Part 5 - I Hope You're Happy

 semoga lagu ini bisa nemenin kalian baca part 5. Happy reading :)

* * *

"When will you come back?"

"I'm not sure. I'm engaged now so I probably won't be back," jawab Aruna malam itu. Sudah tiga hari sejak terakhir kali dia bertemu dengan Malik secara tidak sengaja. Temannya Sebastian, pemilik restoran di samping studio yang disewa Aruna di New York menelponnya.

"We haven't said good bye properly. I'm going to miss you," lanjut Sebastian di ujung sana. Saat itu menjelang malam.

"I'm going to miss you too. Your coffee, your restaurant's smell, and everything about my studio. I actually already miss all of it right now," tutur Aruna.

"What's wrong with my restaurant smell?" tanya Sebastian di ujung sana dengan nada tidak terima. Hal tersebut membuat Aruna tertawa. Ahhh .... Aruna baru sadar, baru sekarang dia benar-benar bisa tertawa secara lepas sejak empat hari lalu.

"There's nothing wrong about it. In fact, it's loveable, sweet, .... ."

"Wow wow stop there. That's quite a word. Stop it right there or I can't handle being missed you this much," potong Sebastian. "I hope you're happy with your fiancé. He is such a lucky man."

"I am. I am happy. Thank You," jawab Aruna dan sinar matanya kembali meredup tapi tentu saja Sebastian tidak bisa melihat itu.

*

Malik sedang duduk di depan komputernya dan fokus dengan pekerjaan saat ponselnya berbunyi. Nama Wulan muncul di layar komputer. Malik mengalihkan kepalanya kembali ke monitor, berusaha mengabaikan dering ponselnya. Namun usahanya gagal karena benda itu terus saja berbunyi.

Dengan berat Malik akhirnya mengangkat panggilan telpon tersebut. "Ada apa?" tanya Malik dengan berat.

"Kenapa seharian ini kau tidak menemuiku?" sambar Wulan dari ujung sana.

"Kenapa aku harus menemuimu?" tanya Malik dan dia bisa mendengar Wulan mengeluarkan suara seperti tidak percaya. Sejak pesan yang dikirimkan Wulan, entah kenapa Malik sedikit menilainya berbeda.

"Apakah selama ini menemuiku juga perlu alasan?" Wulan bertanya balik terdengar sangat tersinggung.

"Bukankah kau yang bilang kau belajar untuk tidak terbiasa dengan kehadiranku? Bukankah yang kulakukan baik untukmu?" tukas Malik.

"Siapa memangnya yang memaksaku untuk berusaha tidak terbiasa dengan kehadiranmu?!" sembur Wulan. "Kalau kau tidak bertunangan, memangnya aku akan mengatakan hal itu?!"

Malik memijit pelipisnya sungguh lelah dengan percakapan ini. "Kumohon hentikan. Aku benar-benar lelah," sambung Malik.

"Jadi aku harus bagaimana? Bahkan setelah tahu bagaimana tunanganmu memperlakukanku, kau masih mau bersamanya?" kekeh Wulan.

"Aku ingatkan untuk pertama dan terakhir kalinya. Jangan menghina Aruna. Sekali saja aku dengar kau menghinanya lagi, aku tidak akan mau berbicara denganmu lagi," geram Malik.

Wulan tertawa tidak percaya di ujung sana. "Kau akan lihat dan suatu saat kau akan meminta maaf karena mengatakan hal seperti ini padaku."

Wulan langsung menutup sambungan telponnya. Malik yang masih menatap layar ponsel, kemudian membuka galeri fotonya. Foto Aruna dan foto mereka berdua hampir memenuhi memori ponselnya. Malik terus menggeser layar ponselnya dan jarinya berhenti di fotonya dan Wulan yang diambil kira-kira tiga bulan setelah Malik pertama kali menawarinya tumpangan pulang. Foto itu diambil saat mereka berdua makan malam untuk pertama kalinya.

Saat itu Malik melihat Wulan sebagai wanita yang lembut dan merindukan sosok seseorang yang melindunginya. Entah kenapa Malik larut pada perasaan itu. Malik pun mengunci ponselnya hingga layarnya berubah hitam. Dia bukan tipe pria yang suka mengatakan andaikan. Namun saat itu, pikirannya dipenuhi dengan kata andaikan.

Dia merindukan Aruna. Orang tuanya tinggal di perumahan yang sama dengan keluarga Aruna. Namun sejak dirinya pulang dari Amerika, Malik memutuskan tinggal di apartemen miliknya sendiri. Malik ingin sekali bertemu Aruna tapi dia tidak yakin apa yang harus dia katakan nanti. Dia terlalu takut nantinya dia akan menyakiti gadis itu.

Setelah terdiam selama beberapa saat, Malik pada akhirnya menelpon Aruna saat itu juga.

"Malam," sapa Malik saat Aruna menerima panggilan telponnya setelah tiga kali nada sambung.

"Hai," jawab Aruna dengan mengantuk.

"Kau sudah tidur?" tanya Malik yang secara otomatis melihat jam tangannya. Masih jam sembilan.

"Iya, aku sepertinya tertidur saat membaca buku," jawab Aruna lagi masih terdengar mengantuk.

"Sebaiknya aku menelponmu lagi besok," ujar Malik.

"Tidak tidak, jangan. Sudah beberapa hari ini aku menunggu teleponmu."

Malik terdiam, semakin merasa bersalah. "Aku duduk dan minum bentar," pinta Aruna dan selama beberapa saat Malik tidak bisa mendengar suara gadis itu, hingga, "Sudah."

"Maaf membangunkanmu," ucap Malik.

"Nggak apa-apa. Mending dibagunin pas tidur daripada bangun tidur masih nungguin telepon kamu. I ... miss you," papar Aruna.

Malik terdiam walaupun dalam hati dia menjawab, "I miss you more." Sayangnya Malik tidak mengutarakan apa yang dia rasakan. Dia terlalu takut hal itu akan menyakiti Aruna nantinya.

"Malik, are you there?" tanya Aruna dan Malik berdeham.

Di seberang sana, Aruna menghembuskan napas panjang. "You didn't say anything when I said I love you for the first time. And now you did the same when I simply said I miss you," gumam Aruna.

"Besok kutemui kau di rumah," kata Malik.

"Jangan di rumah. Kita ketemuan di luar rumah aja. Banyak yang harus kita luruskan," pinta Aruna.

"Baiklah. Kau yang pilih tempatnya."

"Baiklah," jawab Aruna.

"Sampai jumpa besok," tutup Malik. Sebelum Malik benar-benar menutup telponnya, Aruna berkata, "Malik ... apapun itu, jangan pernah merasa terbebani. Selama kau tidak melepaskanku, aku juga tidak akan melakukan hal yang sama."

Malik membeku karena kata-kata itu, seakan Aruna tahu apa yang dia rasakan bahkan tanpa dia mengatakannya. Aruna menutup telepon terlebih dahulu dan meninggalkan Malik dengan rasa bersalah yang besar.

Kenapa beberapa bulan sebelum hari pertunangan mereka diputuskan oleh orang tua mereka, Wulan hadir di hidupnya. Dan Malik bukannya berselingkuh dengan Wulan saat mereka dekat karena Malik tidak pernah berpacaran dengan Aruna dan baik Malik maupun Aruna tidak tahu tentang rencana pertunangan ini.

Tapi sekarang Malik merasa dia sedang mengkhianati Aruna. Jika ada orang yang paling ingin dia lindungi, orang itu tentu saja Aruna. Namun dibandingkan Wulan, Aruna jauh lebih kuat.

*

Aruna mencoba menelpon Malik tapi telponnya mati. Dia sudah menunggu hampir satu jam setengah di tempat dirinya dan Malik janji bertemu. Aruna sudah menghabiskan dua gelas milkshakenya. Aruna mengedarkan pandangan beberapa kali berharap sosok Malik akan terlihat.

Hingga dua jam Malik masih saja belum datang. Restoran juga sudah mulai sepi. Aruna menunduk, air mata yang beberapa hari ini ditahannya akhirnya turun. Dia terisak pelan, berusaha menutupi mata dengan rambut panjangnya.

Apakah sudah waktunya bagi dia untuk menyerah? Apakah benar Malik tidak menginginkannya? Orang lain pasti langsung bilang tentu saja Malik tidak menginginkannya tapi lantas kenapa hatinya masih tidak rela? Dia merasa Malik juga sedang menunggu sama seperti dirinya. Hanya malam ini Aruna akan membiarkan dirinya menangis.

Saat sedang terisak sendiri, ponselnya berbunyi. Aruna cepat-cepat mengusap pipinya yang basah dan melihat ponselnya. Pundaknya kembali turun saat orang yang meneleponnya bukan orang yang sedang ditunggunya.

"Hi beautiful," sapa Sebastian di ujung sana. Aruna berusaha menjawab hai tapi entah kenapa hanya suara tangis yang malah keluar.

"Aruna, are you crying? Aruna, say something. Are you okay?" tanya Sebastian tiada henti terdengar sangat khawatir. Beberapa kali pria itu memanggil nama Aruna.

Setelah beberapa saat setelah dia mampu mengendalikan diri, Aruna menjawab, "Sebastian, can I call you again tomorrow? I really can't talk right now. I'm sorry. Promise to call you back." Dan Aruna cepat-cepat menutup telponnya.

Aruna kembali mencoba menelpon Malik tapi jawaban yang sama dari mesin penjawab yang dia dengar. Dia pun bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan tempat tersebut.

"Tante Sarah, Aruna boleh minta alamat apartemen Malik?" Aruna menelpon Ibu Malik, memutuskan menemui pria itu.

"Apa semua baik-baik aja sayang?" tanya Ibu Aruna terdengar sama cemasnya dengan Sebastian tadi.

"Nggak ada apa-apa tante. Aruna cuma ada perlu sebentar," jawab Aruna.

"Tante kirim lewat WA sekarang ya sayang," jawab tante Sarah dan Aruna mengucapkan terima kasih.

*

Aruna sudah sampai di gedung apartemen mewah yang ditinggali Malik. Aruna hanya bisa menunggu di lobby karena dia tidak bisa naik tanpa akses. Setelah bertanya kepada karyawan apartemen di lobby tersebut, sang karyawan mengatakan Malik tidak ada di tempat. Aruna melihat jam tangannya dan sudah hampir jam sepuluh malam.

Dia memutuskan tidak akan pergi sebelum bertemu dengan Malik malam ini.

Selama menunggu, beberapa hal memenuhi pikirannya. Bagaimana jika Malik mengatakan dia tidak menginginkan pertunangan ini. Bagaimana jika Malik tidak mau berkata jujur padanya. Bagaimana dia akan menjelaskan kepada orang tua mereka. Dan banyak bagaimana lainnya.

Tepat jam sebelas malam, Aruna akhirnya melihat Malik masuk dan melewatinya. Aruna yang duduk di sofa, berdiri dan memanggil namanya.

"Malik ... ."

Malik berhenti dan dia menatap kaget ke arah Aruna.

"Apa kau tidak melupakan sesuatu?" tanya Aruna dengan mata yang panas karena selama menunggu di restoran tadi dia cukup banyak menangis.

"Kau di sini," gumam Malik lebih ke dirinya sendiri.

"Ya aku di sini. Aku sudah cukup lama menunggumu. Aku bisa saja pergi setelah menunggumu dua jam lebih di restoran tapi aku tidak mau menunda lagi," kata Aruna lancar.

Malik berjalan perlahan ke arahnya. Pria itu terlihat lelah.

"Maafkan aku," ucapnya.

"Simpan dulu maafmu. Aku tidak akan menemuimu di sini kalau saja aku bisa menghubungimu. Tapi akhir-akhir ini, atau tepatnya sejak pertunangan kita, aku merasa kita memiliki jarak yang sangat besar. Kau bukan seperti Malik yang aku kenal baik. Jadi aku akan mengajukan satu pertanyaan mudah sekarang. Apa malam ini kau bersama Wulan?" lontar Aruna dengan mata tajam.

*

Duh deg-degan sama jawaban Malik. Kl dijawab iya, apa nggak kurang ajar ini orang (tapi ganteng). Kl dijawab nggak, bisa dipercaya nggak kira-kira? Ya sudah kita sama-sama tunggu hari Rabu aja ya. Jangan lupa vote dan komennya yg badass ya, ups forgive my language. 

Published on Saturday, September 11, 2021

Oiya, kenalan bentar sama Mas Sebastian yuk .... jangan goyah gaes ... jangan goyah pliss

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top