Part 10

Sebagai bentuk permintaan maafannya yang sungguh-sungguh terhadap Nick, pagi ini Celia sudah sibuk berjibaku di dapur setelah memetik daun kelor dan dibuat sup, sebagaiannya masih dibiarkan bertangkai.

"Bisa manjur ini, Mbak Cel?" tanya Intan, yang juga ada di dapur memasak untuk sarapan.

"Katanya sih, bisa, Mbak. Pohon Bidara sama pohon kelor 'kan, yang ditakutin setan?" balas Celia dengan mantap. Kemudian, ia mengambil baskom yang sudah diisi air cucian beras, sengaja menampungnya tadi. Dan diberi tambahan garam kasar.

"Aku mau minta doa sama Pak Mul dulu," ucap Celia, lalu melesat pergi menuju halaman depan, tempat Pak Mul berada.

Sementara, Intan yang melihat tingkah konyol Celia, hanya geleng-geleng heran. Sangat di luar dugaan tingkah gadis itu, pagi-pagi sudah sibuk memetik daun kelor di belakang rumah. Katanya, untuk mengusir makhluk halus yang mengikuti Mas Nick, takutnya masih ada yang menempel di tubuh lelaki itu. Dan Celia terlihat sangat sungguh-sungguh melakukannya, bahkan sup daun kelornya pun diracik sendiri.

"Pak Mul, puron dungokke toyo niki?" pinta Celia, setibanya di hadapan Pak Mul yang sedang merokok di depan pintu gerbang. Ia menyodorkan baskom berisi air cucian beras yang dibawanya kepada lelaki paruh baya yang bersarung dan berkaus itu.

"Ndamel nopo toyone to, Mbak Cel?" tanya Pak Mul, penasaran.

"Ndamel nggebyoki Nick ngangge daun kelor," jawab Celia, sangat polos.

Pak Mul terkekeh mendengarnya. Merasa sangat lucu melihat tingkah gadis di hadapannya yang selalu memiliki gebrakan tak terduga. Namun, ia tidak menolak permintaan Celia. "Ndamel tombo garwone nggih," ucapnya sambil menyelipkan rokok di sela bibir, lalu mengambil alih baskom di tangan Celia.

Celia manggut-manggut polos. Melihat Pak Mul menuju teras berlantai marmer, ia mengikuti. Lalu, duduk bersama-sama di sana. Pak Mul menaruh sisa rokoknya di tepian lantai, agak jauh. Kemudian, duduk bersila sambil memejamkan mata dengan mulut komat-kamit yang sedang merapalkan doa. Celia sendiri tidak tahu doa apa yang dirapalkan, ia pasrahkan saja kepada lelaki berkumis itu. Dan hanya diam, sangat anteng.

Sesaat kemudian, Pak Mul membuka mata. Baskom diangkat lalu ditiup dengan gerakan memutar.

"Sampun, Mbak Cel. Mangkeh baca bismillah riyen sak durunge nggebyoki Mas Nick nggih," ucap Pak Mul sambil menyerahkan baskom kepada Celia lagi.

"Nggih, Pak. Matursuwon nggih." Celia mengulas senyum lebar. Sambil membawa baskomnya, ia beranjak lantas berlalu memasuki rumah lagi. Ia menuju ruang makan. Menaruh baskom di meja makan dan memberitahu Intan agar tidak menyentuh baskom tersebut, kemudian ia beralih pergi menuju kamarnya.

Nick masih berbaring di ranjang sambil sibuk dengan ponselnya. Begitu melihat Celia masuk dan berlari menghampiri dirinya, ia mengernyit.

"Ada apa? Kenapa lari-lari?" tanya Nick, penasaran.

Celia langsung mengambil ponsel Nick, menaruhnya ke atas nakas. "Ayo, ikut aku," pintanya sambil menarik tangan Nick agar bangun dari rebahannya.

"Ke mana? Jangan berbuat aneh-aneh lagi, ya." Nick masih menahan diri. Mulai trauma terhadap gadis itu. Takut dikerjai lagi.

"Enggak, Nick. Serius!" Celia menatap Nick serius sembari mengangkat tangan kanan dengan kedua jari membentuk huruf V. "Ayo, turun dulu."

"Meragukan." Nick menyipitkan mata dan masih bertahan di tempatnya. "Aku tidak mau ikut.

"Nicky," rengek Celia memohon. "Ayooo," pintanya lagi.

"Kasih tahu dulu mau ngapain." Berganti Nick yang menarik Celia sampai gadis itu hampir menindihnya jika tidak langsung ditahan.

Keduanya saling beradu tatap. Sesaat, Celia terdiam sambil menahan napas ketika jarak wajahnya dengan Nick sangat dekat. Susah payah ia menelan ludah untuk membasahi tenggorokannya yang tercekat dan terasa mengering secara tiba-tiba.

"Ayo, bilang. Mau ngapain dulu?" Tatapan Nick tertuju ke bola mata Celia yang memiliki warna iris abu-abu.

"Cuma mau ngobatin kamu. Takutnya masih ada makhluk halus yang ngikutin kamu," cicit Celia sambil menahan dentuman jantungnya yang menggila.

Tatapan Nick beralih ke bibir Celia. Dan detik itu juga detakan jantungnya bertambah cepat. Dalam hati, ada ketertarikan ingin mencium bibir tipis yang terasa kenyal itu lagi. Ia masih ingat sensasi kenikmatannya yang sebenarnya Celia juga menikmati. Tapi, ia tidak ingin Celia merasakan canggung lagi.

Setelah Nick menyadarkan pikirannya kembali, ia beralih menatap mata Celia. Ia mendengar ucapan gadis itu yang menyinggung soal makhluk halus. Membuatnya jadi teringat kejadian semalam dan bulu kuduk langsung berdiri. Ia merinding lagi. Masih ingat jelas bentukan si buntelan putih kecokelatan yang tidak begitu jelas sambil jungkat-jungkit. Semalam saja sebelum terpejam, ia masih terus terbayang-bayang, takut jika tiba-tiba sudah berdiri di samping ranjangnya. Celia yang tahu kegelisahan dirinya pun langsung memeluknya memberikan ketenangan, sampai ia bisa tidur pulas dengan sendirinya.

"Oke." Akhirnya, Nick menurut. Ia beranjak bangun dan turun. Lantas, mengayunkan kaki dengan Celia masih menggenggam salah satu tangannya.

Keduanya menuruni tangga diselingi obrolan ngalur-ngidol yang keluar dari mulut Celia. Nick hanya mendengarkan dan iya-iya saja, sangat pasrah mendengar kecerewetan gadis nakal itu. Setibanya di ruang makan, Celia meminta dirinya tetap berdiri di dekat meja yang terdapat baskom berisi air. Sedangkan, gadis itu menyibukkan diri berjalan menuju meja konter, lalu mengambil sebuket tumbuhan berdaun-daun kecil. Saat Celia menghampirinya lagi, gadis itu mencelupkan buketan daun ke baskom. Ia masih memerhatikannya dalam diam. Namun, dibuat terkesiap bukan main ketika air dari buketan daun itu diciprat-cipratkan ke dirinya dari atas ke bawah.

"Bismillahirrahmanirrahim. Ya Allah, semoga tidak ada makhluk halus yang mengikuti suamiku. Tidak ada yang merasuki tubuhnya. Jauhkan dia dari mara bahaya. Setan, Jin, Iblis, jangan ngikutin Nicky, ya. Pergi kalian. Pergi. Pergi," ucap Celia.

"Celia, kamu ngapain lagi?" tanya Nick penasaran.

"Diam dulu, Nick."

Seperti orang bodoh, Nick menurut saja. Celia mencelupkan buketan daun itu lagi ke air beras. Ia tahu dari aromanya. Lalu, kembali menciprat-cipratkan ke tubuhnya lagi.

"Aku diapain barusan?" tanya Nick, setelah Celia menghentikan aktivitasnya.

"Sudah aku bilang, ngobatin kamu. Itu daun kelor. Katanya ampuh buat ngusir setan," jawab Celia, sungguh-sungguh.

Dan Nick menanggapinya serius. "Memang iya?"

Celia manggut-manggut. "Sekarang kamu duduk. Aku ambilin sup daun kelornya."

Celia bergegas menuju kompor tanam di meja konter. Di atas salah satu tungku, terdapat panci kecil berisi sup daun kelor. Dengan suka cita ia mengambilkan sup itu untuk Nick. Yang terpikir dalam benak, agar tidak ada makhluk halus yang mengikuti Nick. Meskipun semalam sudah didoakan Pak Mul agar tidak terkena sawan, tapi Nick masih terlihat gelisah dan ketakutan sampai susah tidur.

"Kamu minum sup daun kelornya dulu. Buat netralisir setan-setan yang mengikuti kamu. Biar mereka pulang ke asalnya lagi," ucap Celia, yang sudah menghampiri Nick sambil menghidangkan semangkuk sup daun kelor ke hadapan lelaki itu. Lantas, ia mendaratkan bokong di kursi samping Nick. "Aku bikin sendiri ini," ucapnya penuh semangat.

"Perhatian banget. Enggak dikasih racun, 'kan?" Nick menatap Celia penuh curiga.

Celia mencebik. "Kalau aku ngasih racun ke kamu, aku yang bakal diracun balik sama Om dan Tante."

"Sepertinya aku harus bilang ke mereka juga kalau kamu ngerjain aku di kuburan, sampai dilihatkan penampakan pocong beneran," ancam Nick.

"Niiick, jangan!" Refleks, Celia berseru. "Udah, diminum dulu supnya. Enak kok. Selain buat ngusir setan, ini bisa buat obat juga. Banyak khasiatnya. Jadi, tenang saja, ini bukan racun. Kalau enggak percaya, bisa searching di Google. Banyak artikel yang menjelaskan soal daun kelor."

Nick mulai memberanikan diri menyendok sup daun kelor itu, mencicipinya dengan cara mencecap. Tidak pahit. Lumayan juga rasanya. Akhirnya, ia mulai memakannya sampai tandas.

"Enak, 'kan?" tanya Celia sambil mengulas senyum lebar.

"Ya. Lumayan." Nick manggut-manggut.

"Setelah ini, jangan takut lagi. Semoga para makhluk halus tidak ada yang mengikuti kamu."

Nick mengulas senyum jahil kepada Celia. Ia menyangga kepala dengan siku bertumpu di meja, lalu mengamatinya lekat-lekat.

"Takut aku kenapa-kenapa, ya? Ciee yang mulai khawatir." Nick tersenyum lebar, menggodanya.

"Kan, sudah tanggung jawab aku yang sudah menjahilimu semalam." Celia mencoba mencari alasan.

"Cieee, Celia sudah mulai khawatir sama musuhnya." Nick tidak memedulikan alasan itu, dan terus menggodanya.

"Nicky, jangan nganggap lebih." Celia menampilkan wajah kesal untuk menutupi salah tingkahnya.

"Cieee, yang salah tingkah. Yang sudah mulai khawatir. Yang semalam nangisin aku karena diambekin. Yang tiba-tiba ngelonin pas aku enggak bisa tidur." Nick terus nyerocos menggodanya sambil tergelak.

Celia yang mendengar, sangat geram. Tidak terima mendapat ledekan itu. "Nickyyy! Diaaam!" serunya lantang. Ia mengangkat tangan kanan akan menabok Nick. 

Namun, Nick yang sudah paham, langsung melesat dan berlari ke ruang keluarga. "Cieee, yang sudah takut diambekin aku. Nanti aku mau bilang Mas Abis, ah! Ada yang sudah mulai khawatir berat sama aku," ledeknya terus-menerus.

"Bualongmu! Jangan ngadu sama Mas Abis!" seru Celia sambil mengejar Nick.

Sementara, Nick yang takut tertangkap Celia karena pasti akan langsung mendapat amukan maut darinya, terus berlari tanpa henti. Celia yang tidak menyerah untuk mendapatkan Nick, semakin mempercepat larinya. Keduanya terus berkejar-kejaran mengelilingi sofa. Tawa lantang dan ledekan terus Nick serukan. Namun, tidak lama Celia berhasil menangkapnya dan menjatuhkan lelaki itu ke sofa. Ia mengunci tubuh Nick dengan salah satu tangan menahan leher lelaki itu, dan satu tangannya lagi digunakan untuk menjambak rambutnya dengan geregetan. Sedangkan, kedua kaki melingkar di perut Nick dari belakang dan disilangkan.

"Sakit, Cel." Nick mengaduh kesakitan sambil mengernyit.

"Makanya jangan ngeledek mulu. Siapa juga yang ngekhawatirin kamu? Sekali putar, tulang leher kamu patah ini."

"Cel, masa kamu mau matahin tulang leherku? Kita belum bikin anak loh."

"Diam! Jangan bilang itu!" Celia mengeratkan lingkaran tangannya di leher Nick.

"Cel, aku beneran enggak bisa napas ini." Nick terbatuk sambil menepuk-nepuk lengan Celia.

Gadis itu mengecek wajah Nick, sudah kelihatan memerah. Akhirnya, ia pun melepaskan tangan yang melingkar di leher Nick juga melepaskan jambakannya. Kakinya yang mengunci perut Nick pun mengendor.

"Baru juga ngobatin aku, katanya biar enggak ketempalan sama makhluk halus. Malah sekarang kamu yang kesurupan makhluk halus," cecar Nick sambil memegangi lehernya.

"Makanya jangan ngeledek." Celia masih terlihat kesal.

Dan dengan cepat Nick membalikkan tubuh jadi menindih Celia, lalu menyusupkan kedua tangannya di bawah kepala gadis itu, jadi memeluknya. Ia tidak akan membuang kesempatan emas untuk menggoda si gadis nakal.

"Kalau tidak ingin diledek, berarti maunya langsung dieksekusi langsung. Hum?" Nick mengembangkan senyum jahil sambil menggigit bibir bawah. Sekarang dirinya yang mengunci gadis itu dengan mengapit kedua kakinya erat-erat.

"Nick, lepasin." Celia menepuk-nepuk lengan Nick. Ia kesulitan bergerak sekarang.

Alih-alih melepaskan, Nick justru berbisik, "Tidak, Sayang." Demi apa pun, justru jantungnya yang berdebaran tak keruan.

Pun dengan Celia yang sama-sama dibuat deg-deg ser mendengar panggilan Sayang dari Nick.

"Ngomonge to ndak seneng. Emhak dirabikke nek ndak kepekso. Eh! Tibak'e malah gek mesra-mesraan. Nek meh gawe anak lho ndek kamar. Mentang-mentang ndak enek Om mbek Tante neng umah, gaweane neng njobo."












Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top