Part 37

"Celia, mumpung sudah hamil, gunakan kesempatan ini untuk bermanja dengan Nick. Kerjain dia dengan hal-hal yang berbau ngidam. Pasti dia tidak akan nolak," ucap Chloe, kepada Celia. Ia sedang menemani adik iparnya di ranjang yang lagi ditinggal Nick makan siang.

"Dulu, Kak Chloe, juga seperti itu sama Kak Jeff?"

Chloe mengangguk mantap. "Bermanja saat hamil itu sensasinya beda, Celia. Apalagi kalau sudah dari bawaan dedek bayi di dalam perut, gak ada obat. Bahagia banget pokoknya."

Mendengar itu, Celia mengulum senyum. Sepertinya sangat menarik. "Hal aneh yang terjadi sama, Kak Chloe, pas hamil apa?" tanyanya.

"Aku jadi jijikan. Aku pingin dekat-dekat Jeff, tapi kalau sudah didekatnya jadi mual."

Celia tergelak. "Terus?"

"Lama-lama Jeff nangis. Tidak kuat ngelihat tingkahku. Sampai mohon-mohon agar bisa meluk aku. Tapi, kalau yang itu emang bawaan dari dedek bayinya, Cel. Aku benci baunya Jeff. Bikin mual."

"Kasihan banget, Kak." Celia terkekeh.

Chloe manggut-manggut. Jika mengingat masa-masa ia hamil di trimester kedua, aneh juga rasanya. "Terus, aku yang kasihan sama Jeff, ngepaksain diri buat dekat-dekat sama dia. Akhirnya, rasa mualnya untuk Jeff hilang sendiri. Eh, malah terlanjur akunya yang enggak bisa lepas sama dia. Maunya buntut terus."

Celia tergelak lagi. Semenyenangkan itu jadi ibu hamil. Suasana hatinya sangat susah diprediksi.

"Baby, jangan duduk di perut Aunty. Di sini ada dedeknya," pinta Chloe, kepada anaknya yang merangkak akan menduduki perut Celia.

"Dan Kak Jeff menang banyak. Clara persis Papanya. Kakak, tinggal nerima hikmahnya saja," kelakar Celia sambil mengusap-usap sebelah pipi gembul gadis kecil itu.

"Iyaa. Aku gak dapat apa-apanya. Untung Papanya tampan ya, Sayang."

"Kalau enggak tampan, mana mau Mama kamu sama Papa ya, Clar. Apalagi Mama kamu tipe orang yang susah diluluhkan hatinya."

Keduanya tergelak. Pandangan pun teralihkan ke pintu kamar yang terbuka. Nick masuk sambil membawa penampan yang atasnya terdapat sepiring nasi beserta lauk-pauk dan air putih.

"Sayang, makan dulu," ucap Nick, yang masih mengayunkan kaki. Tidak lama, ia mendaratkan bokong di tepi ranjang samping Celia.

"Kalau gitu, Kakak keluar dulu, ya. Mau nyuapin Clara makan siang juga."

"Nanti bawa ke sini lagi Claranya," pinta Celia, dan mendapat anggukan dari Chloe.

"Mama minta kita tinggal di sini biar bisa memantau kamu katanya," kata Nick, setelah kepergian Chloe. Ia juga mulai sibuk menyuapi Celia yang masih ogah-ogahan makan. Masih mual katanya setiap menghirup aroma makanan.

"Enggak mau. Nanti aku enggak bisa manja-manja bebas sama kamu kalau tinggal di sini. Pinginnya cuma tinggal berdua saja." Celia memperlihatkan ekspresi memelas.

"Aku juga maunya gitu. Mungkin, kita pulang ke apartemen kalau kondisimu sudah benar-benar membaik biar mereka tidak khawatir."

Celia mengangguk setuju. Lalu, ia menggeleng sambil menutup mulut saat Nick akan menyuapkan makanan ke dirinya. "Bikin mual, Nick."

"Sedikit saja. Kamu harus makan. Nanti dedeknya kelaparan kalau kamu enggak makan."

"Dikit saja, ya." Celia memohon. Nick mengangguk.

Akhirnya, Celia menerima suapan dari Nick. Pelan-pelan ia mengunyah. Baru saja akan ditelan, rasa mual kembali dirasakan. Celia membekap mulut, lantas segera turun dari ranjang dan berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan makanannya.

"Masih belum bisa, Nick." Celia menggeleng, setelah ngeflash closet dan berkumur.

Nick melihatnya tampak begitu prihatin. "Mau makan yang lain? Pingin makan apa? Biar aku ambilkan. Atau bisa aku belikan. Yang penting kamu harus makan, Sayang. Kalau tidak makan, nanti kamu makin lemas."

Celia menggeleng lagi. "Belum tahu. Tidak ingin makan soalnya. Tapi, aku juga laper," rengeknya manja.

Nick langsung menariknya untuk direngkuh. Lalu, mengusap-usap kepala Celia penuh perhatian sambil menunduk menatap wajah istrinya. "Nanti aku coba tanya Mama makanan yang tidak bikin mual."

Celia mengangguk patuh. "Mau keluar."

Tanpa menjawab, Nick langsung membopong Celia ala bridal. Ia yang tidak ingin meninggalkan istrinya sendirian di kamar, akhirnya membawa Celia turun ke lantai bawah agar bisa bergabung dengan keluarganya yang lain di ruang keluarga.

Celia rebahan meringkuk di sofa dengan paha Suci dijadikan bantalan. Ia juga merengkuh pinggang serta menyembunyikan kepala di perut perempuan itu. "Mual, Tante. Laper, tapi enggak bisa makan," adunya.

Dengan penuh kasih sayang, Suci membelai lembut rambut Celia. "Coba kasih tahu Tante, apa yang ingin kamu makan sekarang? Yang kelihatannya enggak bikin mual?"

Celia tampak berpikir. Setelah menemukan apa yang ingin dimakan, ia berkata, "Bakso. Tapi, enggak pakai mie. Kasih sawi sama baksonya yang kecil-kecil saja. Kuahnya beningan. Jangan kasih saus sama kecap. Jangan kasih micin. Jangan kasih tetelan."

"Nick, beliin sekarang," perintah Teresa.

"Ayo, Nick, aku temenin," ajak Abista, dan mendapat anggukan dari Nick. Keduanya pun langsung pergi.

Tidak lama, Intan datang dengan segelas air jahe panas yang baru direbusnya. "Mbak Cel, aku bikinin wedang jahe panas. Ini bisa buat ngilangin mual-mual."

"Ayo, Sayang. Diminum dulu."

Celia mengubah posisi rebahan menjadi menghadap meja untuk melihat wedang jahe buatan intan. Kepulan asapnya masih terlihat jelas. "Tante, lidahku yo kebakar to. Wedang jahenya masih panas banget."

"Oke. Oke. Tunggu agak dingin dulu."

***

"Aku sudah ngasih peringatan sama Erick untuk ngejauhin Celia dan memintanya berhenti ngeganggu Celia lagi. Aku sarankan, mending Erick secepatnya dipecat dari perusahaanmu, Nick. Apalagi Celia sedang mengandung sekarang. Kalau sampai Erick tahu, takutnya dia akan berbuat gila dan nekat, Nick," ucap Abista sambil melakukan perjalanan pulang, setelah mendapat bakso yang diinginkan Celia.

"Aku dan Celia sudah berencana untuk memecat Erick, Mas. Kami sengaja menahannya di perusahaan agar dia bisa melihat pesta pernikahan kami. Biar dia menyaksikan dan terbuka matanya lagi kalau aku dan Celia sudah menikah. Apalagi semua orang tahu, jadi dia sudah bisa mengganggu kami lagi."

"Baguslah. Aku sudah benci sekali sama itu anak. Tidak punya rasa malu sama sekali."

Nick mengulas senyum. "Hari ini dia sudah mendapat surat pemberhentian. Aku dan Celia sudah mengatur itu. Mas tidak perlu khawatir lagi."

"Iya, Nick. Tolong jagain adikku, ya. Aku percaya kamu bisa menjaganya dengan baik." Abista menepuk-nepuk pundak Nick secara gentle. 

"Pasti, Mas."

Tidak lama, keduanya tiba di rumah. Bakso segera dihidangkan untuk Celia. Perlahan-lahan, perempuan itu mau memakannya dengan Nick menyuapinya. Wejangan-wejangan dari keluarganya pun menemani Nick dan Celia, agar keduanya tetap sabar.

"Inilah awal perjalanan kalian menjadi orang tua. Harus saling mengerti dan mengasihi. Untuk Celia, nikmati rasa mual dan muntahnya sebagai bentuk penyambutan kehadiran janin yang ada di rahimmu. Mungkin ini baru permulaan untukmu, Sayang. Nanti masih akan merasakan sensasi-sensasi lainnya seperti morning sickness, susah tidur, badan pegal-pegal, akan merasa gampang lelah, malas, manja, ngidam. Dan untuk Nick, mungkin itu sesuatu yang cukup merepotkan bagi laki-laki. Tapi, di sini lah peran suami sangat dibutuhkan. Yang sedang diuji kesabarannya karena akan sering mendengar keluhan-keluhan dari istrinya. Dan sebagai suami, Nick harus siap siaga. Juga harus bisa mengontrol emosi. Apalagi ibu hamil itu sangat sensitif. Harus hati-hati dalam berucap juga. Mungkin bagi Nick terdengar biasa, tapi bisa jadi masalah besar untuk Celia," tutur ibunya Abista penuh kelembutan dan pengertian.

Nick dan Celia mendengarkannya secara saksama, lantas mengangguk. Beberapa hari kemudian, setelah kondisi Celia membaik dan keluarga Celia telah pulang ke kampung halaman, sepasang suami-istri muda itu kembali tinggal di apartemen. Dan hari ini, hari pertama Celia masuk kerja lagi, setelah beberapa hari lalu pekerjaannya dilimpahkan ke Evelyn.

"Aku tidak ingin memberikan pekerjaan untukmu, Sayang. Sekarang biarkan Evelyn yang mengerjakan semuanya. Kamu cukup ikut aku dan duduk," ucap Nick, yang baru selesai bersiap. Tubuhnya sudah rapi dengan pakaian kerjanya.

"Makan gaji buta jadinya," balas Celia, yang sudah selesai bersiap dari tadi. Dan mulai hari ini, ia sudah diwajibkan memakai dress oleh Nick. Tidak boleh memakai celana lagi, agar anaknya tidak merasakan sesak katanya.

"Uangku sepenuhnya untukmu." Nick menghampiri Celia, merengkuhnya dari belakang sambil mengusap-usap perut sang istri. "Kamu tidak perlu kerja lagi. Tapi, kamu harus ikut aku ke kantor, biar aku bisa memantau dan menemanimu. Jadi, pikiranku bisa tenang selama kerja."

"Baik, Daddy." Celia mengulum senyum seraya menatap Nick. Kecupan pun ia dapatkan di bibirnya.

"Berangkat sekarang."

Celia manggut-manggut. Dengan semangat ia merengkuh Nick, lantas mengayunkan kaki keluar kamar.

***

Keduanya tiba di kantor. Beda dari sebelumnya, kini para karyawan yang berpapasan dengan Celia memberi anggukan dan sapaan hormat. Celia justru tidak enak hati mendapat perlakuan seperti itu, karena merasa memiliki sekat terbatas kepada karyawan lain. Tidak sebebas dan selepas seperti sebelumnya saat belum ada yang tahu ia istri dari Nicky Hernandez.

"Tolong hati-hati. Jangan sampai nyenggol perut istri saya," peringat Nick tegas, kepada para karyawan yang masuk di satu lift dengan dirinya. Dengan sigap, ia langsung mengamankan sang istri, merengkuhnya dari belakang sambil mendekap perut Celia sangat posesif.

"Baik, Pak." Para karyawan berkata kompak.

Beberapa langsung menatap tangan Nick yang sudah mulai terang-terangan bersikap mesra dengan Celia.

"Apa Celia sudah hamil?" bisik salah satu karyawan, kepada rekannya yang berdempetan dengan dirinya.

"Sepertinya, iya. Pernikahan mereka sudah masuk dua bulan."

Lift berhenti di lantai lima, beberapa karyawan keluar. Tersisa Nick, Celia, dan tiga karyawan yang tidak lama keluar di lantai delapan.

"Nick, mereka jadi kelihatan segan sama aku. Canggung gitu ngelihatnya."

"Bagus kalau begitu, Sayang. Jadi, mereka sadar dengan posisi kamu di perusahaan ini dan sepenting apa kamu untukku."

Celia mengurungkan niat untuk membalas ucapan Nick saat pintu lift terbuka di lantai sepuluh. Keduanya keluar. Memperlihatkan keposesifannya terhadap Celia di depan semua karyawan, Nick langsung merengkuh pinggang Celia dari belakang.

Para karyawan perempuan tampak terpukau dan tercengang sampai melongo. Baru kali ini mereka melihat sang bos berani terang-terangan bermesraan di depan umum. Dan mereka baru paham arti dari meja Celia di dalam ruangan Nick, pasti itu cara mereka agar bisa bermesraan tanpa diketahui orang-orang.

"Ternyata Pak Nick semanis itu kalau sudah jatuh cinta, ya," ucap salah satunya sambil tersenyum-senyum salah tingkah sendiri.

"Beruntung banget jadi Celia, dicintai secara ugal-ugalan sama Pak Nick. Makanya Pak Nick kok enggak pernah tertarik sama perempuan lain. Dan kebadasan Celia menjaga Pak Nick, ternyata sedang menjaga suaminya dari calon-calon pelakor."

"Ev, malu gak sebelumnya udah nuduh Celia yang enggak-enggak? Ternyata yang dituduh sudah jadi istrinya," tanya Flora, setelah Celia dan Nick masuk ke ruangannya.

"Enggak. Kan belum tahu. Lagian, aku sudah mundur sebelum mereka ngumumin pernikahannya. Cuma kaget saja kalau ternyata mereka sudah menikah," balas Evelyn santai.

"Aku kasih tahu deh, jangan coba-coba ngerebut Pak Nick dari Celia lagi. Bekingan Celia sangat kuat. Banyak lagi. Kamu bakal kena mental," ucap Flora.

"Apa kamu enggak sadar kalau aku sudah kena mental duluan, setelah Celia ngehajar Erick?"

"Iya, sih. Sejak saat itu kamu memang sudah mulai berubah sikapnya dengan Celia. Bagus deh, sudah langsung sadar diri." Flora manggut-manggut paham. "Mending jadi teman, daripada jadi musuhnya. Kerajaan aman. Pikiran tenang. Hati tentram. Benar gak?"

"Iya, iyaaa. Yang paling positif pikirannya." Evelyn mencibir.

"Kakak Celia yang namanya Abista juga tampan, Ev. Belum menikah kata Celia. Masih single juga. Bisa tuh, dipepet."

"Kok, kamu tahu banget, Flo?"

"Tahu lah. Makanya cari tahu."

Evelyn mulai memikirkan. Lalu, mengingat wajah kakaknya Celia yang memang tampan dan gagah. Wajah mas-mas Jawanya sangat kuat dan manis. Tanpa sadar, Evelyn tersenyum-senyum sendiri.

Sementara itu, di dalam ruangan Nick, Celia duduk di meja tepat di hadapan lelaki itu. Nick sendiri sibuk mengecupi perut Celia dengan gemas. Lalu, dielus-elus penuh kasih sayang perut yang terasa ramping itu.

"Sehat-sehat di dalam perut Mommy, ya, Baby. Jangan bikin Mommy muntah-muntah terus. Kasihan Mommynya," ucap Nick, lalu mengecupi perut Celia lagi.

"Biar Daddy makin sayang dan perhatian sama Mommy, Daddy," balas Celia, menirukan suara anak kecil. Ia tersenyum lebar saat Nick mendongak menatap wajahnya. "Sekarang Daddynya harus kerja. Katanya minta ditemenin," lanjutnya sambil berpindah tempat duduk di kursi miliknya yang sudah dipindahkan ke samping kursi Nick.

"Oke." Nick menangkup sebelah wajah Celia, lalu mengusap-usapnya. Dan berakhir memberi kecupan di bibir sang istri. "Kalau lelah duduk dan ingin rebahan, langsung ke kamar saja, ya."

Celia manggut-manggut sambil merebahkan kepala di bahu Nick seraya merengkuh lengan lelaki itu. Sedangkan, Nick sudah mulai menyibukkan diri.

Tidak lama, suara ketukan pintu terdengar. Lalu, muncul sekretaris papanya--seorang lelaki--menenteng tas bekal makanan. Lelaki itu terkesiap melihat Celia yang sedang bermanja dengan Nick, lantas ia menyembunyikan senyum. Heran juga Nick bisa romantis seperti itu.

"Pak Nick, ini ada bawaan dari Bu Teresa. Katanya, untuk Nona Celia."

"Apa itu?" tanya Celia sambil menegakkan punggung.

"Tidak tahu, Nona," jawab lelaki itu, lalu menyerahkan tas bekal makanan kepada Celia. "Barang sudah diterima. Kalau begitu, saya permisi Pak Nick, Nona, Celia."

"Terima kasih, ya," ucap Celia, dan mendapat anggukan dari sektretaris papanya. Ia pun segera membuka tas bekal makanan. Pertama yang dilihat kertas note kecil bertuliskan,

Sayang, Mama bawain camilan untukmu. Ada buah-buahan, biskuit gandum, yogurt, susu khusus untuk ibu hamil. Jangan sampai Nick yang meminum susunya, ya. Ada kentang panggang juga. Nanti kalau mau makan makanan yang berat, jangan makan yang mentah-mentah. Harus matang sempurna masakannya. Jangan makan sushi, jangan makan steak daging. Itu kurang bagus untuk ibu hamil dan kesehatan janinnya. Kalau bekal yang dibawain Mama sudah habis, tas bekalnya dikasihkan ke Papa lagi.

Celia mengulum senyum membaca pesan dari Teresa. Ia berasa memiliki ibu kandung lagi yang sangat perhatian kepada dirinya, apalagi saat di masa-masa kehamilan.

"Sikap Mama manis sekali," ucap Celia, lalu membongkar isi bekal makanannya. Ada beberapa box. Dan box pertama yang dibuka terdapat banyak macam buah-buahan yang sudah dikupas dan dipotong-potong. Seperti; alpukat, pisang, buah naga, manggis, dan jeruk, raspberry. Di box lain terdapat kentang panggang diberi taburan daun basil kering. Di box lainnya lagi terdapat biskuit gandum. Dua cup kecil yogurt rasa buah, dan satu kotak susu ibu hamil siap minum.

"Mama tidak kalah protektifnya ke kamu."

"Berasa aku yang anak kandungnya." Celia tergelak.









Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top