Part 15
"Jangan bayangkan apa yang membuatmu sedih saat teringat orang tuamu. Jangan bayangkan jalanan Jakarta ini yang mengambil orang tuamu. Bayangkan apa yang membuatmu begitu bahagia saat bersama mereka. Dan mulai sekarang, kamu harus terbiasa dengan fakta bahwa, kecelakaan adalah takdir yang tidak bisa dihindari. Bisa terjadi kapan saja dan kepada siapa saja. Termasuk kepada orang yang kita sayangi," ucap Nick, sebelum melajukan mobil.
Celia yang terpejam, mendengarkannya baik-baik. Ia mengangguk sembari menarik napas dalam-dalam dan diembuskan perlahan. Obat cemas itu mulai sepenuhnya bereaksi, karena dirinya sudah tidak merasakan cemas yang berlebihan seperti tadi. Rasanya sudah lebih tenang.
"Kita jalan sekarang?" tawar Nick.
Celia membuka mata, menatap Nick, lalu mengangguk.
"Beranikan diri untuk melihat sekitar. Anggap saja ini di kampungmu. Bukan Jakarta."
"Oke." Celia mengangguk lagi.
Sebelum melajukan mobil, Nick melipat atap mobil sportnya. Dengan tujuan agar Celia lebih banyak mendapat udara dan tidak merasakan pengap saat sedang mencoba memberanikan diri dengan jalanan Jakarta. Sesaat kemudian, mobil dilajukan.
Dalam perjalanan, Nick mengobrolkan hal-hal yang menyenangkan. Bernostalgia kisah masih kecilnya bersama Celia. Bahkan, saking asyiknya bercerita, Nick keceplosan memberi pengakuan bahwa saat Celia memutuskan untuk menetap tinggal di kampung, ia merasakan kehilangan yang mendalam. Menjadi pribadi yang pendiam dan tidak seceria seperti saat gadis itu ada di dekatnya.
"Nick, kamu seriusan?" tanya Celia, yang terkejut mendengar pengakuan dari Nick. Seperti ada banyak kupu-kupu yang berterbangan di dalam hatinya, ia merasa begitu bahagia. Bibirnya terus berkedut. Berniat ingin menyembunyikan senyum, tapi ia tidak bisa.
"Kamu pulang tidak pamitan sama aku," ucap Nick lagi.
"Aku pamitan. Tapi kamu masih belum sadar karena baru menjalani operasi ginjal."
"Dan kamu tidak pernah datang lagi setelah itu."
Celia menatap Nick lekat-lekat yang fokus pada jalanan. "Karena aku tidak ingin mengingat semua kejadian yang ada di sini."
"Kamu juga tidak pernah mengabariku. Telepon atau ngechat gitu." Nick menatap Celia sekilas.
"Aku pikir kamu membenciku. Benar-benar membenciku. Makanya aku tidak pernah menghubungimu secara langsung," jelas Celia. 'Padahal aku juga menunggu kabar darimu, Nick,' lanjutnya dalam hati.
"Untuk kejujuran yang lain, sebenarnya aku sering stalking akun sosial mediamu."
"Stalking Instagramku?" Celia kembali tercengang. Ia juga melakukan hal yang sama.
Sebelum bertemu Erick, Celia sering stalking Instagram Nick menggunakan second account-nya agar tidak diketahui oleh Nick. Hanya ingin tahu aktivitas lelaki itu dan ingin tahu perkembangan hidupnya. Namun, ia dibuat patah hati saat melihat Nick lebih sering bersama satu teman perempuannya dan cukup akrab. Ia berpikir, Nick sudah melupakan dirinya saat itu. Hingga membuatnya cukup yakin membuka hati untuk lelaki lain, dan Erick yang ia dapatkan.
"Kamu terlihat sangat bahagia tinggal di kampung dan di sekolah barumu, memiliki teman-teman baru. Sejak saat itu, aku berpikir kamu sudah melupakanku. Melupakan temanmu yang ada di sini. Yang sering bareng. Yang sering berantem, jahil, rebutan apa pun itu."
"Enggak. Aku masih ingat sama Kak Chloe. Masih sering chat-chatan juga."
"Itu 'kan, sama Kak Chloe. Sama aku tidak. Kamu sudah lupa. Malah dapat ganti yang baru. Terus kalian pacaran. Kalau lagi jalan sering diposting di story IG. Biar kelihatan romantis gitu, ya?"
Celia menyembunyikan senyum melihat ekspresi Nick seperti orang yang sedang cemburu. "Are you my secret admirer, hum?"
"Tidak. Buat apa cemburuin gadis nakal sepertimu." Nick mengelak. "Hanya kesal karena gadis nakal ini sudah melupakan teman bermainnya." Ia menutup muka Celia menggunakan telapak tangan, seolah ingin meraupnya.
"Nickyyy!" Celia yang terkejut langsung meraih tangan lelaki itu di mukanya, lalu digenggam erat.
"Tapi, pas disuruh nikahin aku enggak nolak. Sebenarnya pengen banget nikah sama aku, 'kan?" ejeknya sembari tergelak.
"Daripada gadis nakalku dipermalukan di depan banyak orang, kasihan lihatnya. Enggak tega. Jadi, ya mau-mau saja nikahin kamu."
"Ngaku saja kalau sebenarnya kamu cinta sama aku. Nyatanya, kamu juga suka nyosor kayak angsa. Enggak tahu tempat pula."
"Cieee, mau dapat pengakuan cinta dari aku nih?" Kini berganti Nick yang mengejek seraya tersenyum menggoda.
"Enggak." Celia langsung membuang muka sambil menyunggingkan senyum.
"Kan, sudah kubilang. Rugi bandar enggak ngapa-ngapain kamu. Setidaknya, sudah bisa nyium-nyium gemas. Pengen nelanjangin kamu juga sebenarnya. Tapi, timernya belum pas. Pas di kampung, nanti kamu jerit-jerit kayak orang tantrum, dikiranya aku nyiksa. Udah di sini, kamunya malah tumbang. Apa nanti malam saja, Cel? Oh, apa kita mampir ke hotel saja sekarang?"
"Nickyyy! Fokus jalan saja. Jangan ngomongin mesum," sergah Celia, yang sudah tidak tahan mendapat godaan serta ejekan dari Nick.
Sementara, lelaki itu tersenyum lebar. Ia berhasil mengalihkan perhatian Celia dari hal-hal mengerikan tentang kenangan buruknya pada jalanan Jakarta.
Cukup lama berkeliling di jalanan, akhirnya Nick memutuskan untuk mampir ke Dufan. Celia tidak menolak, justru terlihat begitu bahagia melihat wahana permainan yang menantang. Senyum lebar gadis itu tak pernah pudar, ekspresi cerianya membuat Nick ikut bahagia rasanya.
"Kita seru-seruan di sini dulu. Sebelum nanti kita seru-seruan di ranjang. Okey," bisik Nick sambil merangkul Celia dari belakang, saat masih mengantre di wahana ontang-anting.
Gadis itu yang mendengar langsung merinding sebadan-badan. Di tempat ramai pun, Nick masih sempat-sempatnya menggoda dirinya. "Nick, diam. Jangan ngomong mesum terus. Nanti ada yang denger," balasnya sambil mendongak menatap wajah lelaki di belakangnya.
"Biarin mereka dengar." Nick mencoba tak acuh dan mengabaikan sekitar. Melihat orang depannya berjalan memasuki wahana, ia dan Celia pun ikut melangkah dan memasuki wahana ontang-anting tersebut.
Lantas, keduanya duduk di kursi yang saling bersampingan. Setelah semua tempat duduk penuh, ontang-anting mulai diputar perlahan. Lambat laun semakin kencang dan meninggi. Jerit heboh mengiringi jalannya permainan wahana tersebut. Tanpa sadar, Nick dan Celia pun saling menggenggam erat.
Setelah beberapa kali putaran, wahana ontang-anting perlahan memelan dan turun, lalu berhenti. Nick dan Celia sama-sama mengalami pusing, berjalan gontai, lantas keduanya saling merangkul untuk memberi pertahanan tubuh agar tidak sampai ambruk.
"Skip yang lain dulu. Aku belum sanggup," ucap Celia yang masih merasa mual dan pusing. Sebab, wahana lain sama saja, berputar-putar, montang-manting, dan lebih ekstrim.
"Jalan-jalan saja kalau gitu. Biar terlihat seperti orang pacaran. Ah! Tidak. Kita 'kan, sudah menikah. Berarti biar terlihat seperti orang bulan madu."
Celia mengangguk, menyetujui usulan Nick. Sampai sore di Dufan, ia dan Nick hanya menghabiskan waktu untuk jalan-jalan saja. Tidak berminat naik wahana apa pun. Lalu, keduanya melanjutkan perjalanan ke tempat lain, shopping ke salah satu mall yang menyediakan barang-barang branded.
Niatan Nick membawa Celia shopping tentu membeli barang-barang keperluan gadis itu kerja, seperti; pakaian, tas, sepatu, dan aksesoris. Sudah puluhan paper bag yang ditenteng Nick juga Celia, mungkin masih akan lanjut membeli banyak barang jika Celia tidak memprotes sudah keberatan.
"Sebenarnya yang perempuan itu aku atau kamu? Di sini yang kalap belanja malah kamu," cecar Celia sambil berjalan menuju parkiran basement. Agak malu menjadi perhatian banyak orang. Pasti mereka menganggap dirinya wanita matre yang sedang memeras uang lelaki di sampingnya. Tapi, tidak salah juga jika mereka beranggapan seperti itu. Sebab, semua barang-barang itu hanya miliknya.
"Karena kamu membutuhkan ini semua. Nanti tinggal potong gaji saja," balas Nick asal.
"Ya enggak mau. Kan kamu yang beliin. Aku enggak minta. Pokoknya aku enggak mau dipotong gaji." Celia tampak kesal. Namun, ia teringat sesuatu, "Kalau sudah nikah, bukannya uang suami adalah uang istri. Berarti uangmu adalah uangku. Bukan begitu?" Sekarang ia tersenyum lebar.
"Bahkan, seluruh tubuhku pun milikmu, Cel, kalau sudah menikah. Termasuk tubuhmu juga milikku. Jadi, kapan aku bisa unboxing seperti kata Mas Abis?"
Lagi dan lagi, arah pembicaraan Nick ke hal mesum. Frustrasi sendiri Celia mendengarnya.
"Kapan-kapan," balas gadis itu singkat.
"Kapannya kapan?"
"Ya kapan." Agak ngotot jawaban Celia.
"Yang jelas kapannya?"
"Kapan-kapan." Celia masih konsisten dengan jawabannya.
"Iya, kapan?"
"Kapan-kapan." Masih tetap sama jawaban gadis itu.
"Aku makan juga kamu, Cel." Nick sudah gemas sendiri dengan gadis nakalnya itu. Namun, bersama Celia, ia seperti hidup lagi. Hatinya tidak kosong, dan hari-harinya selalu memiliki percakapan absurd yang kadang bikin kesal, kasmaran, perhatian, dan bahagia.
Melihat segerombolan perempuan cantik yang akan berpapasan, otak Nick langsung berkerja lagi untuk mencari perhatian Celia. "Wow! Sexy-sexy sekali mereka. Deketin, ah!" gumamnya.
Celia yang mendengar langsung menoleh menatapnya dan melototi. "Berani? Kamu atau mereka yang jatuh dari lantai tiga ini?" ancamnya, yang refleks langsung keluar dari mulutnya.
"Punya istri tapi berasa enggak punya istri," sindir Nick.
"Ya udah. Sana tidur sama mereka," ucap Celia ketus. Lalu, berjalan lebih cepat mendahului Nick. Entah mengapa, ia merasa darahnya mendidih, tubuh langsung gerah padahal berada di ruangan ber-AC. Dan ia tidak suka melihat juga mendengar Nick genit dengan perempuan lain.
Gila! Dirinya memang sudah jatuh cinta dengan Nick.
Sementara, Nick yang melihat Celia meninggalkan dirinya karena cemburu, hati terasa berbunga-bunga dan bahagia. Ternyata semenyenangkan ini orang jatuh cinta, batinnya.
"Cel, tungguin." Nick berlari saat Celia semakin jauh.
Gadis itu menoleh ke belakang, tapi fokus ke depan lagi. Biarkan saja. Salah sendiri genit ke perempuan sexy. Aku juga bisa lebih sexy dari mereka, batinnya.
"Duuh, duuh, yang ngambek," ucap Nick, setelah berhasil menyejajarkan langkahnya dengan Celia.
"Enggak ngambek. Katanya mau sama para perempuan sexy itu." Suara Celia terdengar ketus.
Keduanya tiba di depan lift yang langsung menghubungkan parkiran basement. Celia menekan tombol panah ke bawah. Tidak berselang lama, salah satu pintu lift terbuka. Keduanya pun masuk. Hanya berdua di dalam. Dan Nick sengaja merapatkan tubuhnya ke Celia.
"Sebenarnya ada yang lebih sexy," ucap Nick lagi, yang langsung mendapat pelototan dari Celia.
"Istriku," bisik Nick, tepat di samping telinga Celia. Ia mengulas senyum, sedangkan gadis itu menyembunyikan senyum.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top