut semakin menguatkan bahwa kasus yang menimpa Felix Cooper sangatlah berat.

Dan saat ini, di dalam ruang sidang yang sakral, suara tegas dari ketua hakim yang sedang membacakan rangkuman kesalahan-kesalahan para terdakwa terasa begitu mencekam. Setiap kata yang terucap, bak hunusan tajam yang menusuk dada para terdakwa.

Lima terdakwa itu terdiam. Wajah angkuh yang biasanya diperlihatkan ke lawan, kini berganti wajah muram yang menandakan kepanikan. Tidak ada lagi yang menyunggingkan senyum jumawa. Duduk diam dengan kepala menunduk, masing-masing sibuk memilin jemari sembari memikirkan nasib yang sebentar lagi akan berakhir.

Sesekali kelima terdakwa itu terpejam saat ketua hakim membacakan pasal-pasal beserta hukuman yang pantas untuk diterima. Terlebih kepada Ellena, Gracie, dan Felix yang memiliki pasal berlapis. Kuasa hukum sulit untuk menolong. Mereka kalah dalam permohonan. Semua bukti yang diserahkan dari penggugat cukup valid. Kesaksian bukan hanya satu orang, yang semakin memperkuat permohonan.

Ketegangan. Detak jantung yang terus terpompa cepat. Cemas dan panik. Menjadi saksi ketakutan para terdakwa. Wajah pucat-pasi yang dipertontonkan menandakan darah enggan mengalir dari arteri. Kelimanya terlihat sangat pasrah kali ini.

Sementara, di tempat duduk penggugat, Celia tak hentinya melangitkan doa dengan kedua tangan menangkup mulut. Nick yang duduk tenang di sampingnya, juga tak lepas dari doa khusuk yang terus dirapalkan. Keduanya, bahkan para pengunjung yang ikut menunggu keputusan hakim, sangat berharap mendengar kabar baik yang memuaskan hari ini.

"Dengan ini, saya menyatakan bahwa ...."

Tegasnya suara itu membuat suasana ruangan menjadi lebih mencengkam. Bukan dirinya yang akan mendapat vonis, tetapi Celia merasakan jantung berdebar kencang dan semakin nyes-nyesan. Tarikan napasnya yang panjang berhasil menyita perhatian Nick.

Lelaki itu membuka telapak tangan kirinya di atas paha Celia yang langsung mendapat perhatian. Dengan segera, Celia menyatukan telapak tangan kanannya, lantas jemari saling bertautan erat untuk menyalurkan kekuatan.

"Terdakwa Herlina Syakieb, mendapat vonis hukuman tujuh tahun penjara. Terdakwa Erick Abraham, mendapat vonis hukuman lima belas tahun penjara. Terdakwa Ellena Widjaya, mendapat vonis hukuman seumur hidup. Terdakwa Felix Cooper dan Gracie Cooper, mendapat vonis hukuman mati. Sidang ... kami tutup." Sang ketua hakim mengetukkan palunya tiga kali, tanda sidang benar-benar telah dan tidak ada lanjutan.

Sorak-sorai kelegaan dan kebahagiaan dari pihak penggugat, serta tangis kesedihan dari para terdakwa yang telah sah menjadi tersangka, memenuhi ruangan sidang yang mencekam menjadi ramai seketika.

Nick dan Celia langsung berpelukan dan sangat erat. Bulir bening tak terbendung lagi yang langsung mengalir deras menemani senyum bahagianya.

"Nick, kita menang. Kita menang," ucap Celia, diiringi kekehan lirih. "Mereka pantas mendapatkan itu." Yang paling memuaskan tentu hukuman yang diterima Ellena, Gracie, dan Felix. Meskipun Erick hanya mendapat hukuman lima belas tahun penjara, tapi itu sudah cukup memuaskan.

"Kita bisa hidup bahagia sekarang, Sayang. Seperti yang sudah kujanjikan, aku akan selalu membuatmu bahagia. Aku tidak akan membiarkan orang lain menyakitimu lagi." Nick mengecup kepala Celia dalam-dalam dan lama. Tidak menghiraukan kepada para terdakwa yang menyerukan caci makian saat digiring keluar dari tempatnya.

Celia mengurai pelukan. Menangkup wajah Nick seraya mengulas senyum lebar. "Papa, Mama, anak kita, pasti ikut bahagia sekarang melihat pelaku yang sudah menghilangkan nyawa mereka divonis hukuman mati dan seumur hidup."

"Iya." Nick mengangguk cepat.

"Ibu Celia, Pak Nick, selamat atas kemenangan sidangnya. Semoga setelah ini, kalian bisa hidup tenang tanpa ada yang mengincar keselamatan kalian lagi," ucap salah satu advokat, dari kuasa hukum Nick dan Celia.

"Terima kasih, Pak. Terima sudah membantu kami semaksimal ini," balas Nick seraya berjabat tangan.

"Sama-sama, Pak Nick."

Lantas, bergantian dengan Celia yang berjabat tangan. Kemudian, ia berdiri berjabat tangan kepada para tim advokatnya, begitu pun dengan Nick. Anggota keluarga yang sudah menunggunya dengan linangan air mata bahagia, menjadi perhatian Nick dan Celia berikutnya.

Keduanya undur diri dari hadapan para kuasa hukumnya, Garrix turut ikut. Setibanya di hadapan Teresa dan Suci, Celia langsung merengkuh keduanya secara bersamaan sembari tersenyum lebar.

"Makasih selalu ngedukung aku, Ma, Tan. Sekarang aku sudah bisa hidup tenang. Dan mereka sudah mendapat keadilan yang pantas diterima," ucap Celia penuh rasa bahagia dan kelegaan.

"Iya, Sayang. Mama sangat bahagia rasanya. Mama kamu, Papa kamu, dan calon cucu Mama sudah mendapatkan keadilan yang memuaskan." Teresa mengusap lembut rambut hitam legam Celia yang digerai.

"Sekarang sudah tidak ada bayang-bayang ketakutan yang mengikutimu lagi. Karena sebentar lagi, Heigar beserta keluarganya juga akan mendapatkan hukuman yang sama. Semoga saja," lanjut Teresa.

Celia mengangguk semangat. Ia mengurai pelukan. Ditatap kedua perempuan yang sama pentingnya untuk dirinya.

"Sekarang kita pulang."

Kedua perempuan itu mengangguk. Nick yang baru saja bercengkerama dengan Harden dan keluarganya yang lain, menghampiri Celia ketika tangan berjemari lentik itu terulur. Dengan langkahnya yang ringan bak kapas yang melayang dari cangkangnya, beban berat yang selama ini mengekangnya hilang dalam sekejap.

Binar bahagia yang terpancar dari matanya, membuat pasutri muda itu terus mengembangkan senyum lebar. Saat menghadapi jejalan pertanyaan dari para wartawan yang menghadang pun, keduanya membagi rasa bahagianya yang tak terkira, terlihat dari cara Celia menjawab pertanyaan yang sangat ringan di balik ketenangannya.

"Terima kasih untuk kalian semua yang terus mengawal kasus ini sampai selesai. Terima kasih juga untuk dukungan dan doa-doa baiknya yang dikirimkan ke kami," ucap Celia kepada orang-orang yang selama ini terus mendukung dan mendoakannya dari sosial media. Sejak persidangan pertama diselenggarakan, tak hentinya ia mendapat pesan-pesan dan komentar baik di akun sosialnya. Pun dengan Nick, yang mendapat banyak dukungan dari kerabat kerjanya.

Selesai diwawancarai, Nick dan Celia berlalu meninggalkan gedung pengadilan. Tujuannya saat ini ke rumah orang tuanya. Semua sanak keluarga akan berkumpul di sana untuk merayakan kemenangan persidangannya. 

Malam harinya, syukuran kecil-kecilan itu dilangsungkan dengan penuh kehangatan dan kerukunan. Para pelayan beserta koki pribadi telah menyiapkan banyak makanan untuk dihidangkan dengan konsep prasmanan, dan berlokasi di taman belakang rumah Harden untuk mendapatkan udara segar.

Di bawah langit yang menggelap, lampu-lampu surya mulai memancarkan cahaya kekuningan yang terpasang di sela-sela tanaman, tiang-tiang penyangga, dan di berbagai sudut pagar pembatas yang terbuat dari beton. Kehangatan begitu terasa saat mereka saling mengobrol akrab. Evelyn yang dulu sempat ditolak Teresa ketika mendekati sang anak, kini perempuan itu telah diterima dengan tangan terbuka sebagai kerabat dekat. Namun, tetap memiliki syarat, tidak boleh mengganggu hubungan Celia dan Nick kembali.

Riuahan tawa renyah dan ramai dari mulut-mulut mungil di tengah taman lapangan berumput, menjadi perhatian orang-orang dewasa yang berkumpul. Abista terlihat sangat menikmati permainannya bersama para bocah-bocah, termasuk Nathan. Dikejar tak berhenti. Terus berlari mengitari taman. Begitu tertangkap tangan mungil milik Nathan, tawanya meledak sembari menjatuhkan tubuhnya ke rerumputan. Kikikannya menggema saat seluruh tubuh digelitiki jemari-jemari mungil nan menggemaskan itu.

Celia dan Nick yang duduk bersisian, memerhatikannya secara saksama. Ukiran senyum pun mengembang dari kedua sudut bibirnya. Dalam diamnya, Celia membayangkan ada salah satu anaknya berada di sana.

"Mas Abis memang pecinta anak kecil. Enggak heran kalau bisa seakrab dan seasyik itu ngajak mereka bermain," ucap Celia, untuk mengalihkan pemikirannya  soal anak.

"Dan Nathan kelihatan nyaman banget dekat sama Mas Abis. Aku bisa melihat dari pancar matanya, bocah itu sangat bahagia bersama Mas Abis. Seperti merasakan kehangatan dan perhatian dari sosok ayah."

Dari kedatangannya tiga bulan lalu sampai hari ini, Abista memang tidak memiliki niat untuk pulang ke kampung halamannya. Benar-benar menunggu sampai kasus Celia selesai. Terlebih lagi saat Celia menawarinya pekerjaan untuk mengurus toko gerabah yang sempat dibeli waktu lalu, membuat Abista semakin betah tinggal di Jakarta karena tidak menjadi pengangguran. Untuk tempat tidur, lelaki itu memilih tidur di unit apartemen Aiden dan Dante karena tidak ingin mengganggu kenyamanan Celia dan Nick. Sedangkan, Suci tinggal di rumah Teresa atas permintaan sang besan.

"Bagaimana kalau Nathan tahu jika ayahnya seorang kriminal besar dan hidupnya dihabiskan di dalam penjara?"

"Tidak apa-apa. Tapi, tetap diberi pengertian yang bisa dia terima. Untuk sekarang, Alice memang belum memiliki niatan untuk memberitahu Nathan soal ayah kandungnya. Dia akan menunggu waktu yang pas. Mungkin, nunggu sampai usia Nathan lebih dewasa lagi."

Celia mengangguk paham. Benar-benar salut kepada Alice karena tidak membuang Nathan saat masih di dalam kandungan, atau membencinya saat bocah itu sudah di dunia.

"Sayang." Nick menatap Celia. Kuluman senyum menggoda ia perlihatkan ketika Celia menatapnya. Memajukan kepala, mendekatkan bibir ke telinga Celia, ia membisikkan sesuatu.

Celia yang mendengar langsung mengulas senyum sembari menyipitkan mata.

"Ayoo," ajak Nick.

Mendapat anggukan dari sang istri.

Keduanya pun beranjak dari bean bag yang diduduki, lantas meninggalkan taman tanpa berpamitan. Berjalan seraya bergandengan tangan erat-erat, keduanya memasuki rumah. Langkah kakinya yang penuh semangat, membuat ujung dress Celia yang terayun ke segala sisi. Tujuan keduanya adalah kamar. Ada proyek besar yang harus digarap dan lebih menyenangkan tentu saja.

***

Keesokan hari setibanya di kantor, ucapan selamat menyerbu telinga Celia yang berhiaskan anting berlian berdesain panjang. Tak hentinya ucapan-ucapan itu didengarnya dari memasuki lobi. Bahkan, sampai ke lantai sepuluh, selain ucapan selamat, buketan bunga pun menghujani dirinya sampai Aiden dan Dante kesusahan membawanya.

Nick yang berjalan di sisinya terus mengembangkan senyum bahagia, melihat perlakuan para karyawannya yang manis terhadap istrinya.

"Nanti malam kita makan bersama. Evelyn, tolong carikan restoran yang bisa menampung semua karyawan di ruangan ini," perintah Nick.

Langsung mendapat tepukan beserta sorak-sorai gembira dari para karyawan. Jarang-jarang bosnya mengajak makan bersama, kecuali ada acara penting menyangkut perusahaannya. Seperti menang tender, misalnya.

Nick dan Celia masuk ke ruangan. Buket-buket bunga yang dibawa Aiden dan Dante, diletakkan ke meja depan sofa. Ditata rapi oleh Celia agar terlihat menarik.

"Terima kasih, Dante, Aiden," ucap Celia, sebelum kedua bodyguardnya keluar.

"Sama-sama, Nyonya."

Celia masih berdiri di tempat, samping meja. Sambil bersedekap, ia memerhatikan bermacam jenis dan warna bunga yang terlihat menyegarkan mata. Senyumnya mengembang lebar, terpancar raut bahagia di wajahnya. Hari ini, penyambutan hari kebebasannya dari kekangan masalah yang cukup menyiksa dan melelahkan.

"Semoga ini awal dari kebebasan kita dari segala masalah. Dan kedepannya, aku berharap tidak ada yang mengusik hidup kita lagi."

Celia yang mendapat rengkuhan dari belakang serta gelitikan suara Nick yang menyapu telinga kanannya, mengangguk sembari menatap lelaki itu lekat-lekat. Nick baru saja menghampirinya setelah dari meja kerja.

"Iya. Semoga tidak ada lagi yang mengganggu hidup kita."

Keduanya saling beradu tatap. Saling mengukir senyum. Sesaat kemudian, Nick mengecup pipi Celia, lalu beralih mencium bibir dan saling memagut lembut.











Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top