Part 4
Semakin siang, pesta pernikahan semakin ramai. Tamu undangan pun silih berganti datang. Seperti tak ada habisnya dilihat dari penuh sesaknya tamu yang duduk di kursi-kursi dan yang berlalu-lalang ke sana-kemari. Ditambah dengan tontonan orkes musik dangdut yang didatangkan dari Jawa Timur, membuat suasana terasa begitu meriah.
Sebenarnya, Nick sudah tidak tahan berdiri di atas panggung tempat kursi pelaminan berada. Kaki sudah sangat kaku, kesemutan, pegal, dan ini kali pertama dalam hidupnya ia dihajar habis-habisan dengan kondisi berdiri. Bagaimana tidak? Setiap ia ingin duduk, teman-teman Celia datang beramai-ramai dan silih berganti untuk meminta foto bersama. Bukan hanya mereka, tetapi juga rekan-rekan Irawan dan Suci. Terpaksa ia menyunggingkan senyum, walaupun palsu. Jika tidak untuk nama baik dirinya dan kedua orang tuanya, ia lebih memilih mengurung diri dan tidur nyenyak di kamar.
Yang paling mengesalkan bagi Nick juga, ia dan Celia harus mengganti pakaian pengantin berkali-kali. Dari model ini, model itu, warna ini, warna itu. Sungguh, menjadi pengantin adat Jawa ternyata sangat melelahkan. Kenapa mereka tidak mengambil konsep sederhana seperti yang ada di kota-kota? Meskipun memiliki pesta pernikahan mewah dan besar, tapi tidak perlu berganti pakaian terlalu banyak dalam sehari. Acara inti dari pesta pernikahan pun hanya beberapa jam saja, tidak seharian. Bahkan, kabarnya, acara pesta pernikahan itu sampai malam dan besoknya masih ada acara lain.
Ya Tuhan! Menghajar orang beneran!
Keluh Nick dalam hati.
"Aku sudah capek berdiri di sini. Kapan bisa istirahat, Cel?" tanya Nick, berbisik. Saat ini ia sedang berfoto-foto dengan teman-teman Celia. Bibir disunggingkan tipis, kedua tangan menumpuk di depan perut, sedangkan Celia merengkuh lengan kirinya dengan mesra.
"Tidak tahu." Celia berkata lirih tanpa menggerakkan bibir yang sedang menyunggingkan senyum. "Masa gini aja udah loyo kamu. Aku nih, masih kuat. Lebih berat juga bebannya. Pakai sanggul, kebaya yang terasa berat, heels. Ah! Payah kamu, Nick." Ia berkata bohong. Padahal kaki dirinya pun sudah sangat pegal, terutama betis. Tapi, dengan Nick, ia pura-pura kuat saja agar tidak terlihat lemah.
"Terima kasih," ucap salah satu teman Celia, selesai foto. Ia dan teman-teman lainnya pun turun dari panggung.
Nick segera memanggil seorang WO yang mengurus keperluan pengantin, dan berkata, "Bisa stop foto-foto dulu. Saya sudah capek, ingin istirahat."
"Baik, Mas. Akan saya beritahu kepada tamu undangan nanti." Seorang WO laki-laki itu mengangguk patuh.
"Mas, boleh minta tolong ambilin minum gak? Haus banget," pinta Celia sambil memegangi leher, dan mendapat anggukan dari sang WO yang langsung meluncur mengerjakan perintah.
Tidak lama, WO itu kembali ke panggung. Membawa dua botol air mineral yang salah satunya diberikan ke Nick. Lalu, ia beralih ke orang tua kedua mempelai pengantin, menawarkan bantuan. Tidak ada yang diinginkan dari mereka, WO itu kembali ke bawah panggung--berdiri tepat di depan tangga.
Nick dan Celia sibuk sendiri-sendiri dengan minumannya. Hanya sekali sedot, minuman dalam botol gelas itu langsung tandas.
"Nick, pokoknya kita jangan berhubungan badan, ya. Anggap saja pernikahan kita ini hanya pura-pura," bisik Celia, yang sangat kepikiran dengan namanya malam pertama dan harus tidur seranjang dengan Nick.
"Rugi bandar tidak menyetubuhimu, Cel," balas Nick asal. Ia ingin tersenyum, tapi tetap disembunyikan dan yang terlihat hanya ekspresi datarnya.
"Nick! Aku ndak pengen rabi mbek awakmu nek ndak kepaksa, ngerti rak? Emmoh dadi bojomu." Celia memukul pelan lengan Nick sambil menatap lelaki itu sedikit melotot. Tapi, lama tidak bertemu dan saling sapa dengan Nick, ia merasa ada perbedaan dari sifat lelaki itu yang dulu sangat cengeng dan penakut, sekarang ada gila-gilanya. Covernya saja yang garang.
"Jangan bicara pakai bahasa planetmu. Aku tidak paham." Nick menoleh menatap Celia. Jujur, gadis nakal itu terlihat sangat cantik dalam balutan kebaya dan make up pengantinnya yang tidak terlalu tebal. Bedak dan skin tone-nya yang putih bersih masih menyatu.
"Gundulmu bahasa planet. Kita ini masih di planet yang sama." Celia mencebik. "Pokoknya aku enggak mau bikin anak dulu sama kamu."
"Enggak mau bikin dulu. Berarti kamu mengharapkan, 'kan?" Nick berbisik tepat di samping telinga kiri Celia, membuat rang-orang yang di bawah, tahunya mereka sedang bermesra-mesraan sehingga ikut kesem-sem melihatnya.
Mereka tahu Nick dan Celia sudah berteman lama. Kabar itu jelas sangat cepat tersebar atas kekepoan kenapa pengantin prianya berbeda dari yang mereka tahu.
Duhai senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Aduhai senangnya pengantin baru
Duduk bersanding bersenda gurau
Bagaikan raja dan permaisuri
Tersenyum simpul bagaikan bidadari
Duhai senangnya menjadi pengantin baru
"Lagu apa itu yang dinyanyikan? Memangnya siapa yang senang jadi pengantin baru?" gumam Nick sambil membenarkan posisi duduknya menjadi tegap lagi. Cukup terkejut mendengar lagu dengan lirik yang menggelikan di telinganya itu dinyanyikan.
"Iya. Orang pernikahan ini musibah buatku. Udah diselingkuhi, dikhianati, malah dinikahi sama musuhku dari lahir." Celia ngedumel kesal. Kali ini ia setuju dengan Nick.
"Kamu yang suka jahil sama aku, Cel."
"Tapi, kamu duluan yang nakalin aku, Nick. Mama sama Tante Resa selalu bilang kalau kamu suka narik-narik aku pas aku masih bayi. Dicengkiwing. Awakmu kiro, aku iki boneka seng ndak bernyawa opo? Untung gak ono seng protol tulang-tulangku."
"Sudah dibilang, jangan bicara pakai bahasa planetmu. Aku tidak paham. Malah ini dicampur-campur. Pusing dengarnya, Cel."
"Sak karepku. Malah apik nek awakmu ndak paham. Aku iso misuhi awakmu sepuase, Nick." Celia tersenyum mengejek.
"Malah makin ngeyel dibilangin. Dasar Cempluk!" Nick masih ingat kata-kata itu dari neneknya Celia. Dulu, ketika berkunjung ke Jakarta, neneknya suka memanggil Celia dengan sebutan Cempluk. Karena saat masih kecil, Celia memiliki tubuh yang gemuk, gendut, dan chubby. Tapi, nakalnya memang tidak ketulungan.
"Laaaah, isek kelingan wae to cah iki. Semprol tenan hik," cecar Celia, kesal. "Tapi, aku sudah enggak cempluk lagi sekarang. Perutku udah ramping. Tubuhku kurus. Ototku udah berisi. Buat nendang kamu sampai ke ujung sawah sana pun, aku bisa, Nick. Kecil." Ia menjentikkan ibu jari dan kelingking, seolah sangat enteng untuk menendang Nick.
"Tenagamu tetap tidak ada apa-apanya denganku. Tetap akan kalah."
"Oke. Buktikke engko yo, neng kamar. Kita adu panco."
Yang dipaham Nick hanya kata-kata adu panco. "Oke. Tetap aku yang akan menang."
"Mungkin kamu sudah belajar dari masa lalu, Nick. Takut dihajar aku dan berakhir ngumpet di belakang punggung Om Harden atau enggak di belakang punggung Tante Resa. Terus cari pembelaan ke Kak Chloe. Makanya jadi rajin berolahraga biar dapat tenaga, ya, besarnya?" Celia terbahak lirih sambil menutup mulut. "Dasar cengeng, penakut, sama perempuan aja nangis."
"Mulutmu tidak berubah dari dulu. Cerewet." Nick menatap sinis. "Aku berolahraga biar bisa tahan lama saat berhubungan seks. Kalau tubuh kekar, pasanganku akan puas."
"Luambemu ki!" celetuk Celia, mulai gelisah. Agak salah tingkah mendengar ucapan Nick yang frontal dan ceplas-ceplos. Dan ia merasa tertolong atas kedatangan WO yang menghampiri, menyampaikan jika ada tamu undangan yang berfoto dengan dirinya dan Nick. Ia pun memperbolehkan. Sudah merasa cukup juga untuk beristirahat.
***
"Dek'e sido rabi tah? Mbek sopo? Wong endi? Kok cepet banget entok gantiku?" Erick tampak terpuruk mendengar kabar dari temannya jika Celia masih melangsungkan pernikahan. Sedangkan dirinya masih terkurung di kamar, masih malu untuk keluar. Keluarganya pun masih sangat marah kepada dirinya.
"Wong Jakarta, Rick. Kabare konco cilikke dek'e. Ngerti rak, entok mas kawin piro?" Aji--teman Erick tampak begitu bersemangat untuk bercerita.
"Seket miliar, Rick! Uwediaan tenan. Duit sak mono akehe gutone kongopo yo? Aku kerjo sedino entok satus ewu wae wes mayan gede kuwi."
"Bener wae gelem. Jebule dirabi mbek wong sing luwih sugih." Erick mulai merasa kesal. Padahal ia masih menunggu kepastian apakah yang dikandung anaknya Anggi, benar-benar anaknya atau bukan. Jika terbukti tidak, ia masih berharap bisa balikan dengan Celia memperbaiki hubungannya. Ia sangat mencintai kekasihnya itu.
"Lhooo, nek aku dadi Celia yo gelem dirabi mbek wong luwih sugeh. Sepuluh turunan duite gak bakal entek. Pow maneh kok wes dilarani mbek calon bojone. Yaaaah! Apa-apaan!" Aji mengejeknya sambil memperlihatkan ekspresi muak.
"Bualongmu hiik." Erick meninju lengan kanan Aji cukup kencang sampai membuat lelaki itu mengaduh kesakitan.
"Nyatane bener rak, awakmu wes nyelingkuhi dek'e? Loro atine Celia njok yok opo. Dilarani pas hari nikahe sisan."
"Metuo kowe seko kamarku lah, Ji! Gawe atiku makin nelongso mikirke Celia," usir Erick sambil mendorong-dorong tubuh temannya yang duduk di tepi ranjang.
"Gakno raksah kakean polah! Rasakno saiki, kelangan widodarimo to!" ejek Aji seraya mengayunkan kaki menuju.
"Semprool!" umpat Erick sambil melemparkan bantal ke Aji, tepat mengenai kepalanya.
***
Pesta pernikahan yang cukup melelahkan, akhirnya Nick dan Celia bisa berganti pakaian formal di jam tujuh malam. Nick memakai kemeja batik milik Irawan, meskipun agak kekecilan, tapi tidak begitu terlihat. Sangat ngepres di tubuh atletisnya. Sedangkan, Celia memakai dress putih panjang sebetis dan berlengan sesiku, dengan rambut panjangnya yang dibuat wedding style.
Semakin malam, acara semakin ramai dan meriah. Dipadatkan oleh tamu-tamu undangan dari desanya sendiri dan tetangga-tetangga desa. Para pemuda-pemudi yang dekat pun sengaja datang pada malam hari karena terdapat hiburan dari NDX A.K.A.
Celia yang request minta dihadirkan mereka pada acara pernikahannya, karena sangat ngefans. Sangat menyukai lagu-lagu dari dua penyanyi yang diiringi satu DJ itu. Beruntung, sawah luas depan rumahnya baru saja selesai panen padi sehingga bisa dibuat untuk tempat para penonton yang ingin menikmati konser NDX A.K.A secara gratis.
Lagu-lagu mereka sangat cocok untuk mengeluarkan umpatan isi hati yang sedang patah hati, galau, maupun jatuh cinta. Namun, kali ini Celia lebih banyak request lagu-lagu galau atas perasaan hatinya yang sedang hancur dan patah. Ia ingin melampiaskan umpatan atas rasa sakit hatinya terhadap Erick. Saat lagu Piwales Tresno dinyanyikan, Celia ikut bernyanyi secara lantang di depan panggung sambil berjingkrak-jingkrak bahagia bersama teman-temannya.
JANCOOOK!
Celia berseru lantang saat lirik itu disuarakan, secara serempak dengan yang lain.
Koe malah minggat ro liyane
Ajur atiku sak kabehe
Celia menunjuk-nunjuk dadanya dengan ekspresi yang penuh penghayatan.
Frustasi sing tak rasakke
Sungguh terlalu dalam
Depresi tak tanggung dewe
Ku menangis dalam diam
Celia menatap Nick yang ikut menikmati konser secara langsung di depan panggung.
Tega kau tusukkan belati di hatiku
Ternyata cinta tak semanis cangkemu
Sambil bernyanyi, tatapan Celia begitu dalam kepada Nick.
Sementara yang ditatap, sedari tadi hanya berdiri anteng seperti bodyguard yang sedang menjaga nonanya bermain dalam keramaian. Ia tidak seextrovert Celia yang jingkrak-jingkrak gembira sambil bernyanyi lantang, sampai semua lirik lagu yang dinyanyikan, gadis itu hafal.
Jam sebelas, acara pun selesai. Banyak orang-orang yang rewang sudah kembali rumahnya masing-masing. Namun, di rumah Celia tetap masih sangat ramai. Masih banyak laki-laki yang begadang.
"Nick, kamu mandi dulu," ucap Celia, dengan mata yang sudah terasa sangat dempet. "Nanti kalau sudah selesai bangunin aku," pintanya sambil menjatuhkan badan ke ranjang secara tengkurap.
Nick menurut. Ia memasuki kamar mandi. Celia sendiri langsung terlelap. Sangat tenang.
Beberapa menit kemudian setelah Nick selesai mandi, dengan tubuh masih terbalut handuk dari pinggang ke bawah dan rambut masih sangat basah, lelaki itu membangunkan Celia dengan pelan.
Celia masih tetap tidur dengan lelapnya. Tidak merasakan apa pun dari sentuhan Nick di lengannya.
"Celia! Bangun! Mandi dulu!" Terpaksa, Nick berseru lantang tepat di samping telinga kiri Celia.
Gadis itu langsung terperanjat. "Nick! Budheg kupingku lah!" Ia mengusap-usap telinga kirinya dengan gusar sambil menatap kesal lelaki yang sudah menjadi suaminya.
"Dari tadi dibangunin enggak bangun-bangun." Nick ikut kesal mendapat tatapan tidak mengenakkan dari Celia.
"Capek, Nick!"
"Salah sendiri mau nikah!"
"Yo, 'kan, sudah waktunya nikah."
"Kamu itu masih muda."
"Dua puluh empat tahun kalau di kampung sudah tua. Kalau kelamaan, dikiranya aku enggak payu rabi. Dikatain perawan tua. Dan pertanyaan, kapan nikah? Kapan nikah? Itu sangat mengganggu tahu," ucap Celia panjang lebar, yang masih duduk di tepian ranjang.
"Sudah, sana mandi. Jangan bicara mulu. Mulutmu makin ndower kebanyakan cerewet."
"Gundulmu. Lambemu iku sing ndower," umpat Celia. Dan ia baru sadar Nick hanya memakai handuk, memperlihatkan dada bidangnya yang terlihat keras dan kekar. Ia menelan ludah secara susah payah dengan tatapan terfokus ke dada lelaki itu.
"Kenapa, Cel? Mau lihat milikku? Aku buka sekarang. Gede loh, Cel, punyaku." Nick menatap jahil Celia sambil memegangi handuk, siap untuk membuka.
"Biyooh! Niiick! Nggilani!" Celia langsung berlari terbirit-birit ke kamar mandi. "Gemblung tenan awakmu, Nicky!" serunya sambil membanting pintu kamar mandi saat menutupnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top