Part 23
Masih menyangkut soal kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92 sebagai kelanjutan berita langsung. Di mana para reporter dan jurnalis dibagi tugas dalam meliput, ada yang mengambil sisi dari sang sopir yang masih menjalani penyelidikan di kepolisian, mereka juga menyoroti soal kehidupan pribadi sang sopir yang memiliki keluarga dan tinggal di rumah yang tidak begitu layak, serta masih harus merawat salah satu anggota keluarganya yang mengalami lumpuh. Selain itu, reporter dan jurnalis lain juga masih meliput tentang kondisi serta perkembangan para korban yang menjalani perawatan di rumah sakit. Semua berita itu sudah direkap dengan baik dalam bentuk tulisan maupun rekaman video. Ada juga lakalantas kereta api bertabrakan dengan truk yang akan diangkat sebagai berita langsung.
Nick beralih membaca narasi berita lain yang membahas soal pembangunan jalanan rusak di salah kampung, dengan dana yang dihasilkan melalui iuran para warga sekitar.
"Apakah informasi yang ini sudah valid didapatkan? Jangan sampai setelah kita menyiarkan berita ini ke televisi, ada informasi yang salah karena ini menyangkut soal nama baik kedua belah pihak," tanya Nick, ingin tahu lebih jelas. Ia tidak ingin program berita miliknya tercoreng buruk karena berita yang diangkat hoax, terpandang lebih berpihak ke yang berkuasa, dan pembodohan publik. Sebab, dari pertama membuat program berita fakta adalah sebagai wadah informasi yang fakta untuk masyarakat.
"Sudah, Pak. Kami sudah mewawancarai warga sekitar, dan sudah mendapatkan data-data yang valid. Malah, ini ada dugaan korupsi dari kepala desa dan pegawai pemerintah setempat. Seharusnya kampung ini mendapat dana APBD untuk pembangunan jalannya. Tapi, sudah bertahun-tahun belakangan ini, jalanan perkampungan tersebut masih kurang perhatian dan rusak. Kami sudah mendapatkan video jalanan dari sebelum dibangun, benar-benar sangat memprihatikan karena seperti kolam renang. Kami rasa, ini harus di up. Agar bisa sampai ke pemerintahan pusat. Kata warga sekitar, mereka sudah sering melakukan aduan ke KaDes, kecamatan, bahkan sampai ke kabupaten, tapi masih tidak ada penanganan apa pun. Dan ini, para warga membangun jalanan perkampungan dengan inisiatif sendiri saking kesalnya tidak mendapat perhatian dari pemerintah."
"Selain jalanan kampung, ada pun jalanan antar provinsi yang masih banyak membutuhkan perhatian pemerintah pusat. Banyak yang rusak, tidak layak pakai, parahnya masih ada yang terbuat dari tanah dan berlubang dalam. Jika bukan kita yang menyiarkannya ke televisi, pasti pemerintah masih akan tetap tutup mata, Pak. Bukankah kita sebagai Warga Negara Indonesia berhak mendapatkan fasilitas jalan yang cukup memadai?"
Nick manggut-manggut setuju. "Ya. Kita harus menyiarkannya ke televisi. Kalau nanti ada yang merasa dirugikan dan protes ke program berita kita, serahkan kepada saya. Biar saya dan Presdir yang akan turun tangan langsung untuk menangani itu."
"Baik, Pak." Para team program berita, membalas kompak dan mengangguk setuju.
"Pak, kami juga mendapat aduan dari Instagram, ada yang meminta pertolongan untuk mengangkat kasus penganiayaan yang dilakukan oleh anak seorang pejabat. Keluarga korban sudah melapor ke kepolisian setempat, tapi tidak ada tanggapan. Pihak keluarga korban sedang mencari keadilan, tapi tidak tahu harus meminta tolong ke mana karena kasus itu ditenggelamkan. Menurut Pak Nick bagaimana? Apa kita menerima aduan tersebut dan melakukan wawancara lanjutan? Karena, kalau sudah viral di televisi pasti akan segera mendapat tanggapan dari pihak kepolisian."
"Benarkah?" Nick tampak terkejut. "Apa orang yang mengadu mengirim bukti berupa video?"
"Ada, Pak. Ini." Perwakilan dari mereka yang memegang akun sosial media HTV Official, memberikan ponsel kepada Nick setelah membuka video korban penganiayaan.
"Kemarin malam terjadinya penganiayaan tersebut. Mereka bukan dari orang yang berada dan tidak kebal hukum. Itu kenapa laporannya ditolak oleh polisi. Dan sekarang, korban masih mengalami koma."
"Tangani hari ini. Temui mereka dan gali informasi lebih dalam. Cari juga bukti-bukti dari penganiayaan tersebut agar kita bisa menyiarkan berita yang akurat. Hubungi saya kalau keluarga korban membutuhkan pengacara untuk kasus ini. Saya yakin, keluarga tersangka tidak akan tinggal diam jika kasusnya terangkat ke berita televisi."
"Baik, Pak. Kami akan mengerahkan jurnalis untuk menemui keluarga korban pagi ini."
Meeting masih berlanjut cukup lama, membahas berbagai macam berita fakta lainnya. Setelah mendapat persetujuan dari Nick jika semua berita layak disiarkan, meeting pun selesai. Lalu, Nick dan Celia masih melanjutkan pertemuan dengan produser HD Entertainment dan lainnya, sedangkan Evelyn diminta Nick untuk kembali ke lantai sepuluh mengurus pekerjaan lain.
"Sudah ada Celia yang menemani saya. Kamu kerjakan tugasmu yang lain saja."
"Nick. Maksud saya, Pak, tapi saya yang bisa menghandle jika Anda mengalami masalah dan memerlukan bantuan lainnya. Celia belum berpengalaman, nanti akan kacau jadinya." Evelyn menyerukan protesan. Celia benar-benar telah menggeser posisinya dari Nick. Dalam pekerjaan dan kedekatannya. Sialan!
"Apa kamu tidak mendengarkan ucapan saya? Kamu bisa kembali ke meja kerjamu. Sudah ada Celia, PA saya, yang bisa menemani ke mana pun saya pergi."
"Kakak Evelyn, tidak budeg, 'kan? Mending nurut saja daripada kena pecat. Jangan khawatir. Kan, sudah ada saya yang menjaga Pak Nick. Saya bisa menjaganya dari luar dan dalam." Celia tersenyum lebar dan angkuh, menatap Evelyn yang terlihat kesal.
"Ck!" Evelyn berdecak. Akhirnya, ia mengalah. Sebelum berpisah memasuki lift yang beda arah, ia mendekati Celia yang berdiri di belakang Nick. "Kamu jangan senang dulu. Kamu pikir, Nick bisa terpikat olehmu? Kamu hanyalah sampah yang pantas dibuang jauh-jauh dari sekitaran Nick dan perusahaan ini," bisiknya kepada Celia.
"Uuuuh, takuuut." Celia memperlihatkan wajah takutnya. Namun, sedetik kemudian, ia langsung menatap tajam perempuan itu. "Dan kamu pikir, kamu bisa mendapatkan Nick?" ucapnya lirih.
Mendengar Celia hanya berkata Nick tanpa embel-embel Pak, Evelyn menggeram. "Lancang sekali memanggil atasan tanpa embel-embel Pak."
"Kamu sendiri bagaimana? Tidak lancang kah?" Celia tersenyum miring. Melihat pintu lift terbuka yang mengarah turun, ia berlalu dari perempuan itu sedangkan Nick sudah masuk lebih dulu. Dan sebelum pintu lift tertutup, ia memberikan salam perpisahan sembari melambaikan tangan. Bahkan, sengaja menyandarkan kepala di lengan Nick seraya tersenyum mengejek.
Evelyn yang melihat menghentakkan kaki penuh kegeraman. Kedatangan Celia benar-benar ancaman untuk dirinya.
"Dia pasti bakal ngereog. Enak saja mau ngambil suamiku," ucap Celia, sebelum lift tiba di lantai lima.
Nick yang mendengar gerutuan istrinya, mengulas senyum. "Pawangku galak gini, mana ada yang berani?"
"Loooh, wani-wani. Sleding tenan. Harus lebih protektif sekarang, biar punyaku ndak digondol wedok'an liyo neh."
Celia menggunakan bahasa campuran lagi, dan itu kelemahan Nick. Namun, intinya ia paham, Celia akan lebih protektif menjaga miliknya, dan itu dirinya agar tidak diambil wanita lain.
Lift terhenti dan terbuka di lantai lima, langsung dihadapkan dengan tulisan HD Entertainment pada dinding, yang menandakan bahwa itu lantai khusus produksi film. Mengayunkan kaki menuju ruangan sang produser, Nick mendapat sapaan dari para karyawan. Sedangkan, dengan Celia, mereka memberi salam perkenalan.
"Capek gak, Cel?" tanya Nick tiba-tiba, yang membuat Celia mengernyit penuh antisipasi.
Biasanya di balik pertanyaan itu, ada sesuatu yang terselebung, pikir Celia.
"Celia." Nick memanggilnya sambil menatap sang istri yang berjalan di samping kirinya.
"Enggak. Kenapa memangnya?" Celia menggeleng dan balik bertanya.
"Bagus. Simpan tenagamu buat nanti malam, ya, Sayang. Kayaknya kamu sudah bisa sampai tiga atau lima ronde." Nick tersenyum jahil, sedangkan Celia langsung melototi.
"Eling, Nick! Lagi kerja gini. Malah yang dipikirin HB mulu," cecar gadis itu.
"Masih keinget rasanya sama yang semalam, Cel. Makin enak tahu goyanganmu. Makin lincah. Dan bikin aku--,"
"Nick! Astaga! Ndak eling tempat omonge. Nanti yang lain denger." Celia langsung memotong ucapan Nick. Ia tampak gelisah, lantas segera menoleh ke kanan-kiri dan belakang. Sepi. Sebab, sekarang ia dan Nick sedang berjalan di lorong menuju ruangan sang produser. Pantas saja Nick berani berkata mesum seperti itu.
"Kadung wes gawean, mesume ndak ilang-ilang," gerutu Celia, heran sendiri dengan sikap Nick yang semakin hari semakin tidak nguatin. Tapi, ia tetap suka. Tidak menolak juga. Yang paling penting, Nick hanya mesum terhadap dirinya, tidak dengan yang lain.
Saat memasuki ruangan produser yang cukup besar dan lebar, dengan cepat Nick mengubah ekspresi dingin dan datar. Celia sendiri menampilkan ekspresi polos yang begitu patuh pada atasan. Dan di dalam sana, keduanya langsung disambut hangat--lebih tepatnya Nick--oleh sang produser film serta beberapa artis yang memerankan film barunya tersebut.
"Nick, apa kabar? Lama tidak bertemu denganmu." Seorang perempuan--salah satu artis muda yang cukup populer--menghampiri Nick seraya mengulurkan tangan.
Celia langsung menajamkan tatapan melihat uluran tangan perempuan itu, dan ia menahan kesal saat Nick membalas jabatannya.
"Baik." Nick mengulas senyum dan langsung menarik tangan sembari melirik Celia. "Kamu bagaimana? Yang lain juga apa kabar? Apa proses shooting berjalan lancar? Ada kendala?" tanyanya sambil mendaratkan bokong ke sofa tunggal.
"Baik, Pak," balas para artis itu, kompak.
"Tidak ada kendala apa pun, Nick. Semua berjalan lancar. Kami harap, filmnya sukses. Banyak yang menonton," balas Amanda, perempuan yang berjabat tangan dengan Nick. Ia sudah kenal lama dengan Nick, sering bertemu saat di acara-acara pesta.
Dan perempuan itu, menjadi pusat perhatian Celia sekarang. Tatapan gadis itu hanya tertuju ke Amanda yang menatap Nick penuh ketertarikan sambil senyum-senyum yang dibuat semanis mungkin. 'Ada lagi hama yang perlu disingkirkan selain Evelyn. Sudah berapa lama mereka kenal dan akrab? Awas saja, ya, Nick, ya. Kapan ngasih harapan ke dia, ilang manokmu,' batinnya yang sudah memiliki firasat buruk terhadap perempuan itu.
"Karena Pak Nick sudah datang, kita bisa pergi ke bioskop sekarang," ajak Baskara, sang produser film. Dan mendapat persetujuan dari orang-orang yang ada di sana.
Nick beranjak, pun dengan yang lain. Lantas, mengayunkan kaki keluar ruangan. Masih berjalan menuju bioskop, Amanda berusaha berjalan di samping Nick dengan menyingkirkan Celia, lalu mengajak lelaki itu mengobrolkan banyak hal perihal proses shooting serta kehidupan sehari-harinya. Terlihat asyik dan akrab.
Celia yang melihat sudah panas hati, mendidih sampai ubun-ubun darahnya. Mulut pun manyun-manyun tidak jelas. Saat memasuki bioskop dengan ruangan tidak begitu luas, tempat duduknya dari sofa-sofa kulit, tertata bertingkat, ia hampir tersisihkan lagi saat akan duduk di samping Nick.
"Maaf, ya. Kamu duduk di tempat lain saja. Aku ingin di samping Nick," ucap Amanda, yang merasa paling dekat dengan Nick.
"Oooh, oke. Silakan." Meskipun pasrah-pasrah saja, dalam hati, Celia sudah sangat dongkol. Sebenarnya ia ingin memprotes, tapi harus bersikap profesional dalam pekerjaan.
"Personal Asistenku takut film horor. Aku tidak bisa membiarkannya duduk sendiri," ucap Nick, kepada Amanda sambil beranjak.
"Nick, tapi film ini bukan film horor. Ini film keluarga loh." Amanda mengoreksinya.
Nick tidak memedulikan. Ia berpindah duduk di samping kanan Celia--tepatnya dipojokan.
"Tuh, ada lagi yang butuh perhatian, Pak Nick," sindir Celia, suaranya terdengar datar dan lirih.
Nick bisa merasakan kecemburuan Celia. Gadis itu tidak menatap dirinya, pandangannya fokus ke layar. Tidak lama, lampu bioskop dimatikan. Hanya mendapat sinar dari layar.
"Sayang, aku tidak memiliki perasaan apa pun dengannya. Dan tidak ada hubungan spesial di antara kami. Kami hanya berteman baik karena sudah kenal lama," jelas Nick, sangat takut Celia salah paham. Lalu, ia meraih salah satu tangan Celia, digenggam erat. "Aku masih ingat dengan ancamanmu yang akan memotong burungku. Makanya aku pindah ke sini. Karena aku tidak ingin membuat istriku semakin cemburu dan marah."
Celia tidak membalas ucapan Nick, hanya menatapnya lekat-lekat. Rasanya, ia memiliki ketakutan besar atas pengkhianatan, dan membuatnya jadi bersikap berlebihan setiap Nick dekat dengan wanita lain. Ia berpikir, sikapnya itu bisa menjadi boomerang untuk dirinya sendiri, karena bisa membuat hubungan menjadi tidak sehat jika dirinya terus cemburu tidak jelas.
Pandangan Celia beralih ke layar lebar saat film mulai diputar. "Filmnya menceritakan tentang apa?" tanyanya, mengalihkan pembicaraan.
"Keluarga. Seorang ibu single parents yang pekerja keras setelah ditinggal meninggal suaminya. Memiliki lima anak yang masih kecil-kecil pada saat itu. Tapi, setelah anak-anaknya besar dan memiliki kehidupan sendiri, mereka mulai menelantarkan ibunya yang sudah tua. Tapi, berakhir penyesalan untuk anak-anaknya setelah ibunya meninggal. Begitu lah kira-kira sinopsis film dari yang kubaca sebelumnya."
"Kasihan." Baru juga mendengar ringkasan filmnya dari Nick, mata Celia sudah merebak panas.
Nick menoleh, menatap Celia lekat-lekat. Sesaat kemudian, fokus ke layar lebar. Dalam diam dan keheningan, ia mulai menikmati alur film tersebut. Pun dengan yang lain. Hanya suara dari film yang memenuhi ruangan bioskop.
Seiring waktu berjalan, terdengar suara isakan dari Celia yang sudah tidak tahan menahan air mata. Film itu terlalu sedih menurutnya. Benar-benar menyayat hati. Apalagi saat peran ibu menginginkan anak-anaknya pulang agar menjenguknya yang sedang sakit, anak-anaknya itu selalu beralasan sibuk dan tidak punya waktu.
"Durhaka banget sih, mereka. Kenapa masih punya Ibu malah ditelantarkan? Enggak tahu apa, rasanya tidak punya Ibu tidak enak banget," gerutu Celia pelan, di tengah isak tangisnya. Karena yang diingat sekarang adalah mamanya. Ia merindukan sosoknya.
Kefokusan Nick beralih ke Celia. Dengan perhatian ia menghapus air mata gadis itu.
"Aku jadi kangen Mama," ucap Celia kepada Nick, yang sudah sangat terisak-isak.
"Aku tahu." Nick mengangguk sembari mengulas senyum simpul. Tidak tega melihat sang istri yang terus menangis, ia merengkuhnya dan meminta gadis itu merebahkan kepala di bahunya. Lantas, ia mengusap-usap kepala Celia sembari mendaratkan kecupan penuh kasih sayang di puncak kepalanya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top