Part 63

Sebelum, aku mau ngucapin Happy New Year untuk semuanya🥳🥳

Semoga di tahun ini, doa-doa dan harapan kita yang belum terkabul, dikabulkan, ya. Harapannya tercapai sesuai keinginan. Aamiin 🥰🥰

**

Celia baru saja bangun di jam delapan pagi ini. Selesai melakukan segala hal ritual wajibnya di kamar mandi setelah bangun tidur, ia memilih berdiri di balkon kamarnya. Pandangannya menelisik ke segala penjuru. Hamparan kebun teh yang terlihat hijau segar, perbukitan yang diisi dengan pohon-pohon rindang tampak hijau gelap dan pekat, langit yang biru cerah, udaranya pun terasa begitu sejuk dan menyegarkan.

'Benar-benar hidup yang harus dinikmati sesantai mungkin di alam bebas ini,' batin Celia seraya mengulas senyum lebar, terpejam, disertai tarikan napas dalam-dalam untuk merasakan pasokan oksigen yang bersih jauh dari polusi.

Begitu merasakan tangan kekar merengkuh pinggang dan mendekap perutnya, Celia langsung membuka mata dan menoleh ke belakang. Terlihat wajah segar suaminya yang baru saja selesai cuci muka. Aroma wangi dari sabun muka dan mint dari pasta gigi, tercium semerbak oleh dirinya.

"Pagi yang indah melihat pemandangan alam yang menyegarkan, ditemani istri yang cantik." Nick mengecup dalam-dalam pipi kanan Celia.

Sementara, perempuan itu menikmati kecupannya sembari menyandarkan kepala ke dada bidang Nick dengan kedua tangan ditumpukkan ke lengan sang suami. "Jadi nostalgia jaman kecil dulu. Kalau pagi suka jalan-jalan di kebun teh, rame-rame, terus kamunya yang paling pendiem. Terus aku jahilin pakai ular mainan yang selalu aku sakuin, terus kamunya marah sama aku. Terus Ellena ngebelain kamu dengan memarahi aku. Terus--."

"Kamu dihukum sama Papa kamu. Disuruh angkat satu kaki sambil ngejewer dua telinga, dan sambil bilang, aku minta maaf, Nick. Aku minta maaf, Nick."

Celia terkekeh mengingatnya. "Terus kamunya yang masih berekspresi datar dan dingin sama aku, tapi kamu juga yang ngasih minum aku pas Papa belum ngasih waktu untuk istirahat."

"Kasihan lihatnya. Tapi, sebel juga."

"Terus ingat gak, pas kita semua sepedaan. Kamu enggak bisa ngayuh sepeda lama-lama karena perutmu selalu kambuh sakit kalau kecapean? Dua Papa kita selalu nyuruh aku buat boncengin kamu. Padahal aku yang lebih kecil dari kalian semua, tapi malah aku yang disuruh boncengin kamu," ucap Celia, penuh binar semangat.

Nick mengangguk. "Ingat. Terus kita jatuh bareng dan selalu yang paling belakang karena kamu enggak kuat boncengin aku lagi. Akhirnya, kita nuntun sepedanya. Dan lagi-lagi, kamu selalu jahil. Ninggalin aku buat dorong sepeda sendiri, lalu sembunyi, terus ngagetin aku kalau sudah dekat."

"Soalnya aku paling suka kalau lihat wajah kamu cemberut. Lucu ngegemesin tahu." Celia terkikik sembari berbalik badan, berganti merengkuh pinggang Nick. "Dan aku selalu dapat plerokan maut dari Ellena."

"Aku tahu. Karena aku selalu memerhatikan kalian berdua."

Celia mendongak, menatap wajah Nick. Ia menyipitkan mata. "Hmmm, diam-diam merhatiin aku ternyata." 

"Karena wajah ceriamu, sikap pecicilanmu, dan cerewetmu, yang selalu bisa menyita perhatianku." Nick mencubit sebelah pipi Celia dengan gemas. Lalu, mengecup bibirnya. "Sekarang malah bisa memilikinya."

Celia semakin mengeratkan dekapan sembari menyandarkan kepala ke dada Nick lagi. Detakan jantung lelaki itu terdengar berirama dan teratur. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat Aiden dan Dante yang sedang lari-lari kecil di taman samping villa yang cukup luas. Rumputnya yang terawat dan tumbuh merata, terlihat sangat hijau nan segar.

"Ayo, jalan-jalan, Nick," ajak Celia sembari menatap wajah Nick lagi. "Aku belum sempat lihat kuda-kuda kamu."

"Oke, let's go." Nick mengurai pelukan. "Ganti pakaian sekalian," pintanya.

**

Nick menggandeng tangan kanan Celia, menyusuri jalanan setapak yang menurun dan berkelok dengan kanan-kirinya kebun teh. Dari tempatnya, terlihat istal berukuran besar, atapnya memiliki warna cokelat tua, berdinding kayu bercat plitur mengkilap, dan terdapat lapangan beratap sebelum memasuki lapangan berumput yang luas.

Keduanya memasuki istal. Aroma khas kuda langsung tercium kuat. Ketukan-ketukan kaki kuda di dalam bilik berjeruji besi bagian depannya, terdengar ramai disertai suara-suara cecap mulutnya yang sedang mengunyah. Sambil berjalan santai di lantai lorong berbatako merah, Celia mengelilingi pandangannya ke sekitar dan terokus ke kayu-kayu penyangga atap yang besar-besar dan kokoh. Cat pliturnya tampak mengkilap dan mencolok. Dilihat dari kondisi istal yang terawat dan bebas dari sarang serangga, ia tahu para penjaga di sana sangat mengutamakan kebersihan dan kenyamanan para kuda-kuda.

Diam-diam menghitung dalam hati, Celia baru tahu istal itu memiliki delapan bilik yang saling berhadapan. Di dalamnya terdapat bermacam jenis kuda, dan kata Nick yang sedari tadi sibuk bercerita tentang kuda-kudanya, kuda itu didatangkan dari berbagai negara.

Lalu, keduanya berhenti di depan bilik terakhir. Di dalamnya terdapat kuda jantan berwarna hitam legam, bertubuh besar, tampak begitu kekar, mengkilap, memiliki rambut yang panjang di tulang leher dan buntutnya.

"Niiick, yang ini paling bagus menurutku," ucap Celia. Mungkin karena dirinya penyuka warna hitam, jadi langsung terpikat dengan kuda warna hitam legam itu, pikirnya.

"Itu kuda Morgan, aku kasih nama Blacky. Kuda yang paling kusuka," balas Nick sambil menyelipkan kedua tangan ke saku celana, tapi tatapan tetap tertuju ke kuda. "Aku menyukainya karena dia memiliki tubuh yang padat, kaki yang kuat, mata yang ekspresif dan tubuh berotot. Terkesan misterius dan terlihat elegan. Seperti yang punya tentu saja." Ia beralih menatap Celia dengan ekspresi membanggakan diri.

Celia manggut-manggut sambil merapatkan bibir. "Guamoool kalau orang Jawa bilang," ucapnya.

"Kuda ini juga memiliki temperamen yang ramah. Dia tidak galak sama orang yang baru dilihatnya. Cukup jinak. Mau masuk? Megang dia?" tawar Nick.

"Boleh." Celia manggut-manggut semangat.

Nick meminta penjaga untuk membukakan pintu bilik yang masih terkunci. Menunggu sesaat, setelah terbuka, keduanya pun masuk.

Blacky yang sudah tahu kedatangan sang tuan langsung bersuara. Begitu Nick mendekat, kepalanya langsung diduselkan ke tubuh Nick.

Nick pun terkekeh melihat sikap manja kudanya. Ia bergegas memeluk kepala kuda itu, mengecup keningnya penuh sayang, lalu dielus-elus penuh kelembutan. "Hello, Boy. Aku datang ke sini. Tidak sendiri lagi sekarang. Tapi, sama perempuan yang sering kuceritakan kepadamu," ucapnya. Ia mengulas senyum kepada kuda itu, lalu mengalihkan perhatian ke Celia yang masih berdiri menjaga jarak.

"Kamu lihat dia. Gadis kecilku yang nakal, dia sudah menjadi perempuan dewasa. Dan sudah menjadi istriku sekarang. Sebelumnya, kamu pasti sangat penasaran dengan wajahnya, 'kan? Karena aku cuma berbagi cerita tanpa memperlihatkan fotonya."

Celia mengulas senyum lebar. Binar bahagia terlihat dari matanya. "Nicky, jadi kamu curhatnya sama kuda selama ini?"

Nick mengangguk. "Kalau sama orang tidak akan aman. Sama kuda, dia lebih menjaga rahasia." Ia melambaikan salah satu tangan kepada Celia. "Sini, Sayang. Kenalan dulu sama Blacky."

Perlahan, Celia melangkah mendekat. Lalu, pelan-pelan juga ia melakukan pendekatan kepada Blacky. Mengusap lembut dari kening ke hidung. Lambat laun, kepala Blacky diduselkan ke Celia sembari mengendus.

"Minta dipeluk, Sayang," ucap Nick.

"Benarkah?"

Nick mengangguk.

Celia bergegas memeluk kepala Blacky, lantas mengecup kening kuda itu. "Kamu kok kayak yang punya aja, sih. Minta dimanja," ucapnya sambil terkekeh.

"Asal jangan ngerebut kamu aja."

Celia langsung tergelak. "Dia gagah, Nick."

"Terus kamu mau sama kuda gitu?"

"Mau lah." Celia sengaja menggodanya. Melihat ekspresi Nick yang lucu, ia tergelak.

"Sama kuda aja cemburu. Dasar cemburuan." Dengan cepat, Celia mencubit perut Nick. Tidak begitu keras.

"Jangan sampai kamu ada kelainan dengan binatang, Sayang."

"Bualungmu ta. Aku isek waras, Nick."

"Akhirnya, bisa dengar kata-kata keramatmu lagi." Nick tergelak. Salah satu tangannya terulur kepala Celia dan mengacak puncak kepalanya.

"Blacky, kamu lihat, dia sangat menggemaskan bukan?" ucap Nick, kepada kudanya.

"Nick, ayo nunggangi kudanya," pinta Celia.

"Nunggangi aku saja, lebih nikmat." Nick memainkan kedua alisnya naik-turun.

"Mesummu iku loooh, emang enggak ada obeng. Makanya aku jadi ketularan."

"Mesum tambah mesum, klop 'kan, Sayang? Sama-sama hyper, sama-sama bisa saling memuaskan, jadi untuk masalah ranjang tidak ada masalah untuk kita."

"Benaar, Suhuu."

"Ada loh, yang istrinya kelelahan karena terus ngelayanin suaminya yang selalu minta tiap hari, terus dia ngelaporin ke polisi."

Mendengarnya, Celia melongo. "Masaa?"

Nick mengangguk. "Jurnalisku mendapatkan berita itu. Sempat disiarkan ke berita juga."

Celia terbahak mendengarnya. Lucu saja melaporkan suaminya ke polisi karena kelelahan ngelayanin di ranjang. Tidak ingin menunda waktu lebih lama, ia meminta Nick mengeluarkan kuda jantannya.

Nick melepas tali kuda, lantas membawanya keluar. Namun, lelaki itu mengikat talinya lagi di jeruji besi. Meninggalkan Celia dan Blacky, ia berlalu menuju ruangan khusus peralatan menunggang kuda. Ia mengambil pelana, tali kekang, dan sanggurdi yang biasa dipasangkan di tubuh gempal Blacky. Kembali bergabung dengan Celia lagi, Nick langsung memasangkan semua peralatannya ke tubuh Blacky.

Celia menunggunya dengan sabar sembari bertanya-tanya banyak hal yang berkaitan dengan kuda. Tidak lama, Nick selesai memasangkan peralatan-peralatan itu, lantas melepas tali dan membawa Blacky keluar dari istal.

"Kita jalan-jalan di kebun teh, ya," pinta Nick.

Celia mengangguk. "Nurut kamu saja."

"Kamu naik dulu." Nick mengulurkan salah satu tangannya ke Celia, sedangkan satu tangannya memegangi tali kekang di kepala Blacky.

"Blacky, maaf, ya." Celia mengusap-usap perut kuda itu, sebelum akhirnya menerima uluran tangan Nick dan kakinya memijak sanggurdi. Dengan cepat ia melompat sambil melangkahkan kaki ke punggung kuda. Lalu, Nick menyusul naik, duduk di belakang dirinya.

***

Heigar hanya tersenyum licik setelah mengetahui siapa yang berurusan dengan dirinya. Bocah bau kencur itu salah besar telah mengusik hidupnya, apalagi sampai menyentuh bisnis gelapnya. Dirinya yang sudah memiliki koneksi kuat dari berbagai sisi secara sembunyi-sembunyi, hukum tidak akan berlaku untuknya. Uang bisa membungkamnya, kecuali barang terlarang itu sudah tertangkap basah ada padanya. Namun, untuk mengelabuhi orang-orang awam yang tak tahu apa-apa tentang bisnisnya, ia tetap akan menjalani penyelidikan sampai batas waktu yang telah ditetapkan selesai.

Sementara, bukti-bukti yang didapatkan Nick, itu hanya bukti mentah. Entah dari siapa anak itu bisa mendapatkan video pengiriman barang terlarangnya di pelabuhan shipping milik Felix. Akan tetapi, selagi barang-barang terlarangnya tidak ditemukan, semua bisa diurus dengan mudah.

"Santai saja. Bilang ke semua harus berhati-hati sekarang," ucap Heigar, kepada Pablo--kuasa hukumnya, yang juga orang kepercayaannya. Sekarang sedang membesuk dirinya di kantor polisi.

"Baik, Tuan."

"Aku rasa, Nick dan istrinya memang sangat berbahaya. Dulu Nick sudah memasukkan Ximon ke penjara, sepertinya dia memang masih dendam dengan anakku karena masa hukuman yang dijalani Ximon berkurang banyak."

"Cukup masuk akal, Tuan. Lalu, dia ingin menghancurkan keluarga Anda dengan mencari bukti dari bisnis gelap Anda. Sebab, Anda masih memiliki hubungan kuat dengan Felix."

Heigar mengangguk menyetujui. Awal mulanya memang dari Felix. Nick dan istrinya yang sudah menjebloskan keluarga Felix ke penjara. Namun, itu urusan personal karena Felix, Gracie, dan Ellena, telah melakukan pembunuhan berencana untuk orang tua Celia.

"Atasi kasus Felix juga. Jangan sampai mereka dihukum berat," pinta Heigar.

"Baik, Tuan."

"Satu lagi, selesaikan Nick dan Celia. Orang tuanya pemilik stasiun televisi swasta, sudah pasti kasusku akan diangkat ke berita utama. Jangan sampai itu terjadi. Kalau mereka masih mengangkatnya ke siaran berita, hancurkan perusahaannya. Paham?"

"Paham, Tuan." Pablo terdiam sesaat. Teringat kasus Flora dan Ximon, ia bertanya, "Lalu, bagaimana dengan Nona Flora dan Tuan Ximon? Mereka memiliki kasus personal dengan Nick dan istrinya. Ada bukti video percakapan antara Nona Flora dan Ximon, yang merencanakan untuk membunuh Celia."

"Untuk cari aman dari bisnisku, biarkan mereka mendapat hukuman untuk menyenangkan hati Nick. Tujuan bocah itu memang ingin menjebloskan anakku ke penjara. Tapi, kamu tahu apa yang harus dilakukan, Pablo."

"Iya, Tuan."

"Kalau sudah tidak ada yang ingin dibicarakan, kamu bisa pergi. Biarkan polisi melakukan penyelidikan terhadapku dan istriku."

Pablo mengangguk, lantas keluar dari ruang besuk. Tidak lama, seorang petugas polisi masuk. Ia mengulas senyum penuh arti kepada Heigar, seolah mengatakan jika semua akan baik-baik saja.










Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top