Part 20
"Celia? Celia Marvericks? Dia jadi PA-nya Nick?" Ellena tampak terkejut mendengar cerita Evelyn hari ini, yang sekarang sedang melakukan makan malam bersama di Henshin Restaurant, tepatnya di Hotel The Westin.
Evelyn manggut-manggut. Melihat ekspresi terkejut dari sahabatnya, ia menjadi sangat penasaran dengan Celia. "Memangnya siapa dia? Kenapa kamu sangat tahu tentang gadis itu juga?"
"Tentu saja aku tahu. Tapi, aku membencinya karena dia selalu cari muka di keluarga kami. Terutama dengan Nick dan Chloe. Padahal aku saudaranya, tapi mereka justru lebih dekat dengan Celia." Ellena mengerutkan bibir dan berekspresi sinis. "Kamu tahu 'kan, HD Entertainment? Pasti tahu lah, karena itu masih satu perusahaan dengan Hernan Corp."
"Iya." Evelyn mengangguk cepat sambil menatap sahabatnya penuh minat, ingin tahu kelanjutannya.
"Itu pendirinya Om Harden dan Papanya Celia, Dallas Mavericks. Mereka bekerja sama. Tapi, orang tua Celia sudah meninggal. Tinggal Om Harden yang menjalankannya."
Evelyn yang mendengar ternganga. "Whaaats?" Tenggorokan terasa tercekat saking terkejutnya.
"Dan Nick, dia mendapat donor ginjal dari Mamanya Celia."
"Aaaa, I see!" Evelyn manggut-manggut lagi. "Apa kedatangan gadis itu ke perusahaan ingin mengambil alih saham milik Papanya? Dan, dia menggunakan senjata dari donor ginjal Mamanya untuk Nick, agar bisa memudahkan rencananya mengeruk harta keluarga Nick. Dengan alasan keluarga Nick harus balas budi atas ginjal Mamanya yang sudah diberikan."
"Bisa jadi seperti itu, Ev. Setelah kematian orang tuanya beberapa tahun lalu, Celia tinggal di kampung. Dan sekarang dia datang ke sini lagi, pasti itulah alasannya."
"Tidak bisa dibiarkan. Kita harus menyadarkan Nick dari rencana busuk gadis itu. Aku hampir saja percaya dengan alasan dia yang datang ke perusahaan atas panggilan Tante Resa. Dan dia mendapat posisi PA CEO, di mana urusan dan rahasia perusahaan, dia akan tahu semua. Sialan!"
Kedua perempuan itu tampak geram dan kesal.
"Itu pasti akal-akalannya saja," ucap Ellena.
"Dan dia bilang sudah menikah."
"Omong kosong. Itu hanya alasan saja. Dia itu gatel sama Nick. Dari dulu suka caper sama Nick. Makanya Nick lebih deket sama itu anak, tapi kalau sama aku suka cuek dan dingin." Ellena masih menyimpan dendam kepada Celia, karena setiap ada gadis itu di acara keluarga dan diundang, Celia yang menjadi sumber perhatian semua orang. Bukan dirinya.
"Tidak bisa. Tidak bisa. Kalau dia belum menikah, berarti ada niatan dia untuk menggeser posisiku dari Nick. Padahal sedikit lagi aku bisa mengambil hati Nick. Aku harus gimana, Ell?"
"Huuft!" Ellena mengembuskan napas berat. Lalu, meraih gelas dan menyesap cocktailnya. "Tenang saja. Nanti kubantu bicarakan dengan Nick."
"Makasih, ya. Kamu memang sahabat terbaikku. Kalau tidak ada kamu, pasti aku tidak akan bisa mendekati Nick dengan mudah."
Ellena manggut-manggut seraya mengulas senyum. Lantas, ia merengkuh sahabatnya dari SMA, yang sama-sama seumuran dengan Nick.
***
Jam sepuluh malam, Nick dan Celia baru tiba di apartemen setelah melakukan pertemuan sekaligus makan malam dengan Barra--dari Trihatmodjo Group. Kedua pemimpin perusahaan itu membicarakan soal perpanjangan kontrak kerjasama periklanan, dengan perusahaan Barra yang berjalan di bidang perhiasan serta restoran.
Kata Nick, perusahaan kliennya sudah cukup lama mengambil jasa periklanan dari Hernan Corp karena merasa terpuaskan oleh video-video iklan produk perhiasannya yang cukup menarik, sehingga bisa menarik perhatian orang-orang yang melihatnya. Terlebih lagi, perhiasan-perhiasan yang dikhususkan untuk wedding menjadi incaran para calon pengantin yang memiliki desain-desain elegan dan terkesan mewah.
"Nick, bopong." Celia mengangkat kedua tangan, setelah melepas high heels dan masih di depan pintu utama. "Udah gak sanggup jalan. Capek, Nick," alasannya sambil memperlihatkan ekspresi letih. Padahal sudah malas berjalan menuju kamar saja.
Apartemen Nick cukup besar, berada di lantai paling atas dan memiliki ukuran luas sekitar 600 meteran. Dan apartemen itu warisan dari papanya yang dulu saat muda, juga tinggal sendiri di sana.
Tanpa penolakan, Nick langsung membopong istrinya di depan dan Celia menempel seperti koala. Gadis itu melingkarkan kedua kaki di pinggang Nick sembari merebahkan kepala di bahu kiri lelaki itu.
"Manjanya udah gak ketulungan sekarang," ucap Nick, terkekeh lirih sembari mengayunkan kaki.
"Kan, cuma sama kamu bisa manjanya sekarang. Enggak ada Tante Uci, enggak ada Om Irawan, enggak ada Mas Abis. Dan enggak ada Mbak Intan yang biasa aku ajak curhat. Jadi, sekarang kamu merapel semuanya untukku."
"Enggak apa-apa. Justru aku senang bisa melakukan semuanya untukmu." Nick mengecup pipi Celia, sebelum akhirnya masuk ke kamar. Lantas, ia menjatuhkan Celia ke ranjang dengan dirinya menindih. Tidak ada niatan untuk beranjak.
Celia sendiri masih melingkarkan kedua tangan di leher Nick, juga kedua kakinya di pinggang lelaki itu.
"Kenapa kamu seperti narkotika untukku, Cel?" tanya Nick bersuara lirih sembari menatap lekat wajah istrinya.
"Kenapa narkotika?" tanya Celia, sama lirih suaranya.
"Membuatku candu. Membuatku tidak bisa berpaling kepada yang lain. Dan ingin terus merasakan kenikmatan yang sudah kita lakukan. Dan rasanya tidak bisa jauh-jauh darimu."
Celia mengulas senyum lebar. Salah satu tangannya menangkup sebelah wajah Nick, mengusapnya lembut. Lantas, ia mengecup bibir lelaki itu. "Sama seperti yang aku rasakan untukmu," balasnya lirih.
"Dan kamu pemilik hatiku seutuhnya."
"Kamu juga."
Nick menatap Celia penuh minat. Perlahan, ia mulai mencumbu sang istri. Mengecupi ceruk gadis itu sambil menggerakkan tubuh naik-turun, sedikit memberi tekanan. Celia sendiri terpejam seraya meremas lembut rambut Nick. Tubuhnya menggelinjang saat merasakan hawa liar dan panas dalam tubuhnya memberontak. Ia mendesah seakan mengharapkan lebih dari sekadar cumbuan, yang membuat libido Nick semakin meningkat.
Pikiran waras keduanya telah melayang, tergantikan oleh bayangan-bayangan kenikmatan menuju klimaks. Sambil terus mencumbu satu sama lain yang semakin menggila, Nick melepas kancing kemeja Celia dan menanggalkan kemeja itu dari tubuh sang istri. Juga melepaskan celana kain serta dalamnya.
Celia yang tak mau kalah, berganti melepaskan jas, gesper, membuka setiap kancing kemeja putih lelaki itu, dan itu semua ia lempar sembarang arah. Lalu, tangannya beralih melepas kancing dan ritsleting celana Nick.
Nafsu keduanya semakin menggebu, tidak sabar ingin melakukan penyatuan. Namun, Nick tidak ingin secepat itu. Masih ingin mencumbu Celia, menyiksa gadis itu dari rasa ketidaksabaran dengan menjelajahi seluruh tubuhnya dari bawah sampai atas. Bahkan, ia sengaja berlama-lama bermain di dadanya dengan penghalang yang sudah ia buang.
"Niiick." Suara Celia terdengar menuntut sembari terpejam, menggelinjang, serta meremas rambut Nick.
"Iya, Sayang." Nick paham istrinya sudah tidak sabar. Merasa cukup melakukan cumbuan panasnya, ia mencium bibir Celia seraya melakukan penyatuan.
Detik itu juga tubuh Celia mengejan sembari meremas kuat-kuat rambut Nick serta mencengkeram erat punggung lelaki itu.
"Masih sakit?" tanya Nick lirih, melihat Celia menitikkan air mata.
Gadis itu mengangguk. "Lanjutkan. Tidak apa-apa," pintanya.
Nick mengecup kedua mata Celia, sebelum akhirnya mulai menggerakkan tubuh perlahan. Semakin lama, Celia sudah mulai terbiasa dan meminta Nick mempercepat ritme.
Namun, Nick yang belum ingin menyudahi membawa Celia ke kamar mandi, membopongnya bak koala. Lalu, keduanya melanjutkan lagi di dalam bathtub dengan posisi Celia di atas. Erangan kenikmatan pun menggema memenuhi kamar mandi, dengan gerakan penyatuan yang semakin memanas. Dan beberapa menit kemudian, keduanya sama-sama menuju klimaks.
Celia ambruk, terkulai lemas di atas tubuh Nick yang sudah menyandarkan tubuh di tepian bathtub. Lelaki itu pun merengkuhnya penuh kasih sayang sembari mengecup puncak kepala Celia.
"Sepertinya akan cepat jadi kalau setiap malam kita bikin," gumam Nick sembari tersenyum lebar.
Celia yang masih merasakan tenaganya habis, mengangguk. Tapi, jujur. Malam ini ia bisa merasakan kenikmatannya yang lebih dari kemarin.
"Apa kamu menikmatinya sekarang?" tanya Nick lagi.
Celia mengangkat kepala, menatap Nick penuh cinta. Salah satu tangannya menangkup wajah lelaki itu, mengusapnya lembut. "Iyaa. Sekarang aku baru paham kenapa sex bikin candu. Tapi, sangat disayangkan kalau melakukannya sebelum nikah. Kalau sudah jadi anak di perut perempuan dan si laki-laki enggak mau tanggung jawab, perempuan lah yang rugi besar. Seperti yang bersangkutan dengan pengalamanku kemarin."
"Itulah. Dan kamu bisa menjaganya. Bisa mempertahankan dan suamimu yang membuka aksesnya. Aku sangat beruntung." Nick menyunggingkan senyum sambil menyingkirkan poni Celia yang menghalangi mata.
"Laki-laki mungkin bisa lari dari tanggung jawab tanpa membawa beban. Tapi, perempuan, tidak bisa lari dan sepenuhnya masih bertanggung jawab. Tidak bisa ditutupi. Mau dibuang semakin nambah dosa. Padahal bikinnya sama-sama menikmati."
"Istriku bisa menjadi pengamat yang baik ternyata." Nick terkekeh, lalu mengecup kening Celia.
"Setelah aku merasakan sendiri dan melihat sekitar. Kalau sudah nikah, tidak ada yang ditakutkan dan tidak dosa juga. Katanya, justru ibadah."
"Itu tahu, jadi ibadah kalau sudah nikah. Tapi, sebelumnya kamu sempat nolak aku."
"Kan, takut kalau kita sudah ngelakuin terus jadi anak, kamunya ninggalin aku. Kan, kita belum saling ngaku atas perasaan masing-masing."
Gemas sendiri mendengar ucapan Celia, dan Nick langsung merengkuhnya erat sambil mengecup puncak kepala gadis itu yang kembali merebahkan kepala di dada bidangnya.
"Aku ingin kita seperti ini terus. Tidak dipisahkan lagi," ucap Nick, dan mendapat anggukan dari Celia.
Cukup lama keduanya merelaksasikan tubuh, lalu berlanjut membersihkan tubuh.
Dan keesokan pagi, Celia sudah bisa bangun lebih awal. Kali ini, ia yang menyiapkan sarapan membuat sedikit salad sayur, menggoreng dua hashbrown, scrambled egg, membakar dua sosis sapi, dan memanggang dua roti. Melihat semua sudah tersedia dan tinggal menyajikannya ke dua piring, Nick datang. Tanpa ba-bi-bu lelaki itu langsung merengkuhnya dari belakang.
"Selamat pagi, Sayang," sapa Nick, lantas mengecupi leher dan pipi sang istri dengan gemas.
Celia mengulas senyum lebar sambil menatap Nick. "Pagi juga, Pak Nick." Ia terkikik menggoda lelaki itu dengan panggilan Pak Nick.
"Pandai bikin sarapan seperti ini ternyata," ucap Nick sambil menatap semua makanan yang sudah disediakan Celia.
"Masih ingat sarapan jaman dulu, saat masih ada Mama-Papa. Tapi, kalau disuruh masak kayak Mbak Intan, angkat tangan. Belum bisa." Celia terkekeh.
"Bagus. Aku juga tidak bisa makan berat kalau pagi. Pas di kampung terpaksa saja sarapannya langsung nasi."
"Kalau di kampung ya wajib tiga kali sehari makan nasinya. Tapi, tergantung orangnya juga, sih. Kadang ada juga yang cuma makan jajanan pasar, tapi jam sepuluh udah makan nasi," jelas Celia sambil menata salad sayur, hashbrown, scrambled egg, sosis sapi bakar, roti bakar, bertambah baked bean, ke masing-masing piring.
"Kamu salah satunya." Tanpa sadar, Nick mengusap-usap lembut perut Celia. Seolah-olah di sana sudah ada kehidupan.
"Sudah biasa. Kalau enggak makan nasi kayak kurang tenaga. Tapi, di sini aku mau jaga pola makan sehat lagi." Celia sudah selesai menyiapkan makanannya di dua piring, tinggal membawanya ke meja makan. "Mau minum susu atau jus jeruk?" tanyanya.
"Minum susumu saja."
"Nicky!" Langsung mendapat seruan dari Celia.
"Kan lebih enak dan bergizi, Cel. Nambah semangat juga." Nick tergelak. Sedangkan, Celia menyipitkan mata menatapnya.
"Laboh mesum terus le."
"Ngomong apa? Mesum terus?"
"Ya iya iii. Jadi makin-makin mesumnya."
"Kamu aja kalau dikasih sekarang enggak nolak. Apalagi erangannya yang memabukkan, Aaah, Nicky!" Nick langsung melarikan diri, sebelum Celia melayangkan tabokan maut.
"Enggak akan aku kasih jatah lagi kamu yaa!" seru Celia, lantang.
"Cari yang lain, Cel." Goda Nick seraya tertawa renyah.
"Manokmu ilang saiki wani-wani golek liyone!" seru Celia.
Nick tidak tahu artinya. Tapi, ia langsung berinisiatif untuk mencari tahu. Mengambil ponsel yang tergeletak di meja kaca ruang tamu, lantas ia mencari translate dari ucapan Celia.
"Burungmu hilang sekarang berani-berani mencari yang lain," gumam Nick, setelah mendapatkan artinya.
"Jangan dong, Sayang." Nick melempar ponsel ke sofa secara asal, lalu berlari menghampiri Celia lagi yang sedang menaruh dua piring berisi menu sarapannya ke meja makan.
"Ngejek aku mulu. Padahal kamunya juga paling semangat." Celia tampak cemberut.
"Iya, iya, maaf, Sayangnya akuu." Nick mencubit kedua pipi Celia dengan gemas.
"Nicky, sakit." Celia menepuk tangan lelaki itu.
"Sakit? Hu'um. Sakit? Sini aku obatin." Nick beralih merengkuh Celia, lalu mengecup kedua pipi gadis itu secara bergantian dan berulang kali. "Sudah enggak sakit, 'kan?"
Justru Celia yang gemas dengan Nick dan langsung menggigit dada lelaki itu.
"Sayaaang, sakit."
Celia tergelak renyah mendengar suaminya mengaduh. Lantas, ia beralih memeluknya penuh cinta dan sayang. "Nicky." Ia mendongak. "I love you."
Nick tersenyum lebar. "I love you, Celia." Kecupan pun ia daratkan di kening dan bibir Celia.
Sebelum akhirnya, keduanya memutuskan untuk sarapan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top