Part 42

Mobil saling mengejar. Menyalip mobil lain yang berada di depannya bak di arena sirkuit. Namun, Aiden dan Dante telah kehilangan jejak saat tidak lama ada mobil lain menghadang yang membuat Aiden sebagai sang sopir langsung mengerem mendadak. Lalu, datang mobil lain mengepung mobilnya.

"Sial!" Dante mengumpat keras, ketika melihat orang-orang bertopeng keluar dari mobil depannya. Mereka langsung menyerbu ke mobilnya dengan membawa senjata tumpul.

Terpaksa, Dante dan Aiden pun keluar untuk menyerang. Mereka tidak memiliki pilihan lain. Jika tidak, keduanya yang akan mati sia-sia di tangan lawan. Meskipun hanya berdua, skill bela diri keduanya tidak diragukan.

Pertarungan panas pun terjadi. Tidak ada yang mengalah dan semakin sengit.

***

Celia merintih ketika tersadar dari obat bius yang membuatnya kehilangan kesadaran. Saat teringat dirinya diculik, ia langsung membuka mata. Gelap. Pengap. Itu yang ia rasakan pertama, sebelum akhirnya lampu ruangan dinyalakan. Detik itu juga ia baru sadar jika kedua tangan dan kaki dalam kondisi terikat di kursi.

"Uuuuh, sudah bangun dari tidurnya, Queen?"

Suara ejekan itu Celia mengenalnya. Ia langsung menoleh ke samping arah suara berada. Di sana berdiri Ellena, di sampingnya Erick. Kedua orang itu tersenyum lebar dan sinis. Seolah memperlihatkan kemenangannya telah berhasil menculik dirinya.

"Bagaimana, Celia? Apa kamu masih bisa sok kuat sekarang? Masih bisa berlaga pandai bela diri dengan mengeluarkan jurus-jurus silatmu?" Erick mendekati sang mantan, lalu menunduk dan mencengkeram rahang Celia agar menatapnya. "Kamu terlalu angkuh selama ini. Berasa menjadi perempuan paling suci yang tak memiliki dosa. Tidak mau mendengarkan penjelasanku. Dan mempermalukanku di hadapan semua karyawan. Sekarang ... apa kamu masih bisa bersikap seperti itu denganku?"

Dengan perasaan geram dan jijik, Celia menatap tajam Erick. Rahangnya mengetat keras. Selain menjadi penjahat wanita, ternyata Erick juga seorang kriminal yang berani menculik perempuan.

"Laki-laki macam apa yang beraninya main culik-culikkan seperti ini? Tidak menerima keputusan, padahal kamu sendiri yang bersalah." Celia berkata tajam, lalu terkekeh sinis. "Pengecut sekali dirimu, Rick. Ingin dibilang hebat dan jagoan dengan cara menculik seperti ini, huh?!"

"Aaah, ternyata kamu masih seangkuh ini." Erick melepas cengkeramannya dengan keras sambil mendorong kepala Celia ke samping.

"Terlalu banyak omong. Mending langsung saja," pinta Erick kepada Ellena.

Celia tertawa keras melihat komplotan orang jahat di depannya. "Kalian memang cocok. Sama-sama berhati iblis."

Plak!

Ellena menampar keras pipi kiri Celia sampai kepala perempuan itu terpelanting dan mengeluarkan darah segar di sudut bibirnya.

Celia masih tidak gentar. Masih berusaha kuat dan tegas, meskipun perutnya mulai terasa kram lagi. 'Baby, tolong kuat. Jangan kenapa-kenapa.' Ia terus berdoa dalam hati. Dan terkejut saat mendapat jambakan kuat dari Ellena sambil ditarik ke belakang kepalanya, membuatnya mendongak.

"Sekarang sudah saatnya kamu musnah dari dunia ini, Celia. Menyusul orang tuamu dan bayimu." Dengan tak berperasaan, Ellena memijak perut Celia cukup keras.

Celia menjerit, merasakan kesakitan pada perutnya yang seperti teremas kencang. "Jangan sakiti anakku!" serunya sambil menangis yang sudah tak bisa ditahan. Yang dipikirkan sekarang hanya kondisi anaknya. Ia tidak ingin calon buah hatinya kenapa-kenapa.

"Uuups! Ada bakal janinnya ya, di dalam. Aku lupa." Ellena terbahak seperti orang gila. Lalu, sedetik kemudian, ekspresinya kembali seperti monster dengan tatapannya yang tajam. "Anakmu tidak akan selamat, Celia. Dan kamu tidak akan membawa apa pun dari Nick. Kamu tidak berhak mendapatkan Nick. Seharusnya dulu aku berhasil menyingkirkanmu. Membunuhmu. Tapi, selalu gagal! Kamu terlalu banyak memiliki nyawa."

Celia menangis tergugu saat merasakan remasan di perutnya semakin kencang. Tidak berselang lama, ia merasakan ada sesuatu yang mengalir dari vaginanya. Membuat bokong terasa basah dan tercium bau amis darah.

'Tidak mungkin anakku.'

Ketakutan Celia semakin tak keruan. Pikiran campur aduk tak keruan. Napas pun terasa berat dan sesak.

"Dan aku hanya berhasil membunuh kedua orang tuamu."

Keterkejutan Celia berhasil membuatnya mematung. Speechless mendengar pengakuan Ellena. "Jadi ... kamu yang membunuh orang tuaku, Ellena? Jahat kamu! Iblis! Biadab!" tangisnya semakin pecah lagi.

"Ya! Karena aku tidak ingin kamu masuk di keluarga kami. Kamu dekat dengan Nick. Dan kamu mengambil semua perhatian keluarga besarku. Dan aku berhasil menjauhkanmu dari kami. Kamu dikirim ke kampung. Tapi, aku masih tetap benci denganmu sampai sekarang. Dan sekarang kamu malah menjadi istri Nick. Aku tidak akan membiarkanmu memiliki Nick seutuhnya, apalagi sampai memiliki anak dengannya."

Sudah tidak bisa diutarakan lagi sehancur apa perasaan Celia sekarang. Orang tuanya meninggal karena mengalami kecelakaan. Dan kecelakaan itu ternyata Ellena yang menyebabkan. Lalu, sekarang anaknya sudah disakiti oleh perempuan itu. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa Nick telah memiliki anak dari perempuan lain. Dan sekarang Erick, menjadi salah satu penculiknya.

"Bunuh aku sekarang. Bunuh aku," pinta Celia, sungguh-sungguh. Untuk apa lagi ia hidup. Ia sudah hancur. Hidupnya sudah hancur.

"Tentu. Tentu aku akan membunuhmu. Tapi, perlahan. Aku ingin melihatmu menderita terlebih dahulu." Ellena menjentikkan jari. Lampu ruangan dimatikan, berganti dengan sorot cahaya proyektor dari segala sisi ruangan. Video-video kecelakaan diputar, lengkap dengan video ambulans yang menyuarakan sirine bercampur masuk sedih.

Tangis Celia semakin pecah. Ia tergugu. Terpejam. Tidak ingin melihat video-video yang berputar di sekitarnya dengan suara sirine yang begitu menggema. Panic attack kembali menyerangnya, lebih parah, sampai membuat dada sangat sesak. Kepala berasa bak berputar-putar dan pusing yang teramat menyiksa. Ia sudah tidak memiliki tenaga, tubuh sangat lemas dan mendingin. Ellena dan Erick benar-benar menyiksanya.

Ketika kesadaran sudah diujung tanduk, Celia mendengar gebrakan pintu sangat keras. Ia juga mendengar keributan di luar, pun dengan Ellena dan Erick yang langsung ditangkap oleh seseorang.

"Celia! Sayang!"

Samar-samar Celia melihat wajah Nick, tapi ia masih mendengar jelas suara lelaki itu yang panik. Sedetik kemudian, semuanya menggelap. Ia kehilangan kesadaran.

***

Dengan panik, Nick membopong Celia memasuki lobi rumah sakit. Bagian bawah istrinya sudah penuh darah yang membuatnya hampir gila. Ia sudah tak bisa berpikir apa pun kecuali keselamatan sang istri. Begitu dihampiri beberapa perawat yang mendorong brankar, ia langsung merebahkan istrinya di atas brankar tersebut.

"Tolong selamatkan istri saya," pinta Nick bercampur khawatir dan gelisah sambil ikut mendorong brankar menuju ruangan UGD.

"Kami akan berusaha semaksimal mungkin, Pak," balas salah satu perawat.

Setibanya di depan ruangan UGD, Nick diberhentikan agar tidak ikut masuk. Namun, lelaki itu tetap ingin memaksa masuk karena tidak ingin meninggalkan istrinya barang sedetik saja.

"Pak, tolong kerja samanya," ucap salah satu perawat, lantas menutup pintu ruangan UGD dengan cepat.

Dengan terpaksa Nick menunggu Celia di luar. Pikiran sangat kalut. Takut. Khawatir. Gelisah. Yang bisa dilakukan sekarang hanya mondar-mandir di depan pintu dengan buliran air mata yang terus meluruh.

Begitu melihat kemeja putihnya penuh dengan darah, tangisannya menjadi guguan keras. Dua nyawa yang sekarang sedang diperjuangkan. Rasanya, separuh dari jiwanya pun ikut melayang.

Nick kehilangan keseimbangan, lalu ambruk dengan tubuh bersandar pada dinding. Dan merosot, duduk di lantai. Sesekali pandangan tertuju ke pintu UGD, memikirkan kondisi Celia dan calon anaknya. Demi apa pun, ia tidak akan memberi ampun kepada Ellena dan Erick yang sudah membuat istrinya terluka parah. Ia pikir, pelaku penculikannya tadi Ximon, karena lelaki itu yang sudah mengeluarkan ancaman terhadap dirinya.

Saat melihat pintu ruangan UGD terbuka dari dalam, Nick bergegas bangun.

"Pak, kondisi Ibu Celia sangat parah. Kandungannya mengalami gangguan fatal. Janinnya tidak bisa diselamatkan."

Bak terkena lemparan bom atom yang berhasil meleburkan seluruh tubuhnya, mendengar ucapan perawat itu. Air mata Nick semakin deras mengalir. Degupan jantung pun terpacu cepat.

"Kami membutuhkan tanda tangan Anda untuk melakukan kuretase pada Ibu Celia. Beliau membutuhkan tindakan lanjutan."

"Apa istri saya bisa diselamatkan?" tanya Nick, terbata saking sesaknya dada.

"Tim medis akan berusaha semaksimal mungkin, Pak. Selebihnya, kita serahkan kepada Yang Maha Kuasa." Sang perawat menyodorkan surat perjanjian kepada Nick. "Untuk membantu keselamatan Ibu Celia, Pak."

Nick pun terpaksa mengambil surat perjanjian itu, lantas menandatanganinya dengan mantap. "Tolong selamatkan istri saya, Sus," pinta Nick lagi sambil menyerahkan surat perjanjian itu.

Perawat itu hanya memberi anggukan sopan, lalu segera masuk ke ruangan UGD kembali. Ia memberitahu kepada para dokter yang sedang menangani Celia jika tindakan bisa dilanjutkan.

***

Berjam-jam Celia berada di ruangan UGD, sekarang perempuan itu sudah dipindahkan ke ruang ICU. Alat penunjang kehidupan terpasang lengkap di tubuhnya yang masih belum sadarkan diri. Dokter mengatakan, tidak bisa memastikan kapan perempuan itu akan sadar dari komanya mengetahui syaraf otaknya mengalami kerusakan akibat tekanan ketakutan yang cukup tinggi.

Nick yang sudah berganti pakaian bersih dibawakan oleh keluarganya, masih setia menemani Celia di ruangan, setelah diperbolehkan masuk.

"Sayang," panggil Nick diiringi isak tangis seraya menggenggam salah satu tangan Celia dan ditempelkan ke pipinya.

"Maafkan aku yang gagal menjagamu. Maafkan aku yang telat datang menyelamatkanmu." Ia tergugu sampai tubuhnya bergetar hebat.

"Aku janji akan memberikan pelajaran yang setimpal kepada para pelaku yang sudah mencelakaimu seperti ini," ucapnya sungguh-sungguh.

"Bangun, Sayang. Kamu juga harus mendengarkan penjelasanku soal Nathan dan Alice. Kamu salah paham. Kebenarannya tidak seperti yang dikatakan Herlin." Nick terus berbicara meskipun tidak mendapat sahutan.

"Maaf, Pak Nick, waktu membesuk Anda sudah habis. Bisa keluar sekarang? Biarkan pasien tenang dan relaks."

Saat mendengar suara dari ambang pintu yang terbuka, Nick langsung menoleh. Lantas, mengangguk patuh.

"Aku harus keluar sekarang. Nanti aku akan ke sini lagi kalau sudah diperbolehkan sama dokter. Cepat bangun, ya. Dan kamu harus tahu, Celia. Cuma kamu perempuan yang aku cintai. Cuma kamu istriku. Cuma kamu pemilik hatiku. Tidak ada perempuan lain. Dan tidak ada perempuan yang pernah berhubungan denganku."

Nick beranjak berdiri, lantas membungkuk dan mengecup kening Celia cukup lama.

"Aku keluar dulu."

Cukup berat kaki melangkah meninggalkan istrinya, tapi tetap Nick lakukan demi kenyamanan sang istri. Setibanya di luar ruangan ICU dengan seluruh keluarganya menunggu di sana, ia langsung ditodong banyak pertanyaan bagaimana kondisi Celia.

"Celia belum bisa dipastikan kapan bangun. Dia masih koma. Kejadian yang dialami cukup complicated," ucap Nick, lalu pandangan tertuju kepada Adam dan Niken. Ia menghampiri kedua orang itu.

"Kalau sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan oleh istriku, aku tidak akan pernah menganggap kalian sebagai salah satu keluarga kami. Dan Ellena, akan menanggung akibatnya. Jangan halangi aku," ucap Nick, tajam dan dingin.

"Nick---."

"Jangan ucapkan kata permohonan. Lebih baik kalian melakukan tes DNA apakah benar dia anak kandung kalian atau bukan. Sangat meragukan dengan sifatnya yang seperti iblis. Di keluarga kami tidak ada satu orang pun yang memiliki sifat iblis seperti dia," ucap Nick lagi, memotong ucapan Niken. "Bahkan dari dulu, anak kalian sudah ingin membunuh Celia. Kalau tidak ada aku yang menggagalkan, istriku sudah mati sejak usia dini."

Perkataan Nick yang terakhir berhasil mengejutkan yang lain. Semua ternganga saking terkejutnya. Lalu, Teresa ikut menghampiri Adam dan Niken.

"Adam, Niken, selama ini kami sudah sangat baik terhadap kalian. Tapi, balasan dari anakmu sangat memalukan. Dan aku sebagai mertuanya Celia, dari anakku yang sudah mendapatkan donor ginjal dari Mamanya Celia, tidak akan tinggal diam. Aku jabanin, Ellena akan mendapat hukuman setimpal. Jika bisa, dia akan mendekam di penjara seumur hidupnya," tekan Teresa, tak main-main.

Nick merogoh saku celananya mengambil ponsel. Lantas, segera menghubungi Aiden yang masih berjaga di tempat sekapan Celia. Ellena, Erick, dan Herlin, masih menjadi tahanan dirinya.

"Aku akan ke sana sekarang," ucap Nick, setelah telepon tersambung.


***

Gimana dengan part ini? Berhasil bikin tegang pas bacanya gak? 😂😂

Nano-nano sekali ya. Bikin napas naik-turun🤣










Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top