Part 51

Rambut Ellena sudah ia dapatkan. Selain itu, ia juga sudah terbebas dari penguntit yang sedari tadi mengikutinya. Namun, setibanya ia di kantor, seorang karyawannya tiba-tiba masuk ke ruangannya dan memberikan sebuah video obrolan.

"Awalnya saya tidak paham apa yang mereka bicarakan, Pak. Tapi, saat saya mendengar nama Anda dan Celia diucapkan, saya jadi paham jika mereka sedang merencanakan hal jahat untuk Anda dan Celia," jelas sang karyawan.

Nick mendengarkan sembari menonton videonya. Sangat terkejut melihat orang terdekatnya melakukan rencana licik itu. Lantas, ia mengangguk. "Bisa kirimkan ke saya?" pintanya sambil menyerahkan ponsel ke sang pemilik.

"Bisa, Pak. Saya kirim sekarang." Karyawan itu mengangguk patuh. Dengan cepat, ia pun mencari kontak Nick, lantas mengirim video tersebut. "Sudah, Pak," ucapnya.

Tidak lama terdengar bunyi denting pesan dari ponsel Nick. Lelaki itu mengeceknya, video kiriman dari sang karyawan telah masuk. "Sudah masuk. Terima kasih, ya."

"Iya, Pak. Tapi, tolong jangan bawa-bawa nama saya kalau Anda menegur orang tersebut, ya, Pak," pinta sang karyawan.

Dan mendapat anggukan mengerti dari Nick. "Tentu. Kamu akan aman. Saya tidak akan melibatkan kamu."

"Terima kasih, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu."

Nick manggut-manggut. Lantas, mempersilakan karyawannya keluar ruangan sembari diberi senyuman simpul.

Sepeninggal karyawan tersebut, Nick terdiam. Otak mulai merancang rencana. Ia harus memiliki gebrakan kuat untuk mengecoh pikiran lawan. Setelah menemukan ide yang cukup bagus, ia langsung menelepon Dante. Ia menanyakan kabar Celia. Kemudian, memberitahu rencananya yang harus dilakukan, dan memintanya untuk memberitahu Celia.

***

"Nyonya sudah keluar." Aiden memberitahu Dante yang sedang sibuk mengangkat telepon dari Nick.

"Nanti akan kami beritahu Nyonya, Tuan. Nyonya baru keluar dari rumah target."

"Oke. Ikuti dia."

"Baik, Tuan."

Sambungan telepon terputus dari seberang. Aiden pun segera melajukan mobilnya, memberi jarak cukup jauh dari Celia. Sambil menyetir, lelaki itu terus mengawasi belakang dari spion. Takut ada yang mengikuti. Pun dengan Dante. Tidak lama, motor Celia memasuki jalan raya. Aiden terus mengikuti ke mana arahnya. Cukup lama mereka berkendara menyusuri jalan raya, kemudian Celia membelokkan motor ke kafe pinggir jalan. Aiden mengikuti. Lalu, keduanya sama-sama memarkirkan kendaraannya saling bersisihan.

"Cari tempat yang aman untuk kita bicara," pinta Celia, yang baru turun dari motornya tanpa melepas helm.

"Siap, Nyonya," balas Dante, yang keluar mobil lebih dulu. Lantas, ia segera memasuki kafe. Pandangan mengelilingi sekitar, mencari tempat yang aman. Melihat ada meja di pojokan kosong, ia langsung berjalan ke arah sana dan duduk. Tidak lama, Celia dan Aiden masuk. Langsung menghampirinya.

"Ada informasi dari Tuan yang akan kami beritahu untuk Anda, Nyonya," ucap Dante.

Celia tidak melepas kupluk ninjanya, hanya melepas helm saja. "Apa?" tanyanya.

Dante menceritakan. Celia pun mendengarkannya secara saksama, lalu mengangguk paham.

"Aku telepon suamiku dulu. Kalian pesan makanan dulu saja," pinta Celia seraya mengambil ponsel dalam saku jaket.

Sementara, Aiden dan Dante melihat-lihat menu makanan pada buku menu yang tersedia di meja.

"Nyonya, Anda mau pesan apa?" tanya Aiden.

"Jus jeruk saja. Aku baru makan di tempat orang itu," jawab Celia, yang membuat kedua bodyguardnya saling pandang.

Bingung dan bertanya-tanya.

"Nanti kuceritakan," ucap Celia, memecahkan rasa penasaran keduanya. Kemudian, ia terfokus pada suara suaminya di seberang sana. Tidak puas hanya mendengar suara, ia pun beralih melakukan video call.

"Aku lagi di kafe. Ngambil napas bentar," adu Celia, setelah Nick menerima video call darinya.

"Bagaimana tadi?"

"Lancar. Lihat apa yang aku dapatkan." Celia mengambil plastik zip dari kantong jaketnya, lantas memperlihatkan ke Nick sambil tersenyum puas. "Rambut Felix sama Gracie."

Nick tampak terperangah di seberang sana. "Sayang, kenapa bisa? Bagaimana caranya? Kok kamu bisa dengan mudah mendapatkan rambutnya?"

"Panjang ceritanya. Nanti aku ceritain di apartemen saja, ada rencana lain yang harus kita kerjakan. Ini baru permulaan." Celia menyimpan plastik zip ke saku jaketnya lagi.

"Oke, oke." Nick mengangguk. "Dante sudah ngasih tahu kamu?"

Celia manggut-manggut.

"Aku kirim videonya biar kamu percaya."

"Oke." Sambil menunggu Nick mengirim video dan terdiam, Celia mengamati sekitar. Aiden sedang memesan makanan, mendatangi kasir. Di hadapannya, Dante.

"Sudah masuk. Kamu bisa melihatnya."

Mendengar suara Nick lagi, Celia bergegas mengecek pesan dari Nick yang mengirim video. Lantas, memutarnya. Bersama Dante, ia menonton video tersebut. Terkejut bukan main melihatnya. Tidak lama, Aiden bergabung setelah selesai memesan makanan dan ikut menonton.

"Gilaaa! Nick, ini beneran dia? Sama Ximon? Jadi itu wajahnya si Ximon-Ximon itu?"

"Iya. Ada karyawan yang memergoki percakapannya, tapi tidak disadari sama dia. Terus karyawan ini berinisiatif merekam dan memberikan videonya kepadaku tadi."

Celia menggeleng tak percaya. Lalu , menghadapkan ponsel ke dirinya sendiri. "Sumpah, Nick. Aku kaget dia bisa berbuat setega ini sama kita. Tapi, Ximon lumayan cakep, sih. Makanya Nathan juga cakep."

"Ck! Kamu itu fokusnya malah ke cakepnya dia. Masih cakepan aku lah." Nick mendesah kesal. Terlihat sekali rasa cemburunya dari raut wajah yang ditekuk.

Celia tergelak renyah. "Bercanda, Sayang. Tentu saja bojoku yang paling cakep."

"Aku punya rencana yang harus kamu lakukan." Nick mengalihkan pembicaraan ke topik utama.

"Apa itu?"

Nick memberitahu rencananya. Celia mendengarkan sambil meresapi, otak pun mulai bekerja merancang rencana dari Nick.

"Oke. Aku paham. Tunggu aku ke sana."

"Oke. Kalau gitu, kalian lanjut makan dulu. Aku ada meeting sama HD Entertainment. Mau bahas film baru."

"Oke, Sayang. Bye-bye, eemuaach." Celia melambaikan tangan seraya memberi kecupan, juga mengulas manis.

"Sepertinya ini bisa dijadikan umpan untuk menjebak Ximon." Celia manggut-manggut sambil menyunggingkan sebelah sudut bibirnya.

"Tetap harus hati-hati, Nyonya," peringat Dante.

"Iya." Celia mengangguk. "Aku butuh latihan fisik lagi, biar otot-ototku kembali teratur. Tendangan, pukulan, sepertinya kita bisa latihan di tempat gym perusahaan. Setelah ini, kita ke toko pakaian sport. Aku ingin membeli pakaian olahraga, untuk Nick juga. Nanti kalian bawain ke tempat gym, ya, saat aku ketemu Nick."

"Loh, Nyonya, Anda bisa bela diri?" tanya Aiden terkejut.

"Pencak silat." Dari balik kupluk ninjanya, Celia tersenyum lebar.

"Pantas saja tidak ada takut-takutnya dan kuat," puji Aiden.

"Tapi, aku masih gagal menjaga anakku." Suara Celia terdengar rendah.

"Itu bukan kesalahan Anda, Nyonya. Sekuat apa pun orangnya kalau berada di posisi Anda saat itu, pasti juga akan kalah. Apalagi mereka juga menggunakan kelemahan Anda." Dante berusaha memberi semangat.

Celia mengangguk. "Benar. Tapi, sekarang aku sudah mulai berani melawan traumaku terhadap kecelakaan dan sirine ambulance. Setiap hari Nick selalu ngasih tontonan aku seperti itu. Lumayan ngaruh dan lebih baik."

"Tuan Nick selalu ingin yang terbaik buat Anda. Saya tahu itu."

"Iyaa." Mendengar nama Nick, perasaan Celia terasa begitu berbunga-bunga.

Obrolan pun terhenti saat kedatangan seorang waiters perempuan mengantar makanan. Mereka mengubah topik obrolan ringan, mengenai masalah kehidupan sehari-hari.

***

Celia tiba di kantor Nick siang harinya. Sambil berjalan menyusuri lobi, ia belum melepas helm dengan visor yang terbuka. Para karyawan yang berpapasan, melihatnya dengan tatapan penasaran dan bertanya-tanya. Begitu ia membuka helm dan kupluk ninjanya setelah di depan lift, para karyawan yang berada di sekitarnya tampak terperangah.

"Celia! Ternyata kamu?" Salah satu dari karyawan itu berseru lantang saking terkejutnya.

"Kamu sudah sehat? Syukurlah, ikut senang mendengarnya." Suara karyawan lain terdengar renyah dan ceria.

Celia mengangguk sambil mengulas senyum lebar. "Senang bertemu dengan kalian lagi."

"Tapi, ini kamu naik motor? Kamu bisa naik motor? Kereeen!"

"Biasa aja. Semua orang juga bisa." Celia membalasnya santai sambil masuk ke lift yang terbuka.

Pertanyaan demi pertanyaan dari karyawan pun menemani Celia selama di dalam lift. Tapi, tidak lama karena masing-masing dari karyawan keluar sesuai lantai yang dipencet pada tombol lift, dan ia sendirian menuju lantai sepuluh.

Setelah keluar dari lift dan masih berdiri di depan lift, Celia menarik napas panjang. Ia mempersiapkan diri untuk menampilkan wajah garang dan galak penuh dengan emosi yang meluap.

Merasa cukup mengumpulkan energi dalam dirinya, ia mulai berjalan dengan langkah lebar dan cepat menuju ruangan Nick. Rambut panjangnya yang tergerai melambai bebas sesuai gerakan ia melangkah. Sapaan demi sapaan dari para rekan kerjanya terdengar akrab. Tapi, ia abaikan. Ini bukan waktu yang tepat untuk ia berbincang hangat kepada mereka.

"Tidak biasanya Celia terlihat garang seperti itu."

"Biasanya dia tersenyum ceria."

"Celiaaa! Akhirnya, bisa melihatmu lagi."

"Kelihatan serem banget Celia. Kayaknya lagi emosi dia."

Semua pasang mata memerhatikan langkah Celia yang tegas dan cepat. Mereka pun dikejutkan dengan cara Celia membuka pintu ruangan Nick dengan cara digebrak.

"Nicky!" seru Celia, penuh emosi saat melihat ruangan itu kosong. Kemudian, ia keluar lagi. "Nick ke mana?" tanyanya penuh nada emosi kepada para karyawan.

Semua tampak terkejut. Tercengang. Terdiam. Menatap Celia tak berkedip. Dan bertanya-tanya, dengan sikap perempuan itu yang sangat berbeda dari sebelumnya. Apa pengaruh koma membuat sifat orang jadi berubah? Itu terpikir oleh mereka.

"Nick ke mana? Kalian bisu semua tidak ada yang menjawab?" Celia mengulang pertanyaan. Raut wajahnya sama sekali tak bersahabat, penuh emosi yang memuncak.

"Pak Nick masih meeting, Cel." Qiera, perempuan yang dulu mencemooh Celia, menjawabnya dengan suara terbata.

"Sudah berapa lama pergi meeting?" tanya Celia datar dan dingin.

"Dua jam-an. Mungkin sebentar lagi sudah kembali." Qiera menjawabnya lagi.

Tidak ingin banyak tanya, akhirnya Celia mendaratkan bokong di kursi Evelyn dengan gerakan angkuh dan tegas. Seketika suasana menjadi hening. Para karyawan saling berbisik membicarakan perilaku Celia juga penampilannya yang sangat berbeda. Memakai celana jeans panjang ketat, jaket kulit, sepatu boots, membawa helm, dan semuanya serba hitam. Memperlihatkan gadis tomboy dan garang. Sedangkan, sebelumnya Celia terlihat feminim dengan penampilan pakaiannya yang formal dan sering memakai dress.

"Celia, kamu baik-baik saja, 'kan? Kenapa kamu jadi berubah gini? Apa bangun dari koma yang membuatmu menjadi seperti ini?" Flora memberanikan bertanya.

Celia mengulas senyum simpul. "Mungkin. Apa dulu aku tidak seperti ini?"

"Sebelumnya kamu terlihat lebih kalem dan feminim. Ceria, humble, dan tidak garang seperti ini. Kamu membuat kami semua takut tahu?"

Celia tersenyum penuh arti. "Mungkin ada jiwa lain yang masuk ke diriku, Flora. Dan kalian akan tahu kenapa aku bersikap seperti ini." Suaranya terdengar dingin, tidak ada ramah-ramahnya.

Bermenit-menit Celia menunggu kedatangan Nick, akhirnya lelaki itu pun memperlihatkan wujudnya. Celia masih berdiam di tempat duduknya. Dengan tatapan menajam ke arah Nick. Semakin lelaki itu mendekat, semakin tajam tatapannya. Dan tinggal beberapa langkah lelaki itu sampai, ia pun beranjak dari duduknya.

"Bajingan! Lelaki macam apa kamu, huh?! Jadi, selama ini kamu menyembunyikan perempuan di belakangku dan kamu sudah memiliki anak darinya?! Brengsek!" cecar Celia penuh emosi terhadap Nick.

Para karyawan yang melihat, semakin dibuat terkejut bukan main. Mereka kembali tercengang. Menganga. Dan semuanya berdiri untuk memperjelas penglihatannya. Bahkan, mereka sampai benar-benar mempertanyakan, apakah perempuan itu benar Celia yang dikenal atau bukan.

"Celia! Apa-apaan kamu? Datang langsung marah-marah?" Nick pun terkejut bukan main.

"Bajingan kamu, Nick! Aku sedang berjuang mengobati mentalku setelah kehilangan anak kita, tapi kamu malah nyimpen perempuan lain. Bilang kalau sudah tidak sudi sama aku? Jangan begini caranya, Brengsek!"

Emosi Nick terpancing. Ia langsung menarik Celia, keras, lalu membawanya ke ruang kerjanya.

"Wow! Wow! Bakal ada perang dunia ini."

"Keributan rumah tangga memang paling menarik. Panasnya melebihi api."

"Apa perempuan yang pernah datang ke sini itu, yang bawa anak?"

"Waah, parah, sih, Pak Nick. Mana Celia paling anti sama pengkhianatan. Ingat dengan kejadian Erick, 'kan? Disalto sama Celia."

"Duh, mana Celia enggak pandang bulu. Pasti Pak Nick bakal di salto juga itu."

Para karyawan sangat penasaran dengan kelanjutan keributan atasannya. Tapi, sangat disayangkan tidak bisa menguping pembicaraan dan melihatnya secara langsung. Mereka juga sangat mengkhawatirkan kondisi Nick. Yang terpikir dalam benaknya, pasti lelaki itu akan dibikin babak belur oleh Celia.

Sementara, di dalam, Celia dan Nick sedang berpelukan dan terkikik.

"Bagus aktingmu, Sayang," puji Nick sambil mengacak rambut Celia.

"Anaknya Pak Dallas di lawan. Papanya saja produser film, pasti bisa akting lah." Celia terkikik. "Sudah, jangan lama-lama, nanti dia curiga. Aku buka sedikit pintunya biar kedengaran sampai luar keributan kita." Ia mengayunkan kaki menuju pintu. Perlahan, membukanya sedikit. Kemudian, berlari lagi menghampiri Nick.

"Apa yang harus kubanting, Nick? Yang penting kedengaran ribut."

"Komputermu saja. Kamu acak-acak itu mejamu. Komputernya di banting ke sini." Nick menunjuk lantai depan pintu.

"Oke. Tapi, sayaaang." Celia berekspresi sedih.

"Bisa beli lagi. Cepatan," pinta Nick.

"Oke, oke." Celia menuruti perintah Nick. Ia mengangkat komputer lalu dibanting dengan keras.

BRAAAK!

Suaranya terdengar sampai luar, membuat perhatian para karyawan semakin tersita kepada dua orang yang berada di dalam ruangan.

"Aku sudah bilang! Aku tidak suka adanya pengkhianatan! Tapi, kamu melakukan itu! Kamu pikir aku main-main dengan ucapanku, hah?!" seru Celia lantang, padahal ia sambil tersenyum.

"Terserah kamu! Kamu juga tidak mau dengerin penjelasanku! Kamu terlalu egois, Celia! Hanya menuruti emosimu saja!" Suara Nick tak kalah lantang. Ia benar-benar menahan senyum sampai menyipitkan mata.

"Kamu yang egois! Istri koma malah main sama perempuan lain!"

"Terserah apa katamu! Capek aku bicara sama kamu!"

"Oke! Terserah! Terserah!" Celia membuka pintu dengan cepat. Lalu, mengayunkan kaki dengan tegas, tanpa menoleh ke kanan-kiri.

"Evelyn!" panggil Nick, lantang.

Cepat-cepat, perempuan itu mendatangi bosnya. Dan terkejut melihat komputer tergeletak di lantai dengan kondisi hancur.

"Panggil OB untuk membersihkan itu," pinta Nick sambil menahan emosi yang tersisa.

"Baik, Pak." Evelyn menurut, lalu kembali ke mejanya lagi.

"Apa yang hancur, Ev?"

"Gila! Komputer dibanting," ucap Evelyn, menggebu suaranya.








Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top