Part 62
Celia mengajak tiga lelaki itu masuk setelah cukup lama terdiam di teras. Sudah tidak tahan dengan dinginnya udara yang seperti menampari wajah membuat kulitnya serasa kebas, kaku, dan nyeri. Sambil berjalan, Celia yang melingkarkan kedua tangan di pinggang Nick, mendongak menatap wajah lelaki itu. Matanya berkedip-kedip dengan senyum terkulum penuh arti.
"Sayang, aku tahu maksudmu," bisik Nick diiringi kekehan lirih, yang juga merengkuh lengan atas Celia.
Perempuan itu justru membasahi bibir bawah, lalu menggigit ujung bibirnya. Terlihat begitu erotis untuk Nick yang kini hanya terfokus ke bibir istrinya. Sudah tidak sabar untuk ia ingin segera mencecap, melumat, dan menghisap bibir sexy istrinya dengan penuh gairah.
"Kita ke atas sekarang," ajak Nick, bersuara lirih dan parau. Tanpa ba-bi-bu, ia langsung membopong Celia bak koala dengan kedua kaki perempuan itu melingkar di pinggangnya.
"Aiden, Dante, kami ke atas dulu. Sebelum kalian masuk kamar, tolong pastikan semua pintu sudah terkunci," pinta Nick, kepada kedua bodyguardnya sembari mengayunkan kaki menaiki tangga ke lantai atas.
"Baik, Tuan," balas Dante.
Aiden dan Dante sudah paham kedua bosnya akan melakukan apa. Sama-sama nafsuan, pastinya akan berakhir di ranjang. Untuk menghilangkan pikiran yang tidak-tidak tentang mereka, keduanya melakukan pengecekan pintu dan sekitarnya, sebelum akhirnya duduk di depan perapian untuk menghangatkan tubuh. Namun, baru saja duduk, suara keroncongan dari perut Dante yang terdengar keras, langsung menjadi pusat perhatian di tengah keheningan. Keduanya saling pandang, lalu saling bertukar tawa.
"Kalau lapar makan, Dan. Sudah disediain banyak makanan juga sama bos," tegur Aiden.
"Bikin mie saja, ayo. Kamu juga pasti lapar, 'kan?" ajak Dante sambil berdecak, mendesah.
"Ayolah! Gaas!"
Keduanya beranjak lagi dari duduknya. Lantas, menuju dapur bersih yang menyatu dengan ruang perapian dan berkutat di sana untuk menyiapkan makanannya. Sore tadi, penjaga villa sudah membawakan banyak makanan dan camilan sebagai persediaan selama tinggal di villa tersebut.
Sementara, di kamar yang biasa Nick tiduri, sepasang suami-istri itu masih saling mencumbu satu sama lain untuk merayakan kemenangannya dari Ximon dan orang-orang jahat lainnya. Satu per satu beban seolah tertarik keluar dari setiap tulang-tulangnya.
"Kita bisa hidup tenang sekarang. Sudah tidak ada yang mengganggu kita lagi," ucap Nick, lantas menciumi leher samping Celia yang kini masih ditahan di balik pintu.
Kedua tangan lelaki itu sibuk melepaskan jaket kulit yang dipakai Celia, membiarkannya terjatuh ke lantai. Lalu, tangannya beralih menyusup masuk ke balik kaus putih sang istri yang pas body. Sembari bergerak lembut meraba kulit punggung perempuan itu, bibir yang mengecupi leher Celia merambat naik ke rahang, lantas terhenti di bibir.
Nick menghisapnya perlahan, penuh gairah, dan kelembutan. Ia menyusupkan lidah ke sela bibir Celia yang ternganga, mengabseni gigi-gigi perempuan itu. Kemudian, ia mendesakkan lidahnya lagi. Bertemu dengan lidah Celia dan saling membelitkan.
Celia terpejam dan tampak pasrah. Gairahnya sama-sama telah di puncak. Jika tangan Nick sibuk meraba kulit punggungnya, melepas tautan tali bra, lalu tangan itu merambat ke dada dan meremasnya lembut di sana. Salah tangan dirinya sibuk meremas lembut rambut Nick, sedangkan satu tangannya lagi sibuk meraba punggung lelaki itu yang kencang dan berotot, lantas merembet ke dada dan perut sixpack Nick yang sudah tak terbungkus sehelai benang pun.
Keduanya melepas ciuman saat merasakan pasokan oksigen mulai menipis. Napasnya sama-sama memburu, dada naik-turun. Tepat itu juga Nick menarik kaus Celia ke atas, membuat bra yang sudah tak terikat ikut terlepas. Kaus dijatuhkan begitu saja, dan sekarang keduanya sama-sama telah bertelanjang dada.
Nick mengangkat tubuh Celia, membopongnya bak koala dan masih berdiri di tempat yang sama, di balik pintu dengan tubuh Celia menempel daun pintu tersebut.
"Kita harus merayakan kemenangan kita hari ini," ucap Nick, bersuara parau.
Celia manggut-manggut seraya mengulas senyum lebar. "Kita harus bahagia sekarang. Sudah bisa hidup normal tanpa dikejar-kejar orang lagi," balasnya, dengan salah satu tangan membelai lembut rambut Nick, dan satu tangannya lagi melingkar di tengkuk lelaki itu.
"Apa kamu sudah siap untuk hamil lagi sekarang?" Nick menatap lekat mata Celia, agak mendongak karena tinggi kepala tidak sejajar.
Celia mengangguk pasti. "Iya, Sayang."
Detik itu juga Nick memainkan lidahnya ke dada Celia, membuat perempuan itu langsung meliukkan tubuh dan semakin membusungkan dada saat merasakan sensasi dalam tubuhnya bak tersengat listrik, gelenyarannya merambat ke perut serasa berputar-putar di sana.
Nick mulai mengayunkan kaki dari balik pintu, membawa istrinya ke ranjang dan merebahkan di sana. Sebelum melucuti sisa pakaian yang menutupi bagian bawah tubuhnya, ia membantu istrinya terlebih dulu untuk menanggalkan sepatu, celana jeans, dan celana dalamnya.
"Semoga tidak ada halangan apa pun lagi dan tidak ada bahaya yang mengincarmu lagi," ucap Nick sambil menindih tubuh istrinya. Ia mendesakkan miliknya.
Celia mendesah. Keduanya tangannya yang melingkar di punggung lelaki itu mencengkeram erat kulit punggungnya yang kencang dan berotot. Beban berat tubuhnya yang menindih pun semakin berasa.
"Aku pingin punya anak lagi. Aku pingin ngerasain jadi orang tua, Sayang," balas Celia.
Nick masih terdiam. Ditatapnya lekat-lekat wajah istrinya penuh rasa cinta dan sayang. "Sekarang anak kita pasti akan tumbuh selamat dan sehat di dalam rahimmu, sampai dia bisa keluar dan menatap wajah cantik Mamanya." Ia mulai bergerak perlahan. "Dan aku akan memberitahu dia, menceritakan kepadanya, betapa beruntungnya dia memiliki Mama hebat sepertimu."
Nick mengecup kening dan pipi kiri Celia dalam-dalam. Sesaat kemudian, menatap wajah Celia kembali.
"Dan aku akan memberitahu dia, kalau dia memiliki Papa yang juga sama hebatnya dan bertanggung jawab. Penuh kasih sayang dan cinta. Suka membantu dan menolong orang." Celia mengecup bibir Nick, berubah menjadi ciuman dan melumatnya lembut.
"Kita jadikan baby sekarang," ucap Nick, setelah Celia melepaskan ciuman.
Perempuan itu mengangguk mantap. "Iya, Sayang. Tepat dua hari lagi sebenarnya sudah waktunya aku memperpanjang suntik KB yang per bulan."
"Jangan diperpanjang lagi," pinta Nick bersuara parau.
Celia menggeleng. "Tidak." Ia mendekatkan mulutnya ke telinga Nick dan membisikkan sesuatu.
Nick terkekeh mendengarnya, tapi ia mengabulkan permintaan sang istri--menambah ritme gerakannya.
**
Bukan Celia dan Nick jika melakukan aktivitas intimnya sangat cepat. Sebelum sama-sama terpuaskan, keduanya masih berlanjut dan akan berhenti setelah benar-benar lelah. Lalu, akan berakhir dengan keduanya tertidur sangat lelap.
Namun malam ini, setelah beraktivitas yang cukup menguras tenaga dan selesai membersihkan diri--Nick dan Celia yang sudah rebahan di ranjang siap untuk tidur--langsung saling pandang saat mendengar suara keroncongan dari perutnya masing-masing. Di tengah keremangan cahaya dari lampu tidur, keduanya terkekeh karena cacing-cacing di perutnya terus menggedori usus--minta asupan makanan.
"Bikin mie instan saja ayo, Nick," ajak Celia, sudah tidak bisa menahan laparnya.
Nick mengambil ponsel yang tergeletak di atas nakas. Ponsel itu dinyalakan, layar kunci berwallpaper foto pernikahan adat Jawa dirinya dan Celia langsung terpampang. Tapi, fokus tatapannya ke angka waktu yang menunjukkan pukul 02.15.
"Tapi, sudah jam dua lebih," balas Nick.
"Tidak apa-apa. Daripada enggak bisa tidur. Kita juga belum makan malam tadi, 'kan?"
Nick membenarkan ucapan istrinya. Kasihan juga jika Celia harus menahan lapar sepanjang, apalagi baru saja digempur habis-habisan oleh dirinya. Lantas, ia mengangguk. "Baiklah. Ayo."
Keduanya menyibak selimut yang sudah membungkus tubuhnya sampai dada. Beranjak turun dari ranjang, kaus oblong milik Nick yang dipakai Celia langsung terlihat seperti daster yang menenggelamkan pantat perempuan itu karena panjangnya sampai setengah paha. Panjang lengannya pun hampir sesiku.
Keduanya mengayunkan kaki menuju pintu, lantas keluar.
"Nick, bopong," pinta Celia sambil mengulurkan kedua tangan, masih berdiri di depan pintu. "Sudah enggak kuat jalan," ucapnya pura-pura. Padahal hanya ingin minta dibopong saja.
"Belakang saja," pinta Celia, saat Nick akan mengangkatnya ala bridal.
Lelaki itu menurut. Ia agak membungkuk, sedangkan Celia langsung melompat ke punggungnya dan melingkarkan kedua tangan di lehernya. Sesaat kemudian, kaki panjangnya terayun menuju tangga dan menuruninya.
Kondisi di lantai bawah sudah sepi. Semua lampu ruangan padam, kecuali dari arah ruang perapian yang masih memperlihatkan cahaya remang-remang. Begitu kaki menginjak lantai bawah, Nick dan Celia melihat Aiden dan Dante terlelap di depan perapian dengan tubuh terbungkus selimut, dan beralaskan kasur lipat. Padahal mereka sudah meminta bodyguardnya untuk tidur di kamar.
Nick menyalakan lampu dapur bersih. Cahayanya yang terang berhasil membangunkan Aiden dan Dante, yang sudah terlatih siaga dengan kondisi genting. Kedua lelaki itu beranjak bangun dan duduk. Pandangan langsung tertuju ke sumber cahaya.
"Tuan, Nyonya," panggil Dante bersuara parau, melihat kedua bosnya di dapur bersih.
"Dante, Aiden, maaf sudah ganggu tidur kalian. Aku sama Nick kelaparan, jadi mau bikin mie instan," ucap Celia, yang sudah turun dari gendongan Nick. "Kalian mau makan juga? Aku buatin sekalian," tawarnya.
Kedua lelaki itu mengulas senyum seraya menggeleng.
"Tidak. Terima kasih tawarannya, Nyonya. Tadi kami sudah makan sebelum tidur," balas Aiden.
"Oooh, oke." Celia manggut-manggut. "Kalian pindah ke kamar saja. Nanti tidak bisa tidur dengan suara keributan di sini."
"Iya, Dante, Aiden. Tidur di kamar saja." Nick menimpali.
"Tidak apa-apa, Tuan, Nyonya. Kami tidur di sini saja. Di kamar malah dingin, di sini masih mending ada penghangat dari perapian. Sekalian berjaga," balas Dante.
Nick dan Celia mengangguk kompak.
"Oke. Senyamannya kalian saja. Tapi, maaf kalau agak terganggu, ya." Celia meringis.
"Iya, Nyonya. Tidak apa-apa." Dante mengangguk.
"Ya sudah. Lanjutin tidur lagi. Kami mau bikin mie dulu," pinta Celia.
Aiden dan Dante mengangguk, lantas merebahkan diri dan mencoba terpejam kembali.
Celia mengambil panci di bawah meja konter secara hati-hati, lalu menyalakan keran dan mendekatkan panci ke ujung keran agar gemericik air tidak terdengar begitu berisik. Ia membilas panci, kemudian mengisi air baru untuk masak.
Beralih ke kompor, Celia juga sangat hati-hati saat memutar kenop kompor untuk menyalakan api. Namun, suara trek tek tek dari api yang menyala terdengar jelas di tengah keheningan dan kesunyian malam di villa.
"Sayang, mau bikin berapa bungkus? Mau yang kuah apa yang goreng?" tanya Nick, bersuara rendah sambil membuka lemari dapur bagian atas. Di dalamnya terdapat tumpukan mie instan dengan berbagai rasa.
Celia mendekati Nick, berdiri tanpa jarak dengan lelaki itu. Ia mendongak untuk melihat dalam lemari. "Yang kuah saja, ya. Tiga bungkus kebanyakan gak? Tapi, kalau dua kayaknya dikit. Soalnya bungkusnya kecil-kecil," balasnya sambil menatap Nick.
"Tiga saja kalau gitu, ya."
Celia mengangguk. "Mau pedes gak? Kurang enak kalau enggak dikasih cabe soalnya. Dikasih potongan bawang merah sama timun juga makin sedap."
"Terserah kamu saja. Tapi, jangan terlalu pedes," sahut Nick.
"Oke. Kamu yang urus mie-nya, ya. Aku yang motongin cabe, bawang merah, sama timunnya."
Nick menyetujui. Ia bergegas menuju kompor, sedangkan Celia mencari bahan-bahan yang diinginkan di dalam kulkas. Penjaga villa hanya membawakan bahan-bahan makanan sederhana, sesuai permintaan dirinya.
"Nicky, jadiin satu mangkuk saja," pinta Celia bersuara lirih.
Nick yang sedang menggunting bungkus mie instan, mengangguk. Tidak lama, ia melihat air di dalam panci, mendidih. Lantas, satu per satu mie ia masukkan. Sembari menunggu mie-nya masak, Nick menuang bumbu-bumbunya ke mangkuk berukuran besar.
Celia sendiri sibuk memotongi cabai, bawang merah, dan timun kyuri. Matanya berkaca-kaca efek dari memotong bawang merah.
"Kenapa nangis?" tanya Nick, saat mendengar Celia terisak.
"Bawang merahnya jahat."
"Ooh. Yang baik 'kan, bawang putih." Nick terkekeh lirih sembari meniriskan mie dari panci, dipindahkan ke mangkuk yang sudah diberi bumbu.
"Padahal cabai yang kelihatan galak." Celia masih terisak. Matanya masih terasa pedas, membuat air matanya terus meluruh serta ingus yang terus keluar. Dan ia menggunakan lengan kaus untuk dijadikan lap wajahnya.
"Dia masih pandai menyembunyikan jati dirinya." Nick membuang bekas air rebusan mie, lalu mengganti air baru dan merebusnya kembali untuk dijadikan kuah.
Celia menghampiri lantas menuang semua irisan bawang merah dan cabai ke mangkuk mie, meninggalkan potongan timun di telenan. Sebab, akan ia jadikan toping nanti. "Kasih telur, ya."
"Dua."
"Telurmu dua." Celia terkikik lirih sembari berlalu menuju kulkas, lantas mengambil dua telur.
"Loooh, nanti tidak bisa memproduksi calon anak kita," celetuk Nick.
Celia menghampiri Nick lagi, memeluknya dengan kedua tangan masih menggenggam telur. Dan Nick langsung melingkarkan kedua lengan kekarnya di leher sang istri.
"Bercanda, Sayang," ucap Celia seraya mendongak dengan senyum terkulum.
Nick mengecup kening istrinya penuh sayang, lalu beralih mengecup bibirnya.
"Nanti aku enggak bisa ena-ena sama suamiku," lanjut Celia.
Nick mengulas senyum lebar. Pandangan teralihkan ke panci saat melihat air mendidih. "Masukin telurnya."
Celia mengangguk. Ia mengurai pelukan, berdiri di depan Nick dan memunggungi. Sedangkan, lelaki itu melingkarkan kedua tangan di perutnya dengan dagu ditumpukan ke bahu kanan Celia.
Sebelum memecahkan telur, Celia masih bermain-main lagi. Ia menjejerkan kedua telur yang masih tergenggam, lalu menerawangnya. "Punyamu sebesar ini." Ia tergelak lirih, geli sendiri dengan ucapannya.
Nick yang tercengang dengan ucapan Celia, langsung menggigit pipi perempuan itu saking gemasnya. "Makin lama, mesumnya makin nambah bocah nakalku ini. Dulu saja malu-malu dan tidak mau tersentuh."
"Orang sudah diajarin mesum sama suami. Tapi, aku bisa mesumnya cuma sama suami sendiri. Enggak ke laki-laki lain. Jadi, aman," balas Celia sambil memecahkan satu per satu telur, tepat di atas air mendidih.
"Berani mesum sama orang lain, laki-lakinya mati dulu. Baru kamu dihukum. Paham?"
"Paham, Pak Nick." Celia mengangguk. Kecupan singkat dengan gerakan cepat, ia daratkan ke pipi kiri Nick.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top