Part 56 - I Will Miss You

Setelah Aruna mengatakan keinginannya dengan sangat teguh tentang kembali ke New York, Malik merasa khawatir Aruna akan meninggalkannya untuk selamanya. Bagaimana dia bisa menjaga Aruna kalau gadis itu bersikeras ingin pergi sendiri. Malam itu, dia menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan yang cukup buruk.

Tentu saja Aruna tidak membutuhkan persetujuannya untuk bisa berangkat atau tidak. Sebagian dari diri Malik mengerti akan keinginan Aruna tapi sebagian besar dirinya ingin menahan Aruna dan menjaga gadis itu agar tetap di sampingnya.

"Apa kau tidak membutuhkanku lagi?" gumam Malik di tengah kegelapan.

*

"Orang Om sudah menemui Wulan," kata Damar pada Malik. Saat ini keduanya duduk di halaman rumah Damar.

"Jadi bagaimana?" tanya Malik.

"Untuk sementara kita tidak perlu melakukan apa-apa. Dia cukup tahu konsekuensinya jika masih nekad menghubungi Aruna atau pun dirimu. Begitu juga dengan temannya. Dia hanya bekerja untuk uang jadi Om tidak perlu khawatir. Mereka tidak akan berani melakukan apa-apa lagi setelah ini," jelas Damar.

"Maafkan Malik Om. Kalau saja .... ," kata Malik namun kalimatnya terputus oleh Damar.

"Tahu gak kalimat yang harus kita hindari untuk diucapkan. Kalimat andaikan, andai saja, kalau saja. Kita tidak bisa mengembalikan waktu. Karena itu, sebaiknya kita fokus dengan apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaikinya. Kalau Om mau, ada cukup banyak kalimat andaikan yang bisa Om katakan. Tapi Om ingat, kita masih diberi hadiah masa kini dan esok. Jadi, kita masih bisa melakukan sesuatu untuk memperbaikinya dan berusaha melakukan yang terbaik. Om berharap kamu juga melakukan hal yang sama. Berhentilah menyalahkan diri sendiri dan terus mengulang kejadian lalu di memori kamu. Ada orang-orang yang menunggumu untuk membuat memori baru. Om harap, kamu bisa melakukannya untuk Aruna," ucap Damar.

Malik tertunduk. Dia paham kesalahannya namun om Damar benar. Dia terlalu lama membenamkan diri dengan kesalahan tadi.

"Malik akan berusaha Om. Buat Aruna," sahut Malik.

"Malik, kamu juga perlu tahu. Soal permintaan Aruna kembali ke New York. Om dan tante sudah membahas ini," ucap Damar dan pria itu kemudian menghela napas berat.

"Kami berpikir .... untuk membiarkan Aruna melakukan apa yang menurut dia baik. Kami juga bisa selalu menjaganya dari jauh. Terus menahannya di sini, om dan tante khawatir hal itu akan semakin membebaninya," lanjut om Damar.

Pria itu diam sejenak kemudian melanjutkan, "Walaupun bukan Ibu dan anak sedarah, Aruna dan tante Ayu memiliki banyak kesamaan. Dan mereka sama-sama kukuh saat memutuskan sesuatu. Begitu juga yang tante Ayu dulu lalukan saat bersikeras membawa Aruna pulang ke rumah. Waktu itu Om sendiri masih tidak yakin, mengingat bagaimana kami tahu tentang dia. Namun Ayu bersikeras dan tidak pernah berhenti meyakinkan Om. Pada akhirnya, Om menyerah dan memperbolehkannya membawa Aruna yang masih balita pulang setelah proses yang cukup panjang tentu saja. Dan tidak pernah sekalipun Om menyesali keputusan Om menyetujui tante Ayu. Kadang kita memamg harus percaya sama insting wanita," kata om Damar menerawang.

Malik kembali terdiam. Sebagian besar dari dirinya masih tidak rela melepaskan Aruna sendirian. Dia ingin selalu menemani Aruna walaupun itu berarti dia harus memilih antara Aruna dan karirnya.

*

Setelah paginya mengobrol lama dengan om Damar, malam itu Malik mengetuk pintu kamar Aruna.

Tidak seberapa lama, Aruna membukakan pintu. Gadis itu terlihat sedikit lebih baik. Rona kemerahan di wajahnya kembali terlihat.

"Boleh aku masuk? Ada yang ingin aku bicarakan," pinta Malik.

Aruna terdiam sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Gadis itu berjalan lebih dulu kemudian dia duduk di atas ranjangnya, sedangkan Malik mengikuti di belakang dan duduk di kursi yang ada di depan meja rias.

"Ada apa?" tanya Aruna langsung.

"Aku akan kembali ke apartemenku hari ini," ucap Malik dan Aruna mengangguk mengerti.

"Aku tahu kau tidak membutuhkan ijinku, tapi aku akan tetap mengatakannya. Aruna ... sampai sekarang pun aku masih tidak rela melihatmu pergi ke New York sendirian terutama setelah apa yang kamu alami. Aku ingin kau tetap berada di sekeliling orang-orang yang menyayangimu. Tapi .... aku percaya sama kamu. Aku akan selalu percaya sama kamu, dulu sampai sekarang juga. Jadi, aku harusnya tidak perlu khawatir. Kau orang yang cukup kuat, jadi aku yakin kau akan bisa menemukan apa yang sedang kau cari," urai Malik.

"Aku hanya berharap, kau menepati janjimu. Kau akan segera kembali setelah merasa lebih baik. Dan kau perlu tahu ... aku bakal terus menunggu kamu," ucap Malik dan Aruna langsung mendongak menatapnya.

"Malik kumohon .... lupakan tentang kita ... semuanya sudah tidak sama sekarang," rintih Aruna.

"Tidak, aku tidak akan pernah melupakan tentang kita. Aku sudah pernah mencoba dan percayalah aku gagal total. Dan ... perasaanku ke kamu tidak pernah berubah," ucap Malik dengan tegas.

"Aku tidak tahu sampai kapan aku akan berada di sana. Dan aku juga tidak tahu apakah perasaanku akan bisa kembali seperti dulu," kata Aruna.

"Tidak masalah, aku akan tetap menunggumu. Dan kalau pun perasaanmu berubah, aku hanya perlu membuatmu jatuh cinta lagi sama aku," kata Malik dengan tatapan matanya yang hangat.

Tidak ada yang berubah dari diri Malik, tapi dia bisa melihat perubahan sorot mata Aruna. Malik bisa melihat bagaimana Aruna terlihat menjauh hanya lewat tatapan matanya.

Malik bangkit dari duduknya dan berjalan mendekat ke Aruna. Pria itu kemudian berlutut di depan Aruna. Malik menakup wajah Aruna dengan dua telapak tangannya. "Jaga diri di sana ya. Berbahagialah. Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan. Jangan terlalu memikirkan masa lalu karena kamu tidak pernah memiliki kekuatan untuk merubahnya. Tapi kamu masih punya keluarga yang menunggumu di sini ... dan aku tentu saja," kata Malik sambil menatap Aruna lekat.

Cukup menyakitkan melihat sorot mata Aruna yang terlihat lelah.


"Terima kasih. Kalau kau menemukan wanita yang baik selama aku pergi, aku akan berbahagia untuk kalian. Kali ini aku benar-benar tulus mengatakannya," ucap Aruna.

Malik tidak mengatakan apa-apa tapi di dalam hatinya, dia berkata bahwa Aruna lah satu-satunya wanita yang dia inginkan berada di sampingnya. Malik tahu Aruna tidak memerlukan kalimat itu sekarang. Malik mendekatkan wajahnya dan mengecup dahi Aruna singkat.

"I love you," ucap Malik.

*

Satu bulan berikutnya.

Aruna sudah mempersiapkan segala kebutuhan kepindahannya. Sydney beberapa kali mengunjunginya. Begitu juga dengan Sebastian. Dia cukup yakin dengan keputusannya. Aruna bahkan sudah mengosongkan studio yang sempat dia sewa dan menyimpan semua peralatan melukisnya di gudang. Dia masih tidak memiliki keberanian untuk melukis lagi.

Malik cukup sering menyempatkan diri datang ke rumah Aruna sepulang dia kerja. Walaupun kadang dia baru selesai dari kantornya jam sembilan malam. Malik terlihat berusaha keras menghabiskan waktu bersama Aruna sebisa dia mampu sebelum Aruna benar-benar berangkat ke Amerika.

Malam itu, Malik datang menjelang jam sembilan malam dengan wajah terlihat cukup lelah.

"Ada masalah di kantor?" tanya Damar yang bisa melihat wajah kusut Malik.

"Hanya sedikit masalah Om, aku harus selesaikan karena besok Malik ikut antar Aruna," ucap Malik.

Aruna yang sedang menyortir buku apa saja yang hendak dia bawa di samping Ayu, menoleh.

"Kamu gak perlu nganter kalau memang gak bisa," sahut Aruna.

"Bisa. Bisa kok," seru Malik dan Damar tertawa mendengar jawaban Malik.

"Ada masalah apa?" tanya Damar pada Malik. Dan beberapa menit selanjutnya, dua laki-laki itu terlibat percakapan yang cukup serius mengenai masalah di perusahaan Malik.

Setelah hampir satu jam berada di ruang keluarga, Aruna bangkit dari duduknya. Malik yang masih mengobrol dengan om Damar, seketika menoleh melihat pergerakan Aruna.

"Mau kemana?" tanya Malik cepat.

"Sudah mau jam setengah sebelas," kata Aruna sambil melihat ke arah jam dinding.

"Tapi ... aku belum pulang. Bagaimana kalau kita melihat film semalaman?" usul Malik dengan penuh semangat sedangkan Aruna tampak bingung.

"Papa sama Mama tidur duluan aja kalau gitu," kata Damar sambil menepuk bahu Malik pelan kemudian melambaikan tangannya pada Ayu.

Aruna hanya bisa terdiam melihat orang tuanya naik ke kamar mereka sedangkan Malik masih duduk di sofa di depannya.

"Ayo," Malik berdiri dan menggapai tangan Aruna kemudian menarik gadis itu untuk ikut duduk bersamanya di sofa lain di depan televisi besar.

"Kau mau apa?" tanya Aruna terlihat tidak nyaman. Ya, Aruna masih merasa tidak nyaman berada di samping Malik. Kalau bisa, dia ingin Malik selalu jauh-jauh darinya. Dia masih merasa tidak mau memberikan peluang untuk dirinya dan Malik bersama.

Aruna dan Malik duduk di depan televisi dan Malik mulai memilih beberapa film kesukaan Aruna.

"Kau mau menonton film apa?" tanya Malik masih sibuk memencet-mencet tombol remote.

"Terserah kau saja. Aku sebenarnya mau tidur," kata Aruna dan dengan cepat satu tangan Malik yang bebas langsung meraih tangan Aruna, berusaha menahan gadis itu agar tidak pergi dari sana.

"Disini aja, temani aku," kata Malik masih menatap televisi di depannya.

Pada akhirnya, Malik memilih film komedi romantis favorit Aruna.

Saat film sudah mulai, Malik menggeser tubuhnya agar bisa lebih dekat dengan Aruna.

"Malik, sofanya masih luas," kata Aruna sambil mendorong badan Malik dengan badannya.

Bukannya malah menjauh, Malik malah menyandarkan kepalanya di bahu Aruna.

"I will miss you. I miss you already," ucap Malik pelan.

***

Haloooo gimana kabarnya? Kurang 2-3 part lagi bakal selesai ya teman-teman. Terus setia di sini. Jangan lupa vote dan komennya. Karena kemarin gak posting cerita, jadi hari ini double update ya. Tungguin oke. Malik dan Aruna cinta kalian !!! 

Published on Wednesday, Jan 5, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top