Part 7

"Ngomongo, Rick. Ndak usah meneng koyo patung," pinta Celia yang sudah lima menitan berdiri di hadapan Erick, dengan lengan Nick tak lepas dari rengkuhannya.

Erick yang sudah membuka kacamata, tapi masih memakai helm dan masker, menatap intens gadis yang seharusnya sudah menjadi istrinya sekarang.

"Kok isone langsung golek gantiku, Cel? Nopo gak ngenteni klarifikasiku? Penjelasanku? Terus awakmu ketok bahagia-bahagia wae, ndak enek sedih-sedihe. Pow mergo sing ngrabi awakmu wong sugih, Cel?" tanya Erick bernada rendah, tapi terdengar emosi dan penuh intimidasi di kalimat terakhir.

Mendengarnya, Celia geleng-geleng heran. "Mung meh ngene tok? Meh ngajak debat?" Ada jeda sesaat, sebelum akhirnya ia melanjutkan lagi, "Aku ndak perlu penjelasan seko awakmu maneh, Rick. Kabeh masalah, wes jelas! Awakmu nyelingkuhi aku. Awakmu metengi wedok'an liyo. Terus aku kon nangis-nangis ngglolo? Kon meratapi nasib mergo calon bojoku wes mengkhianati aku?"

Celia terkekeh sinis sambil menatap tajam Erick. "Aku orak meh ngetokke iluhku gawe wong lanang bajingan koyo awakmu, Rick!"

"Cel, tapi aku ndak metengi Anggi."

"Anggi." Celia manggut-manggut di sela rasa nyeri hatinya. "Wes kenal banget to mbek wedok'ane sampai namane disebut neng ngarepku." Ia menyunggingkan senyum sinis. "Empat tahun dewe jalin hubungan, Rick, empat tahun." Ia menunjukkan  empat jari tangan kirinya di hadapan Erick. "Aku kiro awakmu wong lanang sing iso aku percoyo. Wong lanang sing iso ngemong aku. Wong lanang sing bener-bener tresno mbek aku. Wong lanang apik-apik sing ndak doyan yak-yakan mlebu-metu tempat karaokean terus gawean mbek LC."

Celia menghela napas berat sambil terpejam. Berusaha menahan diri untuk tidak terbawa emosi yang semakin meledak. Tapi, ia tidak bisa. Ini waktunya ia mengeluarkan semua uneg-unegnya kepada Erick yang telah dipendam selama tiga harian. Sangat menyiksa hati.

"Aku rak nyongko, ternyata awakmu sebajingan iku, Rick. Rumangsamu aku ndak loro ati, hah?! Nek awakmu nduwe pikiran, awakmu paham yok opo ajure atiku dikhianati kamu, Rick." Celia menunjuk dadanya sendiri dan berganti menunjuk Erick penuh rasa emosi. "Sedangkan, selama iki, aku selalu setia mbek kamu. Aku selalu jogo perasaanmu. Wong lanang sing nyedak'i aku akeh, Rick. Sing seneng aku akeh, tapi ndak pernah aku tanggapi mergo aku selalu eling nek aku wes nduwe kamu. Tapi, balesanmu kok nemen banget go aku. Nek nyatane wes gak seneng, ngomongo kawit awal. Ojo mbok ngajak rabi, tapi wes metengi wedok'an liyo," cecarnya panjang lebar.

"Cel, aku minta maaf." Erick terlihat begitu menyesal, mendengar ungkapan isi hati Celia.

"Aku ndak butuh minta maafmu." Mata Celia sudah memanas. Ingin berusaha tegar agar tidak menangis, tapi teringat Suci dan Irawan pada hari pernikahannya yang teramat sakit hati dan kecewa, membuat hatinya teramat sakit dan mata mulai berkaca-kaca.

"Sing dilarani awakmu ndak aku tok. Omku, Tanteku, keluarga besarku, kabeh digawe wirang seko ulahmu. Mereka sing paling dilarani awakmu. Ngerti rak?! Nek ndak enek Nick sing ganteni awakmu, raine keluargaku meh kek'e ndek ndi seko tamu undangan sing teko, hah?!" lanjut Celia.

"Cel, aku bakal buktikke nek anak sing dikandung Anggi uduk anakku. Keluargaku meh ngadake tes DNA. Nek emang terbukti anak'e Anggi uduk anakku, aku bakal ndandani opo sing wes tak gawe rusak, Cel." Erick meraih salah satu tangan Celia, mencoba digenggam tapi langsung ditarik cepat oleh gadis itu.

"Ndak enek sing perlu diperbaiki. Aku wes nduwe bojo. Rasa tresnoku go awakmu juga wes ilang. Ndak enek. Saiki kita hidup masing-masing. Ojo ganggu-ganggu aku maneh," tegas Celia.

"Ndak, Cel. Aku bakal ndandani hubungane dewe nek urusanku wes rampung kabeh. Aku bakal njupok awakmu seko bojo sing ndak kamu senengi."

"Opo? Bojo sing ndak aku senengi?" Celia terkekeh sinis sambil membuang muka dari Erick. Sedetik kemudian, ia menatap lelaki itu lagi dengan tajam. "Seko ijab kabul diucapke Nick, detik itu juga roso tresnoku wes pindah neng Nick. Aku. Wes. Tresno. Bojoku. Lahir. Batin. Rungokke kuwi!" ucap Celia penuh penekanan di akhir kalimat.

"Aku ndak percoyo. Awakmu ngomong kongono gen aku cemburu, 'kan, Cel? Awakmu isek tresno mbek aku. Ndak mungkin langsung ilang ngono wae." Erick masih menyangkal dan masih menganggap bahwa Celia masih mencintainya.

"Ndak enek niatan aku gawe awakmu cemburu, Rick. Emang iku nyatane. Roso tresnoku go awakmu wes ilang, wes pindah neng Nick. Neng bojoku." Celia menepuk pelan dada Nick.

Nick sendiri seperti orang bodoh yang hanya bisa berdiri diam tanpa mengerti obrolan keduanya. Namun, terlihat dari ekspresi Celia yang penuh emosi dan intonasi suara keduanya yang kadang tinggi dan rendah, keduanya pasti sedang memperdebatkan masalah pernikahannya yang gagal.

"Ndak percoyo aku wes seneng tenan mbek bojoku, hah?" Celia berkata menantang. Tanpa basa-basi, ia langsung menghadap Nick dan berjinjit sambil mengalungkan salah satu tangan di leher lelaki itu, sedangkan salah satu tangannya menangkup wajah Nick. Lantas, dengan cepat menempelkan bibirnya ke bibir Nick.

Membuat Nick menegang dan terkesiap tak percaya. Tapi, ia tahu maksud dari Celia dan memberi dukungan untuk memanas-manasi lelaki di hadapannya. Ia merengkuh pinggang Celia erat dan menahan tengkuknya, sebelum akhirnya melumat lembut bibir gadis itu.

Kali ini bukan hanya Erick yang terkejut, tapi juga Celia yang mendapat balasan dari Nick. Gadis itu ngelag sesaat. Mengingat sedang butuh adegan panas itu, ia membiarkan Nick yang memimpin ciumannya. Untung saja tempatnya sekarang jauh dari lalu-lalang orang-orang. Walaupun ada yang melihat juga masa bodoh. Ia dan Nick sudah menikah.

Saat merasakan pasokan oksigen mulai menipis, Celia melepas ciuman dan beralih memeluk Nick dengan kedua tangan mengalung di leher lelaki itu. "Nick, maaf," bisiknya sangat lirih. Malu sekali dengan sikap nyelonongnya mengecup bibir Nick lebih dulu. Apalagi itu ciuman pertamanya. Selama menjalin hubungan dengan Erick, ia tidak pernah berciuman bibir. Mungkin, alasan itu juga Erick lebih memilih kepuasan dengan perempuan lain.

Nick mengulas senyum lebar sambil mengusap-usap punggung Celia. Ia mendengar bisikan itu, tapi tidak menanggapi. Justru berkata yang ditujukan kepada Erick. "Tolong, berhenti mengganggu istriku lagi. Urus saja urusanmu dan perempuan yang sedang mengandung anakmu. Sekarang rahim Celia sedang memproses benih dariku. Dan sebentar lagi dia akan mengandung anakku."

"Tunggu saja waktunya. Kalau aku sudah bisa membuktikan bayi yang dikandung Anggi bukan anakku, akan kuambil Celia darimu. Karena seharusnya, sekarang Celia sudah menjadi milikku. Istriku," balas Erick dengan geram.

"Jangan mimpi. Celia sudah tidak sudi kembali bersamamu. Dan aku ... aku tidak akan membiarkan istriku diambil oleh lelaki yang sudah mengkhianati dan menyakitinya. Dan akan kupastikan, Celia akan hidup bahagia denganku." Nick mengecup kepala Celia dalam-dalam dengan tatapan tertuju kepada Erick. "Ayo, Sayang. Pergi dari sini," ajaknya. 

Celia mengangguk. Ia mengurai pelukan dari Nick. Sambil berlalu, ia menatap Erick dengan perasaan campur aduk tak keruan. Namun, baru beberapa langkah, Erick langsung menarik lengan Nick sampai membuatnya terhuyung ke belakang.

Celia refleks memekik. Saat melihat Erick sudah mengangkat tangan akan meninju kepala Nick, kakinya bergerak cepat langsung menendang perut Erick cukup kencang. Kali ini lelaki itu yang terhuyung ke belakang sambil mengaduh kesakitan di perutnya.

"Meh opo, hah?! Meh nggelud bojoku?! Ojo mbok wani-wani nyentuh bojoku." Celia berkata tajam sambil melototi Erick. Ia maju selangkah untuk melindungi Nick.

Nick sendiri cukup takjub melihat kecepatan gerakan Celia melawan musuh. Ia jadi teringat ucapan Suci jika Celia suka mengikuti pelatihan ilmu bela diri. Dan ternyata, ilmunya bisa dipakai untuk melindungi diri sendiri. 'Tidak sia-sia mejadi gadis nakal dari kecil,' batinnya sambil menyembunyikan senyum.

"Ayo, Nick." Celia meraih lengan Nick dan membawanya berlalu.

"Cel, aku enggak bakal diam. Tunggu wae, Cel."

"Sak karepmu, Bajingan!" seru Celia sambil menoleh ke belakang.

***

Setibanya di rumah, Celia dan Nick langsung masuk ke kamar, tidak peduli di luar masih sangat ramai. Keduanya duduk di ranjang sambil bersandar dan saling diam. Bukan diam musuhan, tapi diam karena Celia merasa canggung.

Celia masih kepikiran soal ciuman tadi, dan itu sangat memalukan bagi dirinya. Karena ia yang selalu menolak Nick, mencecar Nick, selalu mewanti-wanti agar pernikahannya itu jangan dianggap serius, tapi justru dirinya yang nyosor duluan ke lelaki itu.

"Kenapa diam saja, Cel? Mana suara cerewetmu?" Nick menimpuk wajah Celia dengan bantal guling, dan berhasil membuat gadis itu memekik. Ia tidak suka melihat Celia diam, seperti orang yang sedang memiliki banyak pikiran. Dan ia berpikir, Celia masih memikirkan hasil perdebatannya dengan Erick. 'Apa Celia sedang memikirkan akan balikan dengan lelaki itu?' batinnya. Tidak tahu kenapa ada kegelisahan dalam dirinya.

"Niiick." Celia mengaduh sambil mengusap-usap keningnya."

"Mikirin lelaki tadi?"

"Enggak." Celia menggeleng.

"Kalau enggak ...." Nick berusaha berpikir, dan menemukan pertanyaan lain. "Ciuman kita, huh?" Ia tersenyum jahil, menggoda.

Celia yang mendengar, jantungnya langsung berdebaran tak keruan. Ia semakin terlihat salah tingkah. "Eng-enggak."

Nick beringsut mendekati Celia. Mencondongkan tubuhnya dengan kepala tepat di depan wajah Celia, lalu tersenyum jahil. "Mau lagi? Sini , aku kasih, Sayang. Istriku yang nakal tapi cantik." Ia terbahak sambil terus menggodanya. Tadi Celia sudah mengerjai dirinya habis-habisan saat menonton barongan. Sekarang giliran dirinya yang mengerjai gadis itu.

"Nick, mau apa?" tanya Celia gugup, saat Nick duduk di pangkuannya. Lelaki itu langsung mengambil kedua tangannya dan ditaruh di belakang pinggang dirinya. Ditahan di sana.

"Nick," panggil Celia sambil memberontak, tapi ia kesulitan bergerak. Tubuh Nick terasa begitu berat mengunci tubuhnya.

"Iya, Sayang." Nick menatap Celia intens sambil mengulas senyum. "Mau dari mana dulu?" tanyanya bersuara parau.

"Apanya?" tanya Celia kebingungan. Debaran jantung semakin tak keruan rasanya. Napasnya pun mulai memburu berhadapan dengan Nick tanpa jarak.

"Dari sini dulu." Nick menyampingkan kepala, lalu meniup bawah telinga kiri Celia, yang berhasil membuat gadis itu menggeliat kegelian. Kemudian, ia mengecupnya penuh kelembutan dan cukup lama.

"Lalu ke sini." Nick menarik kecupannya ke rahang Celia pelan-pelan dan penuh kelembutan.

Membuat dada Celia mencelus seketika, nyes-nyesan tak keruan. Ekspresinya pun terlihat begitu antisipasi dan tegang.

"Ke sini." Nick menarik kecupannya lagi ke ujung bibir Celia.

Membuat dentuman jantung gadis itu semakin tak keruan. Napasnya menggebu membuat dada naik-turun.

"Dan ke sini." Nick menempelkan bibirnya ke bibir Celia. Ia membubuhkan kecupan lembut berulang kali. Merasakan bibir Celia perlahan membuka seolah meminta lebih, detik itu juga ia memberikan ciuman mesra yang semestinya. Melumatnya pelan dan mesra, yang justru membuat seluruh tubuhnya memanas dan terangsang.



***

Sampai di bab ini, dialog bahasa Jawanya ada mengganggu kalian saat membaca tidak?

Ah, iya, aku mau ngasih informasi juga kalau event menulisku bareng Karos Publisher kemarin, lagi ngadain giveaway.

Jangan lupa ikutan, ya. Kalian bisa balas pertanyaan di atas di akun Instagram/ Facebook Karos Publisher.

Yang belum baca ceritaku yang mana, yang ikutan event ini, judulnya Voice in the Violin. Jangan lupa juga bantu vote cerita Camellia, ya.

Thank you😘😘❤️❤️


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top