Part 30

"Nick, kamu curiga sama Lidya tidak?"

Nick yang sedang menyetir langsung menoleh menatap Celia. "Curiga tentang?" tanyanya ingin tahu, lalu fokus ke jalanan lagi.

"Obat perangsang. Feelingku mengarah ke dia dan tujuannya untuk menjebakmu."

Nick tidak membalas, tapi sibuk mencerna ucapan istrinya.

"Pelayan memberikan minuman ke kita. Aku mengambil yang seharusnya menjadi milikmu. Dan terjadilah rangsangan gairah yang membuatku sangat tersiksa. Kalau Lidya yang memberikan itu ke kamu, itu cukup masuk akal karena dia sedang mengincarmu."

Nick mengangguk paham. "Tapi, kita tidak memiliki bukti kalau dia yang melakukan."

"Aku tahu. Dan banyak wanita yang mendekatimu semalam. Tapi, kita tidak bisa membiarkan ini begitu saja. Mungkin, sekarang dia gagal menjebakmu, Nick. Tapi, tidak tahu ke depannya? Kalau kita sudah tahu siapa yang berbuat, kita bisa mengantisipasi diri saat bertemu dengan orangnya." Celia mencoba memberi penjabaran kepada Nick yang cukup logis, dan dapat dimengerti oleh Nick.

Tanpa berpikir panjang, lelaki itu langsung mengambil jalan yang mengarah ke hotel. "Kita ke hotel lagi sekarang. Cari tahu kebenarannya mumpung belum terlambat. Para pelayan itu pasti memiliki koneksi langsung dari hotel."

Celia mengangguk menyetujui. Ia berpikir, lebih cepat ditangani, akan lebih baik. Bahkan, tidak peduli jika dirinya dan Nick telah melupakan sarapan, lalu sekarang akan meninggalkan makan siang.

Setibanya di hotel, Nick langsung meminta resepsionis untuk memanggilkan sang manager hotel. Tidak menunggu lama manager itu datang menghampiri. Dan tanpa berbasa-basi banyak-banyak, Nick langsung mengungkapkan keluhan yang terjadi di pesta ulang tahun Lidya semalam. Nick juga meminta para pelayan yang memang disediakan dari pihak hotel, untuk datang menemui dirinya.

Sang manager yang tidak enak hati dan tahu siapa Nick, menerima keluhan lelaki itu. Lantas, ia mengajak Nick juga Celia ke ruangan.

"Silakan duduk dulu, Pak Nick, Nona. Saya akan menelepon bawahan saya untuk mengumpulkan para pelayan yang bertugas di pesta ulang tahun Lidya."

Nick dan Celia mendaratkan bokong di sofa. Namun, sebelum manager itu pergi menelepon, Nick berkata, "Bilang saja Anda akan memberi tips atas kesuksesan acara yang ditangani semalam. Dengan begitu, mereka tidak akan curiga."

"Baik, Pak." Manager itu mengangguk paham. Lantas segera menuju meja kerjanya dan menelepon bawahannya.

Cukup lama mereka menunggu kedatangan semua pelayan yang bertugas di pesta Lidya. Setelah datang, para pelayan berjumlah dua puluh orang itu mengernyit bingung. Sebab, wajah sang manager tampak dingin dan menakutkan.

"Saya mendapat aduan jika semalam ada yang berbuat jahat terhadap Pak Nick dan Nona Celia. Ada yang menaruh obat perangsang di minuman Nona Celia. Di antara kalian, siapa melakukan? Ngaku!" tanya sang manager sangat tegas, diakhiri dengan sentakan. Yang membuat para pelayan itu langsung menciut nyalinya, menunduk ketakutan, dan tak berani bersuara.

"Apa kalian tuli tidak bisa menjawab pertanyaan saya? Saya tanya sekali lagi, siapa yang menaruh obat perangsang di minuman Nona Celia?" tanya sang manager sambil berjalan mondar-mandir di hadapan mereka dan menatap tajam.

Sementara, Celia dan Nick yang duduk, ikut memerhatikan satu per satu dari pelayan itu. Mencoba mengingat-ingat wajah yang semalam memberikan minuman. Dengan cepat, Celia mendapatkan. Pelayan itu berdiri di barisan belakang.

"Nick, aku sudah tahu," bisik Celia kepada Nick, kemudian ia beranjak. Mengayunkan kaki menghampiri sang target, begitu pun dengan Nick yang mengikuti.

"Kamu." Celia sudah berdiri di depan pelayan yang memberinya minuman semalam sambil bersedekap dada. "Kamu yang memberikan minuman kepadaku dan Nick. Dan di dalam minuman itu sudah tercampur obat perangsang. Siapa yang menyuruhmu?" tanyanya bersuara tegas.

Pelayan itu menggeleng. "Saya tidak tahu, Nona. Saya juga hanya disuruh mengantarkan saja."

"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Celia lagi, suaranya terdengar menusuk.

"Saya tidak tahu namanya, Nona."

Pelayan itu masih berbohong. Celia paham dari gerak-geriknya. Lantas, ia menatap Nick yang berdiri di belakang pelayan lelaki itu sembari mengedikkan dagu. Nick yang paham langsung mendekati sang pelayan.

"Jujur di sini atau di kantor polisi?" Suara Nick yang berat, dingin, dan tegas, membuat pelayan itu semakin bergidik takut.

"Tuan, tolong jangan bawa saya ke kantor polisi," balas pelayan tersebut sambil mengangkat kepala.

"Dan jawab dengan jujur. Siapa yang menyuruhmu melakukan itu? Saya hitung sampai tiga. Tidak ada jawaban jujur, detik itu juga saya akan menyeretmu ke kantor polisi," ancam Nick, tegas.

"Tuan, tolong jangan lakukan itu. Tolong jangan bawa saya ke polisi." Pelayan lelaki itu semakin ketakutan, terlihat dari raut wajahnya yang sudah memerah, gelisah, dan bergetar suaranya.

"Kalau kamu jujur sekarang, kami tidak akan membawamu ke polisi," ucap Celia.

"Jawab sekarang. Satu ... dua ... ti--."

Belum sampai Nick berkata tiga, pelayan itu langsung memotong ucapannya. "Nona Lidya, Tuan. Nona Lidya yang menyuruh saya menaruh obat perangsang di minuman Anda, dan berakhir Nona Celia yang meminumnya. Saya hanya menuruti perintah karena saya diancam akan dipersulit dalam pekerjaan. Selebihnya, saya tidak tahu, Tuan."

Celia mengembuskan napas berat, benar dugaannya. Si licik Lidya pelakunya. Nick pun langsung menatap sang istri, mengakui jika insting Celia masih sekuat dulu.

"Tuan, tolong jangan bawa saya ke polisi dan jangan seret saya ke dalam permasalahan ini." Pelayan itu meminta penuh permohonan. Dan mendapat tatapan cemoohan dari rekan-rekannya yang tak menyangka bisa bertindak fatal seperti itu.

Nick menatap Celia untuk meminta pendapat, dan istrinya menggeleng. Keputusan pun langsung ia ucapkan, "Karena Nona Celia memiliki hati baik, kamu tidak akan kami laporkan ke polisi. Tapi, sekali lagi kamu berurusan dengan saya dan Nona Celia, jangan harap ada kebaikan lain yang kamu dapat. Dan sebagai sanksinya, saya serahkan kepada manager hotel." Ia menatap sang manager hotel terlihat sedang menahan emosi. "Pak, terima kasih atas pengertian dan bantuannya. Sekarang kami sudah tahu pelakunya. Dan untuk pelayanan yang bersangkutan, saya serahkan kepada Anda. Kalau begitu, kami pamit dulu."

"Baik, Pak Nick. Pelayan ini biar menjadi urusan saya dan akan saya beri sanksi yang setimpal. Saya mohon maaf atas ketidaknyamanan dari pelayanan yang diberikan kepada Anda semalam."

Nick mengangguk sekali, lalu meraih salah satu tangan Celia untuk membawanya pergi. Sampainya di luar ruangan, keduanya merasa puas telah mendapat petunjuk sang pelaku.

"Sudah sangat kelewatan. Aku tidak akan lagi bersikap ramah dengannya," ucap Nick sambil memasuki lift.

"Feelingku sangat kuat mengarah ke Lidya. Ternyata benar perempuan itu yang akan menjebakmu. Sialan! Untung aku yang meminumnya."

"Harus diberi pelajaran."

Keduanya keluar dari lift bersamaan dengan Celia membalas, "Jangan langsung melabraknya. Kita tidak memiliki bukti valid di tangan, yang ada akan menjadi tuduhan pencemaran nama baik. Kalau dia mendatangimu lagi, biar aku yang urus. Kamu cukup acuhkan dia. Dan, dia harus mendapat undangan ke pesta pernikahan kita agar bisa melek matanya."

"Berarti biarkan saja sekarang? Tanpa memberi balasan apa pun?"

"Nick, ingat. Kamu membawa nama baik perusahaan. Jangan sampai hancur gara-gara si wanita ular itu. Kita pura-pura tidak tahu saja," jawab Celia yang sudah keluar dari lobi. Nick langsung meminta penjaga untuk mengeluarkan mobilnya.

"Baiklah. Baiklah." Nick mengangguk patuh. "Kita pulang ke rumah Mama-Papa saja sekarang. Makan siang di sana. Aku sudah kelaparan. Kita juga punya janji sama Mama untuk pergi ke butik."

"Oke." Celia mengangguk setuju.

***

Mendapat kabar anaknya akan datang makan siang di rumahnya, Teresa dan Harden yang sudah bersiap akan makan siang, terpaksa menundanya dan akan menunggu sampai mereka datang. Tidak berselang lama, mereka pun tiba. Teresa mengernyit heran karena Nick dan Celia masih berpakaian formal, dengan Celia masih memakai gaun pesta.

"Celia, boleh ganti baju dulu. Sepertinya muat pakai punya Mama. Ukuran tubuh kita tidak beda jauh." Meskipun usianya sudah lebih dari enam puluh tahunan, Teresa masih terlihat muda dan kencang kulitnya. Tubuh pun masih kuat dan berenergik.

"Iya, Ma."

Melihat Celia mengikuti mamanya untuk berganti pakaian, Nick pun memutuskan untuk berganti pakaian dan pergi ke kamarnya. Ia yang baru selesai melepas kemeja dan masih bertelanjang dada, dikagetkan oleh ketukan pintu dari luar. Dengan langkah santai ia menuju pintu, lantas membukanya. Berdiri Celia di depannya sambil mendekap pakaian.

Gadis itu menyengir. "Mau ganti baju di sini," ucapnya, seperti berkata kepada orang lain. Agak canggung.

"Masuk, Sayang. Ngapain minta izin segala."

Celia langsung melangkah masuk. Ia mengelilingi pandangannya ke sekitar. Sudah lama sekali tidak masuk ke kamar Nick dan nuansa maskulin dari kamar itu masih terasa kental. Dulu, ia sering masuk ke kamar Nick saat menjenguk lelaki itu yang masih sering sakit-sakitan. Lalu, menghiburnya dengan cara menjahili agar tetap semangat hidup. Hingga berakhir bertengkar dan adu mulut.

"Nick, gambarku masih dipajang di sini." Celia langsung menghampiri meja panjang berlaci yang atasnya terdapat televisi. Terkesiap bukan main melihat gambar sketsa laki-laki yang ia tujukan ke Nick, lalu ia berikan kepada lelaki itu dengan perasaan penuh semangat. Namun, dulu reaksi Nick sangat menyebalkan. Bahkan, mencecar jika gambar sketsanya sangat jelek dan diacuhkan begitu saja di meja. Tidak tahunya, ternyata Nick menyimpannya sangat rapi dan ditaruh di dalam bingkai. Tulisan Celia Marvericks-nya pun masih utuh, tidak ada yang dihapus.

Terharu melihat itu, Celia langsung menatap Nick yang sudah berdiri di sampingnya. Matanya berkaca-kaca saking bahagianya.

"Aku masih menyimpannya. Sangat rapi. Seperti menyimpan perasaanku terhadapmu yang sangat rapi. Kalau aku lagi kangen barang peninggalanmu, gambar darimu selalu kupandangi dan kuusap-usap, sambil terpejam dan membayangkan seolah figura itu kamu. Tapi, setelah kepergianmu dan kondisiku membaik, aku memutuskan tinggal di apartemen karena cukup tersiksa harus menahan perasaan cinta yang tak tersampaikan. Ditambah lagi harus melihat gambar darimu. Tapi, setiap aku tidur di sini, gambar darimu selalu menjadi teman tidurku di ranjang."

Celia langsung menghambur ke pelukan Nick. Air mata meluruh deras, membasahi dada telanjang lelaki itu. "Nick, makasih kamu tidak membuangnya, tapi justru disimpan rapi seperti itu. Makasih juga masih mencintaiku sampai detik ini," ucapnya sesenggukan.

"Kamu selalu ada di sini." Nick mengurai pelukan, lalu meraih salah satu tangan Celia dan menuntunnya untuk memegang dada dirinya. "Dan kita sudah disatukan oleh Mama kamu, di sini." Ia beralih menuntun tangan Celia ke bekas sayatan operasi di perutnya. "Selama apa pun dan sejauh apa pun kita dipisahkan, Tuhan akan kembali menyatukan kita karena sudah saling terikat."

Air mata Celia semakin bercucuran deras. Kemudian, ia kembali memeluk Nick erat-erat. "Nick ...." Ia tidak bisa berkata-kata lagi saking bahagianya, dan tenggorokan terasa tercekat.

Nick membalas pelukan sang istri sambil mendaratkan kecupan di puncak kepalanya. "Makasih juga masih mau membalas perasaan cintaku, Celia."

Perempuan itu manggut-manggut cepat.

"Sudah, jangan nangis lagi. Dikira Mama dan Papa, aku menyakitimu nanti."

Celia mengurai pelukan sambil mengulas senyum lebar. "Aku akan mengelak. Dan aku akan mengatakan ke mereka kalau anaknya sudah bikin aku terharu dan semakin dibikin jatuh cinta. Dan air mata yang keluar ini, air mata kebahagiaan. Bukan kesakitan."

Gemas sendiri mendengar ucapan sang istri, Nick mengacak puncak kepala Celia seraya terkekeh. Lantas, ia menghapus jejak air mata di pipi perempuan itu. Setelahnya, kecupan singkat di bibir ia daratkan.

"Istri nakalku ini kalau nangis makin gemesin. Pingin nyeret ke ranjang lagi rasanya," goda Nick, yang membuat Celia langsung menabok pelan dadanya.

"Calon anakmu sudah kelaparan di perutku. Cepat ganti baju, terus turun bareng." Celia akan berlalu. Tapi, Nick lebih dulu menariknya. Lalu, secara tiba-tiba mengangkat tubuhnya dan dibawa ke ranjang. Menidurkannya di sana, kemudian menindihnya sambil mengulas senyum penuh arti.

"Ayo, Cel," goda Nick.

"Nick, kasihan Mama sama Papa sudah nungguin kita makan."

"Sebentar saja."

"Nick, tadi pagi sudah dua kali loh. Semalam entah sudah berapa kali. Simpan dulu buat nanti malam, oke."

"Kita belum mencoba di ranjang ini." Nick masih menggoda Celia yang sekarang sudah memperlihatkan rona merah di wajah perempuan itu.

"Nicky, kalau kamu mau sekarang, entar malem enggak ada jatah!" ancam Celia balik.

"Yeaah, istriku mengancam. Baiklah. Nanti malam lebih bebas lagi waktunya 'kan, Cel. Lebih panjang dorasinya juga."

"Dan lebih gila." Celia terkekeh sambil menggulingkan tubuh Nick ke samping. Sedangkan, dirinya langsung beranjak dan pergi ke kamar mandi.
















Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top