Part 40

Sejak kedatangannya ke kantor Nick, Celia selalu berhasil menjadi perhatian para karyawan, yang tiba-tiba menjadi personal asisten Nick, yang tiba-tiba menjadi istri Nick. Dan hari ini, kedatangannya ke kantor Nick menjadi pusat perhatian lagi karena diikuti dua lelaki berseragam hitam dan bertubuh kekar. Bisik-bisik para karyawan mulai menggunjingnya, ada yang mengutarakan pujian, ada juga yang mengutarakan kedengkiannya di belakang. Mengatakan jika Nick terlalu berlebihan kepada Celia.

"Aku meeting dulu. Tetap diam di ruangan sebelum aku kembali, ya. Kalau mau pergi jalan-jalan, kabarin aku. Aiden dan Dante harus ikut dan selalu mengawasimu. Jangan pergi sendiri," perintah Nick, yang akan melakukan meeting hariannya di jam kerja pagi. Ia beranjak, lantas mengecup kening Celia cukup lama.

"Iya, Sayang." Celia mengulas senyum lebar. Nick beralih mengecup bibirnya seraya mengusap lembut perutnya.

Setelah kepergian Nick, Celia berpindah duduk ke kursi Nick dan melanjutkan membaca buku yang kemarin belum selesai dibaca. Dua bodyguardnya berjaga di luar ruangan. Cukup lama ia berkutat pada buku bacaannya, dan terganggu oleh kedatangan perempuan yang selama ini ia benci.

Ellena berhasil masuk ke ruangan Nick, setelah melakukan perdebatan dengan dua bodyguard di depan.

"Maaf, Nyonya, kami sudah melarangnya masuk. Tapi, dia ngotot masuk dan mengaku sebagai saudara Pak Nick," ucap Aiden.

Celia mengangguk paham sambil mengubah posisi duduk jadi tegak. "Biarkan dia. Tetap berjaga. Aku takut monster ini akan mencelakaiku."

"Baik, Nyonya." Aiden mengangguk patuh. Bersama Dante, ia berjaga di depan pintu. Pandangan memerhatikan gerak-gerik perempuan yang baru masuk secara saksama. Jika sang nyonya mengatakan monster, itu berarti perempuan itu cukup bahaya, pikirnya.

"Merasa paling berkuasa, huh? Mentang-mentang jadi istri Nick, kamu jadi ngelunjak meminta dijaga bodyguard segala." Ellena menyunggingkan senyum sinis seraya berjalan mendekati Celia, lalu duduk di kursi tamu.

Aiden dan Dante yang memiliki insting sama jika nyonyanya dalam bahaya, bergegas menghampiri Celia dan berdiri dengan gagahnya di kanan-kiri perempuan itu.

Celia bersandar lagi sambil mengusap-usap perut. "Baby, jangan kaget, ya. Aunty-mu yang satu ini memang mengerikan. Dari dulu selalu ingin melukai Mommy. Ternyata sampai sekarang sifatnya belum berubah. Doain Aunty-mu agar segera sadar ya, Sayang."

Tatapan Ellena tertuju ke perut Celia. Lagi dan lagi, ia ketinggalan informasi tentang perempuan itu. Sekarang malah sudah hamil. Dan anak Nick. Sialan!

Tidak! Celia tidak boleh mendapatkan kebahagiaan. Dari dulu, perempuan itu selalu merebut kebahagiaannya. Merebut apa yang seharusnya miliknya.

"Tidak sudi aku memiliki ponakan pembawa sial seperti ibunya. Cuma jadi parasit di keluarga kami."

Celia berusaha keras untuk tidak terbawa emosi. Ia menutup buku yang masih terbuka di atas pahanya, lalu menaruhnya di atas meja.

"Mau apa kemari? Kamu bukan bagian dari karyawan sini, dan suamiku tidak memiliki kepentingan apa pun dengan kamu," tanya Celia, masih terlihat tenang.

"Terserah aku mau apa datang kemari. Bukan urusanmu juga. Dan Nick, masih keluargaku. Aku sepupunya."

"Sepupu yang lain tidak ada yang berlebihan sepertimu. Mereka tahu aturan dan tempat, meskipun masih dalam satu keluarga. Hanya kamu yang memiliki sifat aneh. Dari dulu. Bahkan membenciku tanpa alasan jelas, dan selalu menggunakan senjata bahwa aku orang luar dari keluarga kalian." Celia manggut-manggut.

"Memang benar. Aku orang luar untuk keluarga Nick. Tapi, keluarga yang lain tidak ada yang mempermasalahkan. Kak Chloe, yang Kakak kandung Nick pun tidak mempermasalahkan. Sepupu yang lain juga file-fine saja. Hanya kamu, Ellena. Hanya kamu yang berbeda. Bahkan, dari pertama kedatanganku kemari kamu sudah mempengaruhi otak Evelyn untuk membenciku. Memberitahu dia dengan omong kosongmu. Apa sebenarnya selama ini kamu menyukai Nick? Kamu sudah terobsesi dengan Nick sejak masih remaja, dan kamu cemburu buta setiap aku dan Nick bersama?" lanjut Celia, langsung nebak ke tujuan.

Ellena mengepalkan kedua tangannya erat-erat di atas paha. Lantas, dengan angkuhnya ia berkata, "Ya. Benar. Aku menyukai Nick. Aku mencintai Nick. Dan kamu selalu mencuri perhatian Nick. Kamu pembawa sial. Parasit. Seperti orang tuamu."

"Gila! Tidak tahu malu!" Celia berseru penuh kegeraman. Darahnya mendidih, emosi pun bangkit. Dan ia merasakan perutnya kram secara tiba-tiba, seperti tertarik kencang sampai ia mengernyit menahan sakit.

"Nyonya, Anda kenapa? Ada yang sakit?"

Celia menggeleng. Ia masih berusaha kuat sambil terpejam sesaat, untuk menetralisir rasa tegang pada perutnya.

"Seharusnya bukan cuma orang tuamu yang mati, Celia. Tapi, kamu juga. Seharusnya kamu menyusul mereka sejak dulu. Dan Nick, Nick tidak akan pernah bersamamu."

"Tolong usir dia dari sini," pinta Celia, kepada dua bodyguardnya. Yang langsung dituruti.

Aiden dan Dante menyeret paksa Ellena keluar ruangan, tepat Nick dan Evelyn kembali dari meeting.

Nick memiliki firasat tidak enak atas kehadiran Ellena. Sedangkan, Ellena menatap tajam Evelyn yang sekarang sudah putus hubungan, karena sudah berbeda tujuan.

"Celia, kamu tidak apa-apa?" Nick langsung berlari menghampiri sang istri yang merebahkan kepala di meja sambil memegangi perut.

"Perutku kram, Nick," keluh Celia.

Nick langsung membopongnya dan memindahkan Celia ke kamar. Evelyn yang ikut masuk ke ruangan Nick, menatap Celia kasihan.

"Apa yang bisa saya bantu, Pak?" tanya Evelyn.

"Ambilkan air putih hangat."

"Baik, Pak."

"Masih sakit? Sangat sakit?" tanya Nick, gelisah, setelah merebahkan istrinya ke ranjang.

"Tidak begitu. Tapi, tadi kerasa tertarik banget." Tatapan Celia sangat dalam sambil menahan kekhawatiran.

"Apa yang dia lakukan ke kamu sampai kamu kesakitan seperti ini? Aiden dan Dante tidak menjagamu dengan baik? Biar aku marahi mereka."

Celia mencengkeram lengan Nick seraya menggeleng. "Jangan. Mereka sudah menjagaku. Aku yang membiarkan Ellena masuk. Kami berdebat kecil. Aku memancingnya berbicara dan dia mengakui kalau dia memiliki perasaan cinta terhadapmu. Terobsesi kepadamu, makanya sangat benci sama aku."

"Benar-benar sudah gila dia." Nick menggeram.

"Pak Nick, minumannya." Evelyn datang sambil membawa segelas air putih hangat.

Nick menerimanya, lalu membantu menahan kepala Celia untuk bangun agar meminum air putih hangat itu. "Tolong taruh di atas nakas," pintanya kepada Evelyn sambil menyodorkan gelas ke perempuan itu.

"Kamu bisa keluar sekarang," perintah Nick, dan dituruti Evelyn. 

"Perlu ke dokter?" tawar Nick.

Celia yang sudah merebahkan kepala, menggeleng. "Cukup istirahat saja. Sudah mulai hilang kramnya."

Dengan penuh kasih sayang, Nick menyingkirkan rambut Celia yang menghalangi mata, lalu mengusap lembut wajah sang istri. Ia menatapnya dalam dan lekat, sedetik kemudian mengecup bibirnya. "Aku akan memberitahu Aiden dan Dante untuk menjauhkan Ellena darimu. Maafin aku sudah ninggalin kamu untuk meeting."

"Nick, kamu juga punya tanggung jawab dalam pekerjaanmu. Jangan salahkan dirimu. Kamu sudah melakukan yang terbaik untukku. Sudah ngasih bodyguard untuk menjagaku juga."

"Tapi, mereka hampir kecolongan."

"Mereka belum tahu sifat Ellena kepadaku. Setelah tahu, mereka langsung ngusir paksa Ellena dariku."

Nick menerima penjelasan sang istri. Ia kembali mengecupi pipi dan bibir Celia, lalu beralih ke perut Celia. Dielus dan dikecup.

"Maafin Daddy, Sayang. Daddy janji tidak akan lengah untuk menjaga kamu dan Mommy. Baik-baik di perut Mommy, ya," ucap Nick, kepada calon anaknya. Lantas mengecupnya lagi, sebelum ia kembali memeluk Celia.

"Dibuat istirahat, ya. Tidur. Biar cepat membaik," pinta Nick. Salah satu tangan yang digunakan untuk bantalan kepala Celia, disibukkan untuk mengusap-usap kepala Celia. Sedangkan, salah satu tangannya lagi digunakan untuk mengusap-usap perut perempuan itu.

Dalam diamnya sambil mengecup pipi Celia, pikiran Nick berkelana ke mana-mana. Tatapannya tampak kosong mengingat banyak yang tak suka kepada dirinya dan Celia. Setelah Ellena, kini muncul Ximon dan Erick. Secara bersamaan. Bertambah lagi dengan kondisi Celia yang sedang mengandung, kekhawatiran Nick semakin tak keruan. Ia tahu, pelaku yang meneror Celia semalam dan yang mengirim video kecelakaan tadi pagi pasti, Erick. Dendamnya terhadap Celia karena ditinggal menikah, ditolak balikan secara mentah-mentah, dan dipecat dari perusahaan dirinya secara tiba-tiba, pasti dendam itu semakin mendalam dan tumbuh besar.

Mereka yang menyalahi duluan. Tapi, seolah-olah mereka lah yang menjadi korban. Sampai tidak terima konsekuensi dari kelakuannya sendiri.

Dan sekarang, setiap pergerakan dirinya dan Celia bak terkepung dari sana-sini. Taktik musuh untuk menyerang tentu secara diam-diam dan tak bisa diperkirakan kapan tiba waktunya, yang dimaksud dengan kehancuran dan menghancurkan.

Nick berpikir, ia benar-benar harus ekstra waspada sekarang. Tidak boleh lengah dari incaran musuh.

Mendengar dengkuran lembut, Nick langsung menatap wajah istrinya. Celia sudah terlelap. Terlihat begitu tenang.

"Tidur yang nyenyak, Sayang," bisiknya. Ia mengecup pipi sang istri, sebelum akhirnya berlalu ke ruang kerjanya kembali.

Nick langsung memanggil Aiden dan Dante masuk. Dengan serius, ia membicarakan soal bahaya-bahaya yang sedang mengintainya, termasuk memberitahu jika Ellena salah satu orang yang cukup bahaya untuk Celia. Lantas, ia menceritakan masa lalunya di mana Ellena pernah mencoba untuk membunuh Celia.

***

"Bagaimana?" tanya Erick, kepada Ellena yang baru masuk mobil.

"Aku memiliki berita bagus. Celia sedang hamil. Perempuan angkuh yang sok kuat itu sedang tidak memiliki kekuatan untuk melawan. Dan tentu saja, itu akan memudahkan kita untuk menghancurkan hidup dan mentalnya."

Erick tersenyum puas mendengar itu. "Aku sudah tidak sabar ingin melihat wajah angkuhnya berubah menjadi wajah yang penuh dengan kehancuran. Dia harus merasakan sakit hatiku."

"Dan dia harus mati. Dia sudah merebut segalanya dariku. Sejak kehadirannya di dunia ini."

"Kita perlu bantuan untuk melancarkan semuanya."

"Tepat. Soalnya Nick ngasih bodyguard juga ke Celia. Akan kesusahan untuk kita bertindak."

**

Sementara di tempat lain, Ximon baru saja kedatangan anak buahnya yang baru diminta menyelediki informasi tentang Nick dan Celia.

"Kita bisa menggunakan orang ini, Tuan, untuk mendapatkan istri Nick secara mudah. Orang tuanya sedang kritis di rumah sakit. Kita bisa memberi ancaman yang orang itu tidak bisa menolaknya."

Ximon yang sedang menikmati isapan rokok dengan posisi duduk, kaki di silangkan di atas meja, menerima foto dari anak buahnya. Dilihatnya lekat-lekat.

"Bawa orang ini untukku," perintah Ximon, tegas.

"Baik, Tuan. Nanti malam akan saya bawakan untuk Anda."

"Suruh yang lain untuk tetap awasi Nick dan istrinya."

"Baik, Tuan."

Selesai menerima informasi, Ximon meminta anak buahnya untuk keluar dari ruang kerjanya yang berada di rumah. Senyum smirk ia sunggingkan. Selain Nick, tentu ia akan mengambil anaknya yang berada di tangan Alice. Yang belum diketahui keberadaanya di mana sekarang. Namun, saat dirinya di penjara, ia mendapat kabar jika Alice hamil anaknya.

***

Celia terbangun di jam satuan. Yang dicari pertama langsung Nick. Begitu melihat lelaki itu sedang berkutat dengan pekerjaannya, ia langsung mendarat bokong di pangkuan lelaki itu dan menyandarkan tubuhnya.

"Bagaimana kondisinya sekarang?" tanya Nick seraya mendaratkan kecupan di kening sang istri.

"Sudah lebih baik. Tapi, laper, Nick."

Mendengarnya Nick terkekeh. "Mau makan apa? Ada yang diinginkan tidak?"

"Makan pizza boleh?" tanya Celia sambil memainkan dasi Nick. Lalu, ia mengangkat kepala untuk melihat respons Nick.

"Boleh. Kita pergi makan sekarang. Kasihan, Aiden dan Dante juga belum makan."

Celia manggut-manggut.

"Makan di food court kantor saja, ya. Nanti jam duaan ada pertemuan dengan klien, lalu lanjut meeting dengan agency advertising."

"Oke. Kalau gitu, habis makan aku main-main ke perpus lagi, ya."

"Oke." Dengan sayang, Nick mengecup pipi istrinya. Lantas, bergegas mengajak Celia keluar ruangan, dan mengajak Dante serta Aiden untuk makan.











Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top