Part 25

"Nick, kenapa harus kamu yang turun tangan untuk meminta izin secara langsung kepada pemilik Jermanik Group?" tanya Celia, penasaran seraya mengayunkan kaki di lobi perusahaan Jermanik Group.

"Dari pihak program berita kesulitan untuk meminta izin dan menemuinya langsung. Jadi, mereka meminta tolong aku untuk meminta izin secara langsung ke pemilik Jermanik Group. Apalagi, Pak Leofric ini orangnya lebih tertutup dan dingin. Dia duda muda, juga seorang putra tunggal dari Jermanik Group yang sekarang menjadi penerus utama perusahaannya."

"Leofric Jermanik? Apa dia yang sedang digosipkan dekat dengan Camellia Prahaswari, sang violinis terkenal di negara kita ini?" Celia ternganga saking terkejutnya. Ia salah satu penyimak gosip-gosip Camellia yang diserang oleh keluarga baru dari pihak sang papa. Tidak hanya mereka, tapi Camellia juga diserang hujatan oleh Farah--mantan istri Leofric. Dan ia salah satu fans Camellia yang sibuk perang komentar di sosial medianya. Geram sendiri dengan haters Camellia yang asal ngata-ngatain.

"Betul. Tapi, bukan hubungan Pak Leofric dan Camellia yang akan kita sorot. Melainkan bisnis Pak Leofric dan pengendaliannya yang bisa sesukses sekarang. Nanti akan masuk dalam program acara ekslusif tentang perjalanan pengusaha-pengusaha sukses di tanah air ini."

"Oooh, I see, I see." Celia manggut-manggut. Lalu, terdiam saat Nick menghampiri meja resepsionis dan meminta izin untuk menemui sang Direktur Utama Jermanik Group.

Keduanya menunggu sesaat ketika salah satu resepsionis menelepon seseorang. Tidak lama, perempuan berpakaian formal itu berkata, "Sekretaris Pak Leofric akan segera turun menjemput kalian, Pak, Bu."

"Baik, terima kasih." Nick mengangguk patuh. Sambil menunggu, ia meminta Celia untuk membantunya berbicara jika nanti membutuhkan bantuan.

"Kalau ngundang pengusaha sukses gini, apa nominal yang dikeluarkan cukup besar, Nick?" tanya Celia, ingin tahu.

"Tergantung. Tapi, ada negoisasi dan nanti akan ketemu kesepakatan. Cuma, kadang ada yang susah untuk diundang dalam wawancara karena tidak ingin dikonsumsi publik."

Celia manggut-manggut lagi. "Mungkin ada yang menghindar dari incaran musuh bisnisnya, Nick. Atau, ada bisnis hitam yang ditutupi. Atau bahkan perusahaannya tidak pernah membayar pajak, menunggak pajak, jadi kalau ketahuan bisa berabe," celetuknya asal.

"Kamu ini, berprasangka buruk saja." Nick menyunggingkan senyum tipis sambil menatap Celia. "Dari pertama program acara ekslusif ini diadakan, semua pengusahanya aman-aman. Apalagi bagi pengusaha muda dan sukses, lalu kisahnya diangkat ke program acara ekslusif, mereka justru sangat senang karena ini salah satu jembatan agar usahanya semakin terkenal. Tidak semua bisa masuk ke program acara ini. Itu makanya disebut ekslusif."

"Pak Nick, tamu dari Pak Leofric?"

Mendengar suara perempuan yang menghampiri, Celia dan Nick langsung mengalihkan perhatian ke perempuan tersebut.

Lantas, Nick mengangguk. "Betul."

"Baik. Mari, ikut saya ke ruangan Pak Leofric. Beliau sudah menunggu Anda." Sekretaris Leofric berbalik badan, lalu mengayunkan kaki menuju lift khusus petinggi perusahaan.

"Kenapa kalian yang punya jabatan tinggi suka sekali cari sekretaris perempuan? Kenapa tidak laki-laki?" bisik Celia kepada Nick sambil mengikuti perempuan sexy di depannya.

"Mungkin, selain cekatan, bisa buat cuci mata juga." Nick langsung menatap Celia, dan mendapat pelototan dari gadis itu. "Kan, sah-sah saja karena kami para lelaki lajang. Maksudnya, sebelum aku menikah sama kamu 'kan, masih lajang."

Celia tidak sempat membalas ucapan Nick ketika pintu lift sudah terbuka.
Dan dengan sopan, perempuan sexy itu membantu menahan pintu lift agar tetap terbuka sampai menunggu dirinya dan Nick masuk.

Lift berjalan ke atas, tidak menunggu lama tiba di lantai ruangan sang Direktur Utama dan si sekretaris membawa kedua tamunya menuju ruangan sang atasan.

Sambil berjalan, Celia merasa kantor itu lebih tenang dan sepi, tidak seramai kantor Nick yang banyak lalu-lalang karyawan dan berpakaian bebas. Mungkin, karena beda bisnis dan para karyawan berada di ruangan-ruangan tertutup.

"Silakan masuk, Pak, Bu." Sekretaris itu sudah membuka pintu ruangan sang atasan.

Leofric yang berada di dalam, bergegas beranjak dari kursi kebesarannya lantas menyambut kedatangan Nick serta Celia. Ia juga mengarahkan keduanya untuk duduk di sofa, agar enak untuk berbincang.

"Hallo, Om, Tante," sapa seorang anak perempuan yang sedang duduk di kursi tunggal sambil membaca buku cerita.

Celia membalasnya, melambaikan tangan sembari mengulas senyum ramah. Lantas, ia mendaratkan bokong sesofa dengan Nick.

"Ini anak saya. Lily, namanya. Sudah terbiasa ikut ke kantor setelah pulang dari sekolahnya. Maklum lah, single daddy kerjanya sambil bawa anak." Leofric terkekeh ramah sambil memperkenalkan anaknya ke sang tamu.

'Loh, kata Nick, orangnya dingin dan tertutup. Ini ramah,' batin Celia sambil mengulas senyum simpul kepada sang klien.

"Lily, boleh pindah duduk ke kursi Daddy dulu, Nak? Daddy mau membicarakan soal pekerjaan ke Om dan Tante."

Celia memerhatikan cara bicara Leofric ke anaknya yang terdengar lembut dan sabar. Dan itu seperti yang dilakukan papanya ke dirinya. 'Jadi keinget Papa. Kenapa hari ini banyak kejadian yang mengingatkanku sama Mama dan Papa, sih?' batinnya sambil melihat kepergian gadis kecil itu yang berpindah ke kursi kebesaran Leofric.

"Baik, mari kita bicarakan soal niat kedatangan Anda kemari," ucap Leofric, berhasil mengalihkan perhatian Celia dari Lily.

Nick mulai membicarakan soal pengajuan wawancara eksklusif terhadap Leofric, menjelaskan apa saja yang akan dipertanyakan juga benefit yang akan didapat Leofric atas nama perusahaannya. Sedangkan, Celia hanya diam mendengarkan.

"Saya dengar, armada pesawat yang baru Anda beli, belum lama datang. Mungkin, dengan Anda menerima wawancara ini bisa untuk mempromosikan pesawat baru Anda dan juga maskapai penerbangan Anda, Pak." Nick masih berusaha merayu Leofric untuk menerima undangan wawancara eksklusif. Lelaki itu tampak terdiam, tapi tidak lama mengangguk setuju.

"Baiklah. Saya menerima tawaran wawancara eksklusif ini."

Celia dan Nick langsung memperlihatkan wajah sumringah.

"Terima kasih banyak, Pak," ucap Nick, penuh kelegaan. "Kapan kami bisa melakukan wawancara eksklusif ini untuk Anda? Dan untuk tempat, apakah bisa dikediaman pribadi Anda agar kesan ekslusifnya lebih dapat karena ini membicarakan soal kehidupan dan bisnis Anda?"

"Sebentar. Saya tanya sekretaris saya dulu. Dia yang mengurus jadwal-jadwal saya."

"Baik." Nick manggut-manggut. Lalu, melihat kepergian Leofric yang menuju meja kerjanya, dan lelaki itu melakukan panggilan melalui telepon genggam.

"Nick, katanya orangnya dingin. Tapi, tidak terkesan begitu," bisik Celia dalam duduk tenangnya.

"Mungkin kalau di luar saja, Cel, kelihatannya dingin dan tak tersentuh. Tapi, kalau sudah kenal ramah seperti itu."

Celia mengangguk paham.

"Daddy, can I call Kak Camellia?"

Perhatian Celia tertuju kepada gadis kecil yang duduk anteng di kursi kebesaran. "Nick, kalau kita punya anak cewek, pingin deh, cantiknya kayak gadis kecil itu. Lucu gemesin banget."

"Bisa lah. Bibitnya tampan dan cantik gini." Nick mengulas senyum lebar kepada Celia. Saat melihat pintu ruangan Leofric terbuka, ia dan Celia langsung mengubah ekspresi menjadi lebih serius.

Leofric menghampirinya lagi bersama sang sekretaris, setelah memberi pengertian kepada sang anak jika sekarang belum waktu yang pas untuk menelepon. Lantas, mereka melanjutkan perundingan tanggal, waktu, tempat, dan topik-topik yang boleh dijadikan pertanyaan dalam wawancara, dengan kedua perempuan di sana sibuk mencatat di iPadnya masing-masing.

"Baik, Pak. Terima kasih banyak atas kerjasamanya. Nanti akan saya serahkan kepada penanggung jawab program acara wawancara eksklusif ini. Untuk pertemuan selanjutnya, mereka yang akan menemui Anda untuk membahas hal-hal yang bersangkutan dengan wawancara ini," ucap Nick, sopan dan penuh hormat.

"Sama-sama. Saya tunggu kabar baiknya." Leofric manggut-manggut.

Celia dan Nick pun beranjak berdiri, lalu Nick berjabat tangan kepada lelaki itu atas pengesahan kerjasama sekaligus berpamitan. Dan diantar sekretaris Leofric sampai di lobi.

"Akhirnya, dapat juga." Nick mendesah lega. Leofric Jermanik salah satu incaran untuk diajak kerjasama dalam wawancara. "Banyak alasan itu yang tidak berani menemui Pak Leofric. Minta diomelin mereka. Masa harus aku yang turun tangan langsung," gerutunya sambil menunggu mobil di depan lobi, yang tadi dibantu parkir oleh sang penjaga keamanan.

"Punya atasan harus digunain juga, sih," celetuk Celia. "Biar atasannya punya kerjaan jelas. Enggak ngegombal mulu kerjaannya."

Nick yang merasa tersindir langsung melirik Celia. "Yang digombalin aja kesenangan. Sampai senyum-senyum dan tersipu malu. Pasti pingin salto banget, 'kan, digombalin Mas Nick?"

"Enggak salah juga tebakannya." Celia tergelak renyah.

"Dek Celia, si bocah nakal."

"Mas Nick, yang sok-sokan kesal."

Keduanya jadi saling ejek, lantas terhenti saat mobilnya datang. Nick dan Celia pun bergegas masuk setelah si penjaga keamanan keluar.

"Langsung pulang, ya. Sudah petang juga. Terus nanti lanjut main lagi," ucap Nick sambil melajukan mobil menuju jalan raya.

Celia mengacungkan kedua jempol jari tangan. "Siap, Mas Nick," balasnya.

***

Satu jam yang lalu keduanya tiba di apartemen. Sudah berganti pakaian santai dan masih rebahan di sofa ruang keluarga sambil menonton drama Korea, dengan Celia berbaring di depan Nick dan dipeluk. Pandangan keduanya sama-sama fokus ke televisi, menikmati drama tema office romance. Diam-diam, Nick sedang mencuri ilmu cara ngetreat pasangannya dengan baik dan romantis. Pikiran pun langsung mengingat-ingat bagaimana selama ini ia memperlakukan Celia, dan tidak jauh beda dari perlakuan si lelaki dalam drama itu.

"Apa perasaanmu seperti tokoh cewek itu saat aku menggombalimu dan perhatian denganmu?" tanya Nick sambil mengusap-usap lengan Celia dalam rengkuhannya.

"Ya." Celia manggut-manggut. "Tidak bisa dideskripsikan, tapi rasanya sangat bahagia."

Nick mengecup kepala Celia. "Tapi, di drama itu konfliknya terlalu buruk. Aku tidak ingin itu terjadi di hubungan kita."

"Tapi, kita sudah pernah merasakan konflik yang mereka rasakan, Nick. Terlambat menyadari perasaan, saling gengsi, akhirnya membiarkan perasaan cinta kita menghilang dengan sendirinya. Kalau kamu tidak datang ke pernikahanku waktu itu, dan aku masih gagal menikah dengan Erick, mungkin aku sudah dinikahi laki-laki lain."

"Kalau kamu ingin tahu, waktu aku datang ke pernikahanmu sebenarnya sambil menahan sakit karena patah hati, Cel. Tapi, bersyukur juga karena saat itu bukan Erick yang duduk di pelaminan. Tapi, aku."

Celia langsung mengubah posisi berbaring menjadi menghadap Nick. Ditatapnya lekat-lekat wajah lelaki itu sambil menangkup sebelah pipinya dan mengusapnya lembut. "Benar kata Mas Abis. Sepertinya kita memang sudah jodoh. Setelah sekian tahun tidak bertemu, terus pas ketemu lagi malah langsung nikah. Dan siapa sangka pernikahanku dengan Erick juga gagal."

"Rencana Tuhan memang tidak disangka-sangka." Nick menyunggingkan senyum, dan mendapat anggukan dari Celia.

Gadis itu menatap Nick penuh cinta. Benar-benar sulit untuk mendeskripsikan rasa cintanya kepada lelaki itu. Campuran antara bahagia, penuh syukur, hati pun terasa berbunga-bunga. Lantas, ia segera memeluk Nick erat-erat dengan menyelinapkan salah satu tangan di bawah leher lelaki itu dan menyembunyikan wajah di ceruknya.

Nick sendiri membalas rengkuhan Celia sambil menyelinapkan tangan ke balik kaus sang istri untuk mengusap kulit pinggangnya yang lembut. Dan ia membiarkan sang istri untuk bermanja dalam diamnya.

"Nick, jadi pergi jalan gak?" tanya Celia, sesaat kemudian.

"Jadi. Jam delapan tepat kita keluar, ya."

Celia mengangguk. "Sekarang jam berapa?"

Nick melihat jam digital yang terletak di atas meja bawah televisi. "Jam tujuh lebih tiga puluh."

"Oke."

Dan tepat jam delapan, keduanya sudah siap untuk keluar. Sama-sama memakai pakaian serba hitam, dari; jaket kulit, kaus, celana jeans panjang, dan sepatu boots. Pun dengan helm serta motor ninja milik Nick yang juga berwarna hitam. Keduanya sudah berada di basement sekarang, dengan Nick sudah nangkring di motor yang baru saja distarter.

"Ayo, naik," pinta Nick, suaranya tidak begitu jelas karena tertutup helm. Namun, Celia masih bisa mendengar dan langsung naik, duduk di belakangnya sambil melingkarkan kedua tangan di perutnya. Merasakan gadis itu sudah siap, ia pun bergegas melajukan motor keluar dari basement.

Dalam perjalanannya di jalan raya, keduanya saling diam. Tidak ada obrolan. Meskipun ada yang membuka suara, pasti tidak akan terdengar karena tertutup helm dan hilang terbawa angin.

Nick hanya fokus pada jalanan, masih belum jelas mau ke mana arahnya. Masih dipikirkan sambil terus melajukan motornya dengan kecepatan sedang.

Sementara, Celia berusaha menikmati suasana Jakarta pada malam hari. Memandangi lampu-lampu gedung serta jalanan yang menyala, dan berhasil membuat euforia dalam dirinya cukup baik. Ia berusaha mengesampingkan kenangan-kenangan buruk, dan menggantinya dengan kenangan-kenangan baik semasa ia tinggal di Jakarta.

Saat motor terhenti di lampu merah, Celia merasakan elusan lembut di punggung tangannya. Nick menoleh, berusaha menatapnya.

"Bagaimana perasaanmu? Apa masih cemas dan takut?" tanya lelaki itu, suaranya tidak begitu jelas tapi Celia masih mampu mendengar.

"Baik. Sudah lebih sekarang." Gadis itu agak meninggikan oktaf suara.

"Apa kamu bahagia?"

Celia mengangguk. "Iya, Nick."

Nick menyunggingkan senyum. 'Kamu bahagia, aku lebih bahagia lagi, Celia,' batinnya. Lalu, melajukan motornya kembali saat lampu lalu lintas sudah menyala hijau.







Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top