Part 46
"Good morning, Sayang."
Sambutan suara serak itu terdengar sexy di pendengarannya. Celia mendongak, menatap wajah suaminya yang sedang menatapnya lekat seraya mengembangkan senyum lebar.
"Akhirnya, kamu bangun juga. Tidak tidur panjang lagi." Nick mengecup kening Celia cukup lama.
"Jiwaku sudah kembali, Nick." Celia tersenyum tipis sembari menggeliat pelan untuk mencari kenyamanan. Lantas, mengecupi leher Nick dan beralih mengecupi pipi lelaki itu.
"Cepat pulih, biar cepat pulang ke apartemen."
"Terus bikin dedek lagi." Celia terkekeh lirih. Pikirannya sudah kembali normal dan menggila.
"Ya. Aku kangen tahu mesra-mesraan sama kamu lagi. Pingin denger cecaranmu yang dari bahasa Jawa juga."
"Looo, Mas Nick, suka ta dengernya." Celia terkikik.
"Berasa serunya."
"Uuuuh, bojoku sing ganteng dewe. Sing bagus dewe. Pinginnya diuyel-uyel terus, hu'um. Digemes-gemes terus." Celia mencubit hidung Nick dengan gemas sambil digoyang-goyangkan.
Nick tampak pasrah. Sedetik kemudian, ia menopang tubuh menggunakan lengannya yang ditekuk sambil menghadap Celia. Serbuan kecupan pun ia daratkan ke seluruh wajah Celia.
"Mas Nick, harus tahan nafsu dulu," peringat Celia, tapi ia juga tidak menolak mendapat serbuan kecupan dari Nick.
"Harus nunggu kamu sampai pulih beneran."
Celia manggut-manggut polos. Lalu, benak terpikirkan oleh sesuatu. "Apa kita perlu menunda momongan dulu sampai aku benar-benar siap untuk hamil yang kedua? Aku masih takut belum bisa menjaganya dengan baik lagi."
"Aku tidak akan maksa. Tapi, kalau kamu mau, aku akan menuruti kemauanmu, Sayang. Demi kebaikan mentalmu juga." Nick terdiam sesaat, ketika teringat soal Ximon. Mungkin, memberitahu Celia sekarang sudah waktu yang tepat. "Kita masih dihadapkan satu masalah besar lagi. Ximon."
"Bajingan yang merusak hidup Alice?"
Nick mengangguk. "Dia sudah keluar dari penjara dan sedang merencanakan balas dendam denganku. Itulah kenapa aku mengambil bodyguard untukmu, sebelum kamu juga diteror oleh Erick dan Ellena."
"Kamu tidak pernah cerita soal itu."
"Karena aku tidak ingin kamu kepikiran, Sayang. Kamu sedang hamil, aku takut kenapa-kenapa. Tapi, ternyata aku masih kecolongan. Justru orang lain yang menyakitimu, bukan Ximon."
Celia bisa memahami, dan ia tidak menuntut penjelasan lebih lanjut dari Nick. Yang terpikir justru seberapa bahayanya lelaki bernama Ximon itu. Hanya mendengar cerita dari Alice saja ia sudah bisa merasakan sensasi kengerian penjahat itu.
"Pasti Alice sangat tersiksa saat itu."
"Sangat. Pas aku menemukan dia dalam sekapan Ximon, kondisinya benar-benar sangat hancur."
Celia kembali sibuk dengan pikirannya lagi. Tidak ingin penasaran, ia bertanya, "Tapi, kenapa kamu sama keluargamu sangat peduli dan perhatian sama Alice?"
Nick mengedikkan bahu. "Tidak tahu. Kasihan saja. Rasanya seperti memiliki keterikatan batin antar saudara. Bukan perasaan cinta seperti aku ke kamu. Mama, Papa, Kak Chloe, juga sama. Pertama melihat Alice langsung merasakan kasihan yang mendalam. Apalagi keluarga Alice ada gila-gilanya. Papa-mamanya sangat otoriter. Alice harus menuruti apa pun kemauan mereka. Dia benar-benar diperlakukan seperti boneka. Tidak pernah mau tahu keluhan anaknya. Pokoknya Alice tidak boleh membuat kesalahan apa pun dalam hidupnya. Itu sebabnya, saat dia ketahuan hamil langsung diusir dari rumahnya. Dan putus hubungan sampai sekarang."
"Kamu sangat paham."
"Alice yang cerita. Dan cuma aku yang bisa dijadikan tempat cerita. Di sekolah dia tidak memiliki teman. Itu karena ulah Ximon, yang meminta semuanya menjauhi Alice. Kalau ada satu yang dekat, keduanya akan sama-sama mendapat penindasan dari Ximon. Begitu pun di university. Awal-awal, aku hanya memerhatikan dari kejauhan. Tapi, pas tahu Alice mendapat kekerasan dari Ximon, kasihan lihatnya." Nick menatap istrinya, mencari tahu apakah ada kecemburuan dari mata Celia.
"Jangan cemburu, Sayang. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan cinta dengan Alice. Hanya sekadar teman."
Celia mengangguk. Lantas, meraih Nick ke dalam pelukannya. "Aku ikut prihatin dengan nasib Alice," ucapnya. "Aku bisa merasakan kesedihan dia menjalani hidup tanpa keluarga."
"Makasih pengertiannya." Nick mengecup kepala Celia penuh perhatian.
"Tapi, kenapa Alice mau mempertahankan anak dalam kandungannya? Bukan kah itu anak dari seorang bajingan?"
"Alice tidak ingin menggugurkan. Dia berpikir, anak dalam kandungannya tidak bersalah. Dan lagi, dia berpikir cuma Nathan yang akan menjadi keluarga satu-satunya yang dia miliki. Yang akan menemani di mana pun dia berada."
"Kasihaan."
"Iya."
Saat mendengar pintu ruangan terbuka, Nick dan Celia langsung melepas pelukan. Nick pun segera beranjak dari brankar, tapi seorang perawat keburu melihatnya di atas brankar.
"Maaf, Pak, Bu, mengganggu." Perawat itu berkata lembut, menutupi kesalahtingkahannya. "Mau ngecek kondisi Ibu Celia."
"Silakan, Sus." Nick mengangguk, lalu mempersilakan perawat mendekati Celia. Sedangkan, dirinya beralih duduk di tepian ranjang samping brankar. Dalam diam, ia memerhatikan perawat itu mengecek tensi darah dan detak jantung dari tensimeter standing.
"Tensi darah Ibu Celia sudah normal. Detak jantungnya juga bagus," ucap sang perawat setelah melihat pemberhentian angka terakhir di tensimeter. "Nanti siang Ibu Celia masih ada pemeriksaan untuk syaraf otaknya. Nanti akan ada perawat lain yang menjemput."
"Jam berapa kira-kira, Sus?" tanya Nick, ingin tahu.
"Dari jadwal yang tertulis, sekitar jam duaan, Pak."
"Baik." Nick mengangguk.
Setelah perawat itu selesai mengecek kondisi Celia dan mencatat hasilnya di buku laporan, perawat itu pun berlalu dari ruangan. Nick kembali mendekati Celia, tapi tidak naik ke ranjang.
"Nanti siang sebelum jam dua aku akan kembali ke sini. Menemanimu ke ruang check up syaraf otak. Sekarang aku harus mandi dan bersiap ke kantor. Aku telepon Aiden sama Dante dulu. Mereka menginap di hotel terdekat sini."
"Oke." Celia manggut-manggut. Ia terpejam saat mendapat kecupan di keningnya. Setelahnya, Nick meninggalkan dirinya. Menelepon salah satu dari bodyguardnya. Lalu, lelaki itu membuka gorden untuk membiarkan cahaya matahari menyusup masuk dari dinding kaca. Kemudian, berlalu menuju toilet.
Beberapa menit kemudian, Nick keluar lagi selesai mandi. Ia mengambil pakaian kerjanya di lemari yang kemarin dibawakan oleh Chloe, lantas memakainya.
Celia sendiri hanya memerhatikan keriwehan sang suami yang berjalan ke sana-kemari. Setelah selesai mempersiapkan diri dan terlihat rapi, Nick kembali menghampiri dirinya. Duduk di kursi samping brankar, lalu meraih salah satu tangannya untuk digenggam.
"Nanti harus makan yang banyak dan habiskan, ya. Biar cepat pulih," peringat Nick.
Celia manggut-manggut seraya mengulas senyum. "Iya, Sayang."
Tidak lama, Aiden dan Dante pun datang. Keduanya langsung menghampiri Nick dan Celia.
"Tolong jaga istriku baik-baik, ya. Seperti biasa, jangan biarkan orang asing masuk kecuali keluarga intiku. Kalau ada tim medis masuk, tetap berdiri di samping istriku. Jangan pernah tinggalkan."
"Baik, Tuan." Aiden dan Dante mengangguk kompak.
Perhatian Nick beralih ke Celia lagi. "Aku pergi kerja dulu. Baik-baik di sini." Ia beranjak, lantas mengecup kening dan bibir Celia.
"Kamu juga hati-hati di jalan," ucap Celia, mendapat anggukan semangat dari Celia.
Setelah kepergian Nick, Celia merasa kesepian karena tidak ada yang berbicara. Aiden dan Dante diam seperti patung, berdiri sambil mondar-mandir yang membuat dirinya semakin pusing.
"Aiden, Dante," panggil Celia, yang membuat kedua orang itu langsung menghampiri.
"Iya, Nyonya. Ada yang bisa kami bantu?" tanya Dante, sigap.
"Boleh minta tolong tinggiin kepala ranjangnya?"
Dante mengangguk, lantas menjalankan perintah sang nyonya.
"Aku borring kalau cuma diem gini. Cerita dong, gimana saat kalian nyelamatin aku dan reaksi Nick saat tahu kondisiku," pinta Celia, untuk menghilangkan kesuntukan.
Dante dan Aiden mengangguk menyetujui.
"Duduk saja. Tidak apa-apa. Biar lebih santai ceritanya."
Kedua lelaki itu kembali mengangguk. Dante duduk di kanan ranjang, sedangkan Aiden duduk di kiri ranjang. Lantas, keduanya mulai menceritakan soal penyelamatan Celia yang penuh perjuangan. Mereka juga menceritakan bagaimana reaksi Nick yang sangat terpukul, khawatir, sedih, dan ketakutan selama Celia mengalami koma.
"Setiap pagi sebelum berangkat kerja, Tuan selalu datang menjenguk Anda, Nyonya. Entah apa yang dibicarakan kepada Anda, tapi Tuan selalu menangis sampai sesenggukan. Selesai kerja juga Tuan selalu menjenguk Anda. Lalu, akan pergi setelah batas waktunya habis."
"Tuan benar-benar sangat ketakutan kehilangan Anda."
"Saat ngasih pelajaran kepada tiga pelaku penculikan Anda juga, tidak ada ampun. Tuan kalau sudah marah dan emosi, sangat mengerikan."
"Tapi, saya juga kagum dengan Tuan. Dia memiliki perasaan cinta yang besar dan tulus terhadap Anda. Mungkin, saya akan bilang, kalau Anda perempuan yang sangat beruntung dicintai laki-laki seperti Tuan."
Celia mengulum senyum haru mendengarnya. Perasaan cintanya kepada Nick pun semakin besar.
"Aku senang mendengarnya," ucap Celia. Obrolan pun terhenti saat ada seorang perawat mengantarkan makanan.
Dan sebelum Celia memakan, Dante mencicipi semua makanan yang tersaji menggunakan sendok lain, untuk menguji apakah makanan itu aman atau terdapat racun di dalamnya. Dan bergantian dengan Aiden yang akan mencicipinya di waktu makan yang berbeda.
"Aman, Nyonya," ucap Dante, setelah beberapa menit menunggu hasil. "Anda bisa memakannya."
Celia mengangguk seraya berkata, "Terima kasih."
***
Langkah Nick terasa lebih ringan sekarang. Bekerja pun telah memiliki rasa semangat seperti sebelumnya. Saat kaki menginjak lantai sepuluh, para karyawan yang melihat mulai bertanya-tanya dengan ekspresi Nick yang terlihat lebih segar.
"Pak, apa sudah ada kabar baik dari Celia? Dari pancaran wajah Anda, Anda terlihat sedang bahagia. Tidak terlihat lesu seperti kemarin-kemarin," tanya Flora sambil berdiri dari duduknya.
Nick mengangguk semangat. "Benar. Celia sudah siuman. Kondisinya sudah lebih."
Para karyawan yang mendengar pun ikut bahagia dan mengucapkan rasa syukur.
"Pak, apa kami boleh menjenguknya?" tanya salah satu dari mereka.
Nick yang sudah tiba di depan pintu ruangannya menggeleng. "Tidak. Istri saya masih butuh banyak istirahat untuk pemulihan."
"Yeaah, padahal kami juga ingin melihat kondisi Celia, Pak."
"Tunggu dia sampai masuk kerja saja." Nick mengulas senyum tipis. Pandangan pun teralihkan ke Evelyn. "Ev, beritahu aku jadwal hari ini."
"Baik, Pak." Evelyn beranjak dari duduknya, lalu masuk ke ruangan Nick. Setibanya di sana, ia langsung membacakan jadwal harian sang bos.
"Dari jam satu sampai jam empat, tolong kosongkan waktu untukku. Aku harus ke rumah sakit untuk menemani Celia check up."
"Baik, Pak." Evelyn mengangguk patuh. Sebelum beranjak dari tempatnya, ia berkata, "Saya nitip salam untuk Celia kalau Anda ke sana, ya, Pak. Saya ikut senang mendengar dia sudah siuman. Dan, tolong sampaikan permintaan maaf saya kepadanya, yang pernah saya perbuat sebelum-sebelumnya."
Nick mengangkat sebelah alisnya. Memerhatikan Evelyn lekat-lekat untuk melihat keseriusan perempuan itu. Setelahnya, ia mengangguk. "Nanti akan kusampaikan untuk Celia. Semoga kamu beneran tulus untuk memulai pertemanan baik dengan Celia."
"Saya beneran tulus, Pak. Sudah lama. Saya juga sudah berjanji sama diri sendiri tidak akan menjahati Celia lagi. Saya tahu, dulu saya salah. Karena saya cemburu Anda dan Celia dekat. Tapi, sekarang saya sudah tidak memiliki rasa cemburu lagi dengannya. Kalian saling mencintai satu sama lain."
"Bagus, kamu tidak ikut gila seperti sahabatmu." Nick manggut-manggut. "Ya, sudah. Sana lanjut kerja lagi," pintanya.
Evelyn pun bergegas keluar dari ruangan Nick.
Nick menyalakan komputer. Masih menunggu proses, ia mendengar ponselnya berdenting tanda pesan masuk. Ia segera mengecek, pesan itu dari Celia. Baru melihat namanya saja, senyum lebar langsung tersungging.
[Bojoku, semangat kerjanya, ya]
[Aku baru saja selesai sarapan. Sudah habis. Tadi Dante ada nyobain dulu. Jadi, aku enggak bakal keracunan]
[Dan ini aku baru saja selesai disibin sama suster. Udah kelihatan lebih seger, 'kan?]
[Fotoin kamu yang sekarang, dong]
[Udah kangen lagi sama kamu]
Membaca serentetan pesan Celia juga melihat foto istrinya di kamar mandi, Nick tersenyum-senyum sendiri. Momen random seperti itu yang ia rindukan dari Celia. Cerewetnya. Cerianya. Selalu membuat harinya lebih berwarna.
[Jadi pingin ngekepin kamu terus]
[Sini Mas Nick pangku, hahaha]
[Kangen mangku kamu di ruang kerja]
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top