chapter 3
I could say I never dare to think about you in that way, but I would be lyin'
Pagi ini Nnina terlihat sangat sibuk. Raita sampai sakit kepala melihatnya. Tadi sebelum masuk kelas, Reigel memanggil Nnina dan bertanya mengenai bahan rapat hari ini, apakah Nnina sudah membuat catatan kecil berisi perkiraan perencanaan keseluruhan acara *Peslani yang diadakan oleh tim chaple yang akan dilaksanakan 2 bulan lagi.
Sepanjang mata pelajaran berlangsung, Nnina tidak fokus dan sibuk mengingat-ingat percakapannya dengan Reigel 2 hari lalu di pojok baca. Saat itu, Nnina tidak menulisnya sebab ia sudah terlalu lelah menulis sewaktu di sekolah. Sialnya ia juga lupa merekam suara Reigel. Alhasil ia pusing sendiri sekarang.
"Kalau ada yang salah, Reigel pasti kesal banget." Bisik Raita sambil sedikit mengadahkan tubuhnya ke arah bangku Nnina.
Nnina mengangguk mendengar penuturan Raita. Ia merutuk dirinya sebab nyatanya selama Reigel menjelaskan rencananya, Nnina lebih fokus melihat anak-anak asrama bermain basket di lapangan.
"Buat ide lo sendiri aja na." Ujar Raita lagi.
Nnina menaikkan alisnya bingung. "Maksudnya?"
"Berhubung lo gak inget, mending lo buat ide sendiri aja. Bilangin Reigel kalo lo merevisi beberapa ide dia." Saran Raita sambil menaik-turunkan alisnya dengan senyum licik terpatri di wajah manisnya.
Nnina memandang Raita agak lama, ia tampak berpikir sejenak. Sebab kelewat buntu, Nnina rasa ide Raita cukup masuk akal. Ia kemudian ikut tersenyum licik. "Pinter lo." katanya pada Raita yang setelahnya terlihat sangat bangga.
Begitu bel istirahat pertama terdengar di seluruh penjuru sekolah, Nnina segera merapikan seluruh catatan kecilnya dan harus siap berpura-pura berani menghadapi Reigel dengan ide akal-akalan Raita.
"Ta, gue mau ke kelas Reigel sekalian ke ruang rapat. Nitip salad buah 1 ya. Makasih!"
Belum sempat Raita protes, Nnina sudah hilang keluar kelas.
###
"Eh, Vand. Reigel ada di kelas gak?" Tanya Nnina begitu melihat Vanad di ambang pintu kelas.
"Gak ada na. Steve, lihat Reigel gak?" Tanya Vanad begitu melihat Steve masih berada di bangkunya sedang menulis sesuatu.
Nnina mencondongkan tubuhnya ke arah dalam ke kelas Vanad begitu mendengar penuturan Vanad."
Tepat ketika Nnina melihat ke arah Steve, pria itu juga mengangkat wajahnya dan mata mereka beradu pandang sesaat sebelum Steve bangkit dari kursinya lalu berjalan menuju pintu.
"Kamu yang nyari Reigel na?
Nnina mengangguk mengiyakan ujaran Steve.
"Buat apa?"
"Penting."
"Sepenting apa?"
"Mau rapat doang, Steve," ujar Nnina malas.
"Kok sekarang? Kan abis istirahat?"
"Staff inti mau diskusi dulu bentar."
"Oh, okay. Aku mau ke kantin dulu deh, Raita di kantin, kan?
"Iya."
"Kamu mau nitip makan?"
"Udah sama Raita."
"Okay. Vand, kantin gak?"
"Boleh deh."
"Hati-hati ya na, gak usah deket banget sama Reigel."
Nnina hanya mendengus.
###
Steve menghampiri Raita yang terlihat berdiri di depan stase penjual salad. Tadi saat memasuki kantin, ia dan Vanad langsung berbaur dengan teman lainnya di meja pojok depan penjual nasi goreng sebelum melihat eksistensi Raita.
"DARRR." ujar steve mengejutkan Raita.
"STEVEE!!" Ujar Raita kesal sambil memukul pundak Steve.
"Tumben beli salad lo?"
"Punya Nnina, gue mah ogah, lebih enak pisang coklat lah."
"Daripada bakso?"
"Jelas baksolah, no debat."
"Tapi tidak berlaku untuk Nnina dan Reigel."
"BENAR WKWKWK, aneh banget 2 orang itu."
"Bukannya lebih aneh kita, Ta?"
"Lo aja kali, gue normal."
"Gak sadar diri ya lo," ujar Steve sambil merangkul Raita.
"Lepasin deh Steve, ntar pacar lo tau, males banget gue."
Steve akhirnya melepas rangkulannya. Kemudian Raita ikut bergabung di meja yang tadi sudah diduduki Steve bersama Vanad dan yang lainnya.
Mereka bercanda seakan tak ada hari esok. Meja itu penuh dengan tawa renyah. Bagaimana tidak? Perpaduan Raita dan Steve di sana adalah bentuk kesempurnaan dari gila yang sesungguhnya. Namun hal itu tak berlansung lama sebab suara Reigel terdengar dari radio sekolah memenuhi kantin.
"Pengumuman, kepada seluruh staff inti chaple dan tim yang telah terpilih untuk acara Peslani agar tidak lupa mengikuti rapat di ruang rapat lantai 3 sehabis jam istirahat ini. Terima kasih."
###
Raita dan Steve memutuskan untuk lebih dulu pergi menuju ruang rapat. Tadi saat mendengar suara Reigel, Raita langsung teringat pada salad buah pesanan Nnina. Bisa habis Raita dicuekin kalau sampai istirahat selesai Nnina belum memakan saladnya.
Namun, saat di perjalanan mereka bertemu dengan Cilla. Wajah Cilla yang tadinya tersenyum melihat Steve langsung berubah begitu menyadari bahwa ada Raita bersama pria itu. Ia langsung menarik Steve menjauh dari Raita. Raita yang melihat tingkah adik kelasnya itu hanya memutar bola matanya jengah. Tapi kemudian ia menajamkan pendengarannya. Jiwa penasaran Raita sungguh sudah di ambang batas.
"Kok cuma berdua sih kak? Yang lain ke mana?"
"Udah di ruang rapat, ini kita mau ke ruang rapat."
"Yaudah barengan kalau gitu."
Steve mengangkat alisnya bingung.
"Kak Steve lupa kalau aku koordinator dekorasi?" Tanya Cilla dengan sedikit kesal. Pacarnya ini selalu saja suka melupakannya. Mau putus tapi sayang banget. Untung Cilla panjang sabar.
"IYALAH, EMANG LO SIAPA? GAK PENTING."
Cilla dan Steve melihat ke arah Raita. Wanita itu pura-pura tidak melihat mereka. Ia malah bersedekap dengan tampang kesal ke arah bunga yang ada di setiap tembok pembatas. Cilla memutar matanya gerah sedangkan Steve menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Eh, iya. Maaf, kelas 12 banyak beban pikiran."
"GAYA BANGET LO PUNYA BEBAN PIKIRAN."
Cilla kembali melihat ke arah Raita dan kakak kelasnya itu masih saja menghadap bunga yang tadi. Sedangkan Steve menyembunyikan senyumnya karena apa yang Raita katakan tepat sasaran.
"Yaudah yuk kak kita duluan."
Steve melihat ke arah Raita meminta persetujuan sebab ia merasa tidak enak hati. Raita hanya mengendikkan bahunya tidak peduli. Steve pun akhirnya mengangguk mengiyakan ajakan Cilla. Cilla dengan cepat meraih tangan Steve dan menggenggamnya erat.
Belum lama Cilla dan Steve berjalan dengan tangan yang saling bertaut, Raita menerobos berjalan di antara keduanya dengan kuat hingga tautan tangan mereka terlepas.
Steve tentu saja sangat terkejut. Apalagi setelah melihat Cilla yang kesakitan. Sepertinya tangan pacarnya itu sedikit keseleo. Sontak saja Steve segera meraih tangan Cilla pelan dan memijatnya lembut.
"Sakit banget?"
"Gak terlalu sih. Sensi banget sahabat kamu tuh."
"Maafin ya. Kadang Raita emang kelewat."
"Selalu kali," ujar Cilla sambil memutar matanya malas.
Steve kemudian mengarahkan pandangannya pada Raita yang terlihat tetap berjalan tanpa rasa bersalah apapun.
"RAITAA, STOP KEKANAK-KANAKAN BISA GAK SIH??"
Dan langkahnya pun terhenti. Raita membalikkan tubuhnya. Melihat Cilla yang benar-benar kesakitan, Raita menjadi sedikit merasa bersalah. Itu di luar kendalinya. Ia tadi hanya iseng memisahkan kedua insan itu sebab Steve meninggalkannya. Katakan saja Raita lebay, karena itu memang benar adanya.
Raita segera balik melangkah kembali menuju Steve dan Cilla. Begitu berada di hadapan keduanya, ia bisa melihat tangan Cilla yang sedikit memerah.
"Lo tau harus apa kan, ta?" Tanya Steve dengan suara yang masih cukup kuat untuk didengar oleh sekitar.
Raita melihat Steve yang tampak sedikit marah. Mungkin menurut Steve tingkahnya barusan cukup keterlaluan. Ia kemudian melihat ke sekeliling mereka dan baru menyadari bahwa hampir semua orang yang berada di koridor melihat ke arah mereka.
"Gue salah, gue minta maaf. Gue gak bermaksud sampai keseleo gitu."
"Berarti lo sengaja."
"Gak sengaja Steve!"
"Sengaja, Ta. Makanya punya ide lewat dari tengah."
"Niatnya cuma numpang lewat doang."
"Berarti kejahatan yang direncanakan."
"Apasih? Gak jelas banget lo."
Setelah berujar demikian, Raita kemudian memasuki yang entah kelas siapa sehingga membuat Steve bingung. Namun hal itu tidak berlangsung lama sebab Raita kembali muncul dan berjalan ke arahnya.
"Pijetin buat pacar lo," ujar Raita sambil menyerahkan minyak kayu putih pada genggaman Steve.
Sebelum melangkah pergi, Raita kembali berujar;
"Lo kenal gue banget Steve, harusnya lo tau perasaan gue saat ini."
Seiring dengan langkah Raita yang semakin jauh hingga akhirnya hilang di balik tembok-tembok, Steve menghembuskan napasnya berat.
###
Suara pintu yang terbuka dengan keras mengejutkan 4 orang yang berada di ruang rapat. Raita masuk dengan tampang kesal dan langsung meletakkan salad buah Nnina di hadapan wanita itu. Setelahnya tanpa babibu ia mendudukkan dirinya di samping Reigel.
"Kenapa lo?" Tanya Lina. Ia bendahara tim chaple.
"Palingan bad mood doang. Udah biasa mah Raita begitu," sambung Digo wakil dari Reigel.
"Sok tau lo," ujar Raita sambil memandang Digo dengan sinis.
"Udah hapal banget gue kelakuan lo. Kayanya satu sekolah juga udah paham."
Raita hanya mengangguk aja mendengar penuturan Digo sebab Reigel sudah memandangnya tajam sedari awal dia masuk. Bulu kuduknya sampai merinding ditatap sebegitu intensnya oleh Reigel. Raita yakin pasti Reigel kesal karena masuk tanpa ada sopan santun dan langsung mengambil duduk di sampingnya dengan tampang polos tak berdosa.
"Udah kali Rei, serem banget mata kamu."
"Duduk di sana, ini tempat staff inti dan kesiswaan."
"Iya nanti pindah, belum mulai, kan?"
"Sekarang Ta, bentar lagi pasti udah pada ngumpul."
"Terserah." Raita segera bangkit dan berjalan menuju bangku para seksi-seksi Peslani dengan menghentakkan kakinya keras-keras.
"Kapan sih tuh anak berhenti kenak-kanakan gitu," bisik Digo yang entah pada siapa.
" Udah, fokus ke sini dulu go," tegur Reigel. Digo akhirnya diam dan melanjutkan diskusi mereka.
"Udah fix ya berarti kita bahas yang di daftar-daftar ini aja dulu?" Tanya Nnina setelah selesai mengetik pada laptop di hadapannya. Melihat ketiganya mengangguk, Nnina akhirnya meminta izin untuk memakan saladnya sebab ia sudah sangat lapar.
"Ta, mau gak?" Tawar Nnina pada Raita sebab wanita itu masih terlihat kesal saja dari tadi. Raita hanya menggelengkan kepalanya lalu kembali fokus pada ponselnya.
"Lo Rei? Nih ada anggur kesukaan lo."
"Gak na, bagi air mineral lo aja."
Nnina meraih botol minum yang ia bawa lalu menyerahkannya pada Reigel.
Belum sempat Reigel meminumnya, Raita yang entah dengan kekuatan super apa tiba-tiba berada di samping Reigel mengambil alih botol minum milik Nnina.
"Aku haus banget, aku dulu."
Siapapun tau kalau Raita berbohong. Jangan lupa kalau ia baru saja dari kantin yang otomatis makan dan minum sampai puas.
Raita kemudian menyerahkan botol minum tersebut pada Reigel. Reigel memandang botol tersebut dan Raita bergantian. Ia tak menunjukkan ekspresi apapun. Raita yang seperti ini sudah sangatlah biasa. Reigel kembali menuliskan sesuatu dan Raita kembali pada kursinya, serta beberapa orang yang mulai memasuki ruang rapat.
Nnina yang sedang memakan saladnya sambil sesekali mengobrol dengan Digo dan Lina dibuat terkejut ketika tiba-tiba Steve datang dan merampas saladnya. Pria itu menghabiskan salad milik Nnina dengan sekali suapan besar.
Membuang sampahnya pada tempat sampah di ujung ruang rapat dekat Lina, Steve kembali berjalan menuju Nnina dan Matanya memandang Nnina menyampaikan sesuatu yang sebenarnya sangat dipahami wanita tersebut namun sayangnya langsung tertepis oleh rasa tidak percayanya.
"Bawa minyak kayu putih gak?"
"Tinggal di kelas. Buat apa lagi?"
"Cilla," ujar Steve. Nnina melihat ke arah Cilla yang duduk di belakang dengan wajah yang terlihat sedikit meringis dan tangan kiri wanita itu memijat pergelangan tangan kanannya pelan sekali.
Nnina mendengus. Steve terlampau sering berbuat sesuatu yang tidak semestinya terjadi di antara mereka.
"Udah lo pijet pakai minyak kayu putih tadi."
"Na, ka-"
"Balik Steve, rapat mau dimulai. Jangan lupa selesain masalah sama Raita." Nnina mengarahkan pada Steve dengan matanya untuk melihat Raita yang kembali diam lagi setelah insiden botol minum dengan Reigel. Mereka sudah bersama 2 tahun lamanya. Nnina tentu paham apa yang terjadi di antara sahabatnya.
Steve mencoba memahami Nnina dengan memandang langsung pada bola mata wanita itu, namun Nnina segera mengalihkan pandangannya pada Reigel dan membisikkan sesuatu. Steve akhirnya membalikkan tubuhnya. Ketika ia berjalan melewati bangku Raita berada, ia melihat wanita itu masih tetap diam sambil bermain ponsel. Steve mengusap rambutnya kasar. Hari ini ia membuat 3 orang kecewa, mungkin.
yeahhh akhirnya aku up lagii
untuk next chapter nya mau aku up kapan?
balas di kolom komentar yaa
dan jngan lupa klik tanda bintangnya dan share ke teman-teman nya jugaa ya
Hope you enjoy it!!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top