13. Rival
*****
Di kelas 12B nurid-murid menyimak pelajaran Bahasa Indonesia. Ruangan pun jadi hening. Mereka tidak berani menyela apalagi bertanya karena memang belum waktunya. Guru Bahasa Indonesia terkenal akan ketegasannya.
Di bangku ketiga terlihat seorang gadis cantik sedang memainkan pulpennya. Pikirannya entah kemana. Masih teringat kejadian malam tadi. Pemuda yang kini menjadi kakak tirinya itu semakin mengekangnya. Bri tidak suka diperlakukan seperti burung dalam sangkar. Tanpa sadar bibirnya mendecih.
Bu Elma membalikkan tubuhnya. "Siapa tadi?"
Suara tegas dari wanita bertubuh gemuk itu membuat para murid di kelas hening. Tidak ada yang berani menjawab. Bri mengatup bibirnya. Dalam hati dia bernapas lega. Untung saja, kalau tidak bisa gawat.
Bel berbunyi tanda jam pelajaran telah usai. Sebagian siswa menghambur keluar kelas untuk mengisi perut. Bri membereskan buku-bukunya. Lalu dia mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas. Mama nya sangat perhatian sama Bri. Aroma spagetti dan Bitterballen menggugah selera.
Mitha dan Dea menghampiri sahabatnya. "Wah, enak banget tuh. Cicip dikit dong," pinta Mitha.
"Aku juga mau dong, dikiit aja," ucap Dhea memelas. "Mama mu jago banget masak ya, Bri?"
Bri menepuk dadanya bangga. "Iya dong. Mama ku. Dan hei jangan dihabisin," sungut Bri langsung meraih kotak bekalnya.
Kedua temannya tertawa. "Ya udah, kami ke kantin dulu ya. Bye."
"Bye." Bri melambaikan tangannya dan melanjutkan makan yang tertunda. Satu Bitterballen masuk ke dalam mulut. Gadis itu memejamkan kedua matanya. "Enak banget buatan Mama," gumamnya. Lalu spaghetti dia lilitkan menggunakan garpu. "Uh, Mama ku benar-benar hebat," pujinya tulus.
"Makan kok ga ngajak-ngajak."
Bri terkejut. Dia menepuk dadanya dan mencari sesuatu. Duh, botol minumannya ketinggalan. Seorang pemuda bule masuk ke dalam kelas menyodorkan sebotol minuman kesehatan berisikan potongan lemon dan timun.
"Nih."
Dengan cepat Bri meraih botol minum. Setelah tenang Bri baru bicara agak ketus, "Lain kali ketuk dulu dong, Riel."
Pemuda bernama Ariel mengusap tengkuknya dan menarik kursi . "Maaf, Tuan Puteri," canda Ariel. "Mama mu nelpon ke aku karena anaknya lupa bawa minum. Jadi ya aku kerumahmu dulu lalu ke sini."
"Oh makasih banget ya, Ariel. Kamu baik banget, puji Bri tulus. Gadis manis itu tidak menyangka Ariel mau repot-repot ke rumahnya. Kalau Rheino boro-boro deh.
Ariel mengangguk. "Sama-sama, Bri," jawabnya sambil menyunggingkan senyum.
Diliriknya Ariel sedari tadi memperhatikan dirinya. "Kamu mau?" tanya Bri menutupi kegugupannya.
"Tentu saja," senyum Ariel merekah.
Kedua pemuda pemudi itu akhirnya makan bersama. Diam-diam Bri melirik Ariel yang sedang makan spaghetti. Rahang tegas, warna mata cokelat, rambutnya hitam kecokelatan, kulit agak putih, dan jangkung.
Kalau dilihat dari jarak sedekat ini ariel itu tampan. Lebih cakep daripada rheino. Walau Bri selalu menganggap Ariel norak, suka cari perhatian, tapi sebenarnya baik. Di banding Rheino, laki-laki itu suka bicara agak keras terhadapnya. Akhir-akhir ini sering mengekangnya.
Baru kali ini Bri menatap Ariel se intens ini. Dari mata turun ke hidung mancung Ariel. Pemuda orang kaya, tapi dia tetap menunjukkan kesederhanaannya. Dalam hati Bri kagum.
Eits tunggu, sejak kapan Bri mulai memperhatikan laki-laki ini dari kelas 12A? Jantung perempuan itu bedebar. Tidak, jangan. Tolong jauhkan.
"Bri, nih buatmu. Aku sudah kenyang."
Bri menatap spaghetti dan bitterbalen tinggal sedikit lagi. "Enggak apa-apa kok. Aku juga sudah kenyang," tolak Bri. "Kamu makan aja. Habisin."
Ariel menggeleng. "Enggak. Mamamu masakin khusus buatmu, bukan untukku. Jadi habisin. Biar kamu sehat," kelakar Ariel.
"Hei, enak aja. Emangnya aku penyakitan?" Gerutu Bri.
Tubuh Ariel sedikit berguncang menahan tawa. "Kamu sering kena flu kalau dingin atau perubahan udara," jawab Ariel kalem. Kedua tangan dia lipat di dada.
Bri terdiam. Tahu darimana?
Ariel mengetahui perubahan wajah milik gadis manis itu seraya mengibaskan tangannya. "Sudah lupakan."
"BRI!"
Bentakan berasal dari seorang pemuda tengah berdiri di mulut pintu membuat Bri dan Ariel menoleh. Wajah laki-laki itu sangat marah.
"Ngapain kamu sama si Benalu ini!?" Raung Rheino. Dia berjalan menuju meja dan menggeser kotak bekal Bri dengan kasar.
Bri terkejut. Dia tidak pernah melihat Rheino sampai semarah ini. Baru kali ini gadis manis itu bergidik ngeri. Bri memejamkan kedua matanya. Kedua tangan dikepal erat.
Sedangkan Ariel menatap Rheino dengan wajah datar. Kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. "Aku mengantar botol minuman karena Bri lupa membawanya."
Alis Rheino terangkat. "Hah kok bisa kamu yang kerumah?"
"Karena Tante Lisha menelponku. Katanya ponselmu enggak aktif."
Rheino terdiam. Seketika saja dia lupa mengaktifkan ponselnya. Kenapa jadi gini? Ah bodo amat. Si Benalu ini harus disingkirkan.
"Terus kenapa kamu ga keluar kelas?" Seru Rheino. Tangannya mencengkram kerah putih Ariel. Namun Ariel menepisnya pelan.
"Itu karena Bri mengajakku makan bersama," ujarnya tenang.
"Ho, jadi kamu sengaja ya deketin Bri?"
"kalo iya atau tidak, kenapa? Itu bukan urusanmu,"sahut Ariel. Nada suaranya dia pelankan agar gadis disampingnya tidak ketakutan.
"kamu!" Rheino siap meninju wajah tampan Ariel. Namun Ariel dengan cepat menangkisnya.
"CUKUP RHEINO!" jerit Bri. Wajahnya merah padam menahan amarah. "Aku yang mengajaknya makan bersama. Memangnya kenapa? Kamu enggak berhak mengatur dengan siapa aku makan!"
Rheino terdiam. Dalam hatinya kecewa karena Bri membela Ariel bukan dirinya.
"KAMU KETERLALUAN!"
"Bri, dengarkan aku, please ...."
"Cukup, Rheino. Mulai sekarang jangan ganggu aku lagi. Ayo Ariel, kita keluar. Disini panas!"
Ucapan dingin dari Bri membuat Rheino mematung. Bri nya yang manis dan manja sekarang benar-benar marah padanya. Rheino merasa bersalah. Dia hanya bisa menatap punggung Bri dan Ariel sedang berjalan bersama. Rheino mengacak rambut hitamnya.
Sial!
**********
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top