Part 21

Hari kedua masuk kantor, Celia sudah mulai terbiasa dengan tempat itu. Tidak lagi merasa malu seperti kemarin dan mulai meningkatkan rasa kepercayaan diri. Ia juga sudah mulai terbiasa dengan jalanan Jakarta meskipun sebelum melewati, harus meminum obat anti cemas. Dan itu cukup berpengaruh untuk rasa cemas dari ketakutannya.

"Cel, surat perpanjangan kontrak kerjasama dengan Pak Barra tolong diberikan ke manager strategic planner, ya. Biar mereka bisa mengatur penayangan iklan untuk perusahaan Pak Barra tetap berlanjut," pinta Nick sambil mengayunkan kaki menuju ruangannya, setelah keluar dari lift.

"Siap, Pak Nick." Celia yang berjalan di belakang Nick, mengangguk patuh. "Diserahkan pagi atau siang?" tanyanya.

"Bisa pagi ini sebelum kita pergi meeting ke program berita."

"Siap!" balas Celia.

Saat melewati kubikel-kubikel para karyawan dan mereka sudah berdatangan, sapaan hormat terdengar dan tak ada habisnya dari ujung sampai ke ujung. Lalu, pandangan Celia tertuju kepada Evelyn yang tersenyum lebar kepada Nick. Tapi, sedetik kemudian, raut wajahnya langsung berubah sinis begitu menatap dirinya.

"Kenapa, Kak? Ada yang salah dengan saya? Tatapannya tidak suka banget," tanya Celia, tanpa basa-basi dan penasaran. Pagi-pagi sudah mendapat tatapan maut saja, batinnya.

"Tidak," jawab Evelyn singkat. Begitu melihat Nick masuk ke ruangan dan Celia masih di luar, ia langsung menghentikan langkah gadis itu. "Aku ingin bicara denganmu."

"Bicara soal apa? Pekerjaan?" tanya Celia ingin tahu, dan ia menghentikan langkah.

"Ikut aku." Evelyn beranjak dari kursinya, lantas mengayunkan kaki.

Celia yang tidak tahu mau dibawa ke mana, mengernyit bingung. Namun, ia tetap mengikutinya. Langkah pun tertuju ke toilet, lalu masuk, dan terhenti di depan wastafel.

'Aura-aura ngelabraknya kuat banget ini orang,' batin Celia yang melihat ekspresi wajah Evelyn sinis dan sadis.

"Jujur sama aku. Apa tujuanmu datang ke perusahaan ini dan menjadi PA Nick?" tanya Evelyn tanpa basa-basi.

Celia yang mendengar, mendesah berat. Ia menunduk sambil mengulas senyum, lalu mengangkat kepala sambil membuang muka, tak lama ia memandang wajah Evelyn lekat-lekat dan penuh berani. "Kan, sudah saya kasih tahu alasannya kemarin. Sudah lupa atau bagaimana? Atau sebenarnya tidak mendengar? Masa saya harus menjelaskan berkali-kali sampai berbusa. Capek lah, Kak," katanya masih memasang wajah santai.

"Jangan sok bodoh. Aku tahu kamu hanya omong kosong atas ucapan dari alasanmu kemarin." Evelyn menajamkan tatapan.

"Jangan melotot gitu, Kak. Nanti copot bola matanya. Kasihan. Nanti enggak bisa lihat jadi, Agus sediih, Agus sedih bangeeet, Agus sediih," ejek Celia sembari pura-pura menangis di akhir kalimat. Ia berusaha membuat suasana tegang menjadi lebih santai.

"Beraninya ngejek senior seperti itu. Tidak punya etika," ketus Evelyn.

"Saya kalau sudah lama kerja di sini juga akan jadi senior. Bukan Kakak, doang yang akan jadi senior. Terus, mentang-mentang sudah jadi senior karena masuk kerjanya lebih awal, bisa menindas junior yang baru masuk gitu? Takut kalah saing apa gimana?" cecar Celia sangat berani sambil bersedekap serta menatap Evelyn dari atas sampai bawah. "Ah, saya paham. Untuk Kakak pribadi, tentu takut kalah saing terhadap saya karena saya lebih banyak untungnya, 'kan? Bisa lebih dekat dengan Pak Nick, satu ruangan dengan beliau. Bilang saja iri ingin berada di posisi saya sekarang. Pakai ngaku-ngaku kekasih segala, padahal Pak Nick sendiri enggak merasa menjalin hubungan dengan, Kakak. Malu sih, kalau saya."

"Lancang sekali mulutmu!" Evelyn akan menampar Celia, tapi lebih dulu ditangkis gadis itu dengan cepat.

"Kakak pikir, saya akan takut mendapat penindasan seperti ini? Kakak pikir, saya akan diam saja seperti orang bodoh yang tidak bisa melindungi diri sendiri?"

'Kenapa jadi galakan gadis itu, dibanding aku?' batin Evelyn yang di tengah keterkejutannya. Namun, ia yang tidak ingin terlihat kalah, berkata, "Kamu datang ke perusahaan ini hanya untuk merebut posisi Nick sebagai CEO, 'kan?"

"Atas dasar apa saya akan merebut posisi beliau?" Suara Celia sudah tak sesantai tadi mendengar tuduhan itu.

"Karena Mamamu sudah mendonorkan ginjalnya untuk Nick dan kamu menggunakan itu sebagai senjata agar bisa masuk ke perusahaan ini. Pura-pura menjadi PA Nick, padahal sedang menjalankan rencana licikmu untuk mengambil alih posisi Nick. Mentang-mentang Papamu juga yang mendirikan HD Entertainment, kamu bisa dengan mudah mengambilnya, hah?"

Plaak!

Kali ini, Celia yang mendaratkan tamparan di pipi kiri Evelyn. Yang membuat perempuan itu langsung terperangah tak percaya sambil memegangi pipi bekas tamparannya yang terasa kebas dan nyeri.

"Kamu!" Evelyn menekankan ucapan sambil melotot tajam menatap Celia.

"Kalau tidak tahu apa-apa mending diam! Mulutmu seperti tidak disekolahkan. Etikamu seperti tidak terdidik. Malu dengan jabatanmu sebagai sekertaris CEO, tapi hati dan pikiran, kotor seperti sampah!"

"Kamulah yang sampah!" seru Evelyn dengan tatapan menajam. "Mungkin kamu bisa membodohi Nick dan keluarganya dengan ancaman-ancaman yang kamu lontarkan! Tapi, kamu tidak bisa menutupinya dariku! Dan aku ... aku melindungi Nick dari niat jahatmu. Aku akan membongkar rencana licikmu ke Nick. Lihat saja nanti. Kamu akan segera didepak dari perusahaan tanpa hasil apa pun," ancam Evelyn, dengan perasaan amarah yang membara.

"Bilang! Bilang saja yang kamu tahu tentangku! Dan lihat nanti, siapa yang akan didepak dari sini! Aku atau kamu?! Kalau masih ingin kerja di sini, kerja yang cerdas! Jangan sok-sok akrab dengan atasan dan seolah memiliki hubungan spesial dengannya! Apalagi sok senior dan sok tahu urusan pribadi orang!" Celia mendorong keras tubuh Evelyn sampai membuatnya agak terhuyung. Lantas, ia segera keluar dari toilet dengan amarah yang membuncah. Jika ada yang menyinggung soal orang tuanya, jangan harap ia bisa mengontrol diri tanpa mengeluarkan ucapan pedas sumpah serapahnya, dan akan lebih galak dari yang menindasnya.

Sementara di ruangan Nick, lelaki itu sedang dihadapkan oleh Ellena yang sudah menunggunya di sana. Perempuan itu mempertanyakan kedatangan Celia yang tiba-tiba dan menjadikannya personal asisten.

"Apa dia menggunakan senjata donor ginjal Mamanya untuk mengancammu dan keluargamu, hah? Apa dia ingin mengeruk harta kalian, karena Papanya punya saham di HD Entertainment?"

"Tutup mulutmu, Ell! Jangan menghinanya! Kamu bahkan tidak tahu apa-apa tentangnya!" Nick menggebrak meja dengan keras. "Kalau tidak ingat kamu anak dari Om Adam, detik ini juga aku membunuhmu."

"Cuma untuk membela teman kecilmu, kamu sampai bertingkah seperti ini denganku?" Ellena menggeleng tak percaya. "Nick! Aku lah keluargamu! Aku yang seharusnya kamu lindungi, bukan Celia!"

"Untuk apa aku melindungi orang yang memiliki hati busuk, hah?! Dari dulu kamu selalu jahat dengan Celia! Kamu pikir, aku tidak tahu niat jahatmu yang selalu ingin mencelakai dia? Yang sengaja ingin meracuninya saat di pesta ulang tahun Oma, agar dia meninggal?! Yang sengaja mendorongnya di tebing sampai jatuh, saat kita menginap di puncak! Kalau aku tidak melindungimu, aku sudah mengatakan itu kepada semua orang yang ada di sana! Tapi, aku menutupi itu semua, karena aku tidak ingin melihat saudaraku mendekam di penjara! Tapi, kamu tidak pernah sadar atas perlakuan jahatmu terhadap Celia, bahkan sampai sekarang. Sekali lagi kamu menjahatinya, aku tidak akan tinggal diam, Ell! Dan akan kupastikan hidupmu menderita! Camkan itu!"

"Nick! Sadar yang kamu ucapkan! Aku saudaramu! Celia hanya orang lain!"

"Dia yang lebih berharga dan berarti untukku, dibanding dirimu! Dia segalanya untukku, bukan dirimu atau sahabatmu, Evelyn!" Emosi Nick benar-benar memuncak. Ia pikir, Ellena sudah berubah. Tidak seburuk seperti dulu terhadap Celia. Tapi, nyatanya masih sama. Sepupunya itu masih sangat benci terhadap Celia, dan ia tidak tahu apa alasan serta masalahnya. Yang pasti, Ellena orang yang sangat membahayakan untuk Celia. Andai dulu tindak kejahatannya yang ingin meracuni Celia tidak diketahui dirinya, mungkin Celia yang sudah pergi lebih dulu dibanding kedua orang tuanya.

"Aku tidak ingin ada keributan di kantorku. Silakan pergi, Ell!" Nick menunjuk pintu. "Pergi! Dan jangan berani-berani menyentuh Celia dengan rencana jahatmu lagi!" ucapnya tegas.

Ellena yang tidak bisa berbuat apa-apa lagi, akhirnya mengangkat kaki dari ruangan Nick. Dan ia berpapasan dengan Celia, tepat gadis itu masuk.

Keduanya saling beradu tatap. Dingin. Dan tajam.

"Minggir!" hardik Ellena, kasar. Lalu, menabrakkan diri ke bahu Celia, sampai gadis itu hampir terjatuh.

Nick yang melihat pun langsung berlari menghampiri sang istri. Ia menarik Celia masuk. Dengan cepat membanting pintu, lalu menguncinya.

"Kamu tidak apa-apa?" tanya Nick sambil merengkuh sang istri. Kecupan hangat ia daratkan di puncak kepala Celia.

Sambil membalas rengkuhan, Celia mengangguk. "Aku baik-baik saja."

"Apa yang Evelyn bicarakan ke kamu?" tanya Nick, ingin tahu.

"Dia mencoba melakukan intimidasi kepadaku. Tapi, tenang saja, aku bisa menghandlenya."

"Sepertinya dia sudah sekongkol dengan Ellena. Mereka bersahabat sudah cukup lama."

"Pantas dia tahu tentang pendiri HD Entertainment dan donor ginjal Mama untukmu. Sepertinya Ellena sudah menceritakan banyak hal ke Evelyn."

"Dia mengatakan itu kepadamu?"

Celia mengangguk. "Yang membuatku kesal, dia menuduhku ingin merebut posisimu sebagai CEO dengan menggunakan donor ginjal Mama juga saham Papa di HD Entertainment sebagai alasan pemerasannya. Gila aja! Aku enggak kemaruk harta. Yang ada di kampung saja sudah lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupku sampai ke anak-cucuku."

"Memang gila mereka!" Nick menggeram. "Aku tidak bisa membiarkan ini sampai berlarut-larut. Aku akan mengambil tindakan untuk memecat Evelyn," ucapnya sungguh-sungguh seraya mengurai pelukan. Baru saja akan membuka pintu, Celia menghentikan. Gadis itu menggeleng.

"Nick, jangan. Biarkan dulu. Aku ingin melihat seberapa gilanya dia tidak bisa mendapatkanmu dan ingin melihat seberapa kagetnya dia setelah tahu aku istrimu. Biarkan dia bangga dulu. Kita ikuti permainannya. Tetap tenang sebagai penonton."

"Tapi, bagaimana denganmu? Kamu pasti akan semakin ditindas olehnya."

"Nick, apa kamu lupa? Aku bukan Celia yang lemah. Aku bisa menjaga diri dengan baik. Jika mereka kasar, aku bisa lebih kasar. Jika mereka baik dan menghargai orang, aku akan lebih baik dan menyeganinya."

Mendengar ucapan Celia yang cukup meyakinkan dirinya, Nick kembali merengkuh gadis itu. Kecupan didaratkan lagi di puncak kepala sang istri. "Aku tahu kamu gadis yang kuat. Tapi, aku tidak akan tinggal diam kalau ada yang menyakitimu."

Celia manggut-manggut sembari membalas rengkuhan lelaki itu lagi. "Makasih, Nick."

Untuk sesaat, keduanya saling diam dalam rengkuhan. Tapi, Celia bisa merasakan dada Nick naik-turun dengan cepat. Detakan jantung pun berdentuman tak keruan. Seperti orang yang baru saja mengeluarkan amarah yang membuncah.

"Kamu sendiri bagaimana? Kamu seperti orang yang baru saja mengalami emosi tingkat dewa," tanya Celia, ingin tahu. Ia mengurai pelukan, mendongak, lalu menatap lekat wajah sambil menangkup sebelah pipinya.

"Ellena. Dia sudah ada di ruanganku pas aku masuk. Mempertanyakan kedatanganmu ke sini yang sangat tiba-tiba, dan sama seperti yang dilakukan Evelyn kepadamu. Mengatakan kalau kamu datang ke sini karena sudah memiliki rencana licik untuk mengambil alih jabatanku sebagai CEO."

Desahan berat keluar dari mulut Celia. "Ellena membenciku sejak dulu. Lalu, Evelyn membenciku karena aku lebih dekat denganmu. Klop lah mereka. Ternyata kemiripan jodoh tidak melulu soal pasangan suami-isteri, tapi juga pertemanan."

Nick menunduk, ingin mengecup bibir Celia dan gadis itu berjinjit untuk memudahkan.

"Jangan pikirkan lagi. Aku sudah menegaskan ke Ellena kalau kamu segalanya untukku." Nick mengusap-usap kepala Celia penuh kelembutan.

"Apa kamu bilang soal pernikahan kita?"

"Belum. Biar dia tahu sendiri nanti. Mama juga belum memberitahu keluarga besar, karena rencananya akan memberi kejutan untuk mereka dengan mengadakan pesta makan malam. Nunggu Kak Chloe pulang ke Indo."

"Bagus deh." Celia mengulas senyum. "Sekarang fokus kerja lagi. Aku harus turun ke tempat advertising."

Sebelum berlalu ke kursinya, Celia mengecupi bibir Nick. "Semangat kerja suami tampanku," ucapnya penuh ceria.

"Semangat kerja juga istri cantikku." Nick terkekeh sembari mengacak puncak kepala Celia, lalu mendaratkan kecupan lagi. Sebelum akhirnya, masing-masing menuju meja kerjanya dengan Nick yang sudah membuka kunci pintu.

Sementara di luar, para karyawan mulai bergosip melihat Nick membanting pintu. Evelyn pun mulai menyebar omongan palsu jika Celia menggunakan susuk pengasihan untuk bisa masuk ke perusahaan dan menjadi personal asisten Nick. Beberapa ada yang percaya, sebagiannya lagi masa bodoh karena tidak percaya dengan hal-hal seperti itu.

"Kalian yang tidak percaya, kita lihat saja nanti. Pasti kalau Celia bikin kesalahan, Pak Nick akan membela dan melindunginya. Tidak seperti kita yang akan langsung kena omel," ucap Evelyn meyakinkan, yang ingin mendapat dukungan dari karyawan lain.

"Aku sih, agak yakin. Soalnya selama aku kerja di sini, belum pernah melihat Pak Nick atau Pak Harden memiliki PA. Mereka hanya mengandalkan sekretaris sebagai tangan kanannya."

"Kan, apa aku bilang." Evelyn tampak begitu semangat. "Apa kalian enggak makin curiga sama si karyawan baru itu? Dikasih meja seruangan dengan Pak Nick. Padahal aku yang sudah sangat dekat dan sekretarisnya, selama ini mejanya di luar enggak pernah di dalam."

"Enggak bisa dibiarin sih, ini. Dia pakai cara curang untuk bisa masuk ke perusahaan ini. Tidak seperti kita yang harus ngirim CV dan harus melakukan interview lebih dulu."

"Kita harus kompak memusuhinya. Bikin dia enggak nyaman kerja di sini. Pokoknya kita harus bikin dia resign jadi PA-nya Pak Nick," ajak Evelyn dan mendapat persetujuan dari yang lain. Namun, sebagian dari mereka tetap ada yang tidak ikut-ikutan.

"Aku mau cari aman. Aku kerja tidak untuk mencari musuh. Jadi, aku tidak akan ikut-ikutan," ucap karyawan perempuan bernama, Flora.






Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top