Part 40 - Futura Esposa

"Kau jahat sekali."

"Bagaimana kau tega melakukan ini padaku."

"Kau akan menyesalinya."

"Kau akan menerima balasan atas apa yang kau lakukan."

"Aku tidak akan melupakan ini."

"Bagaimana bisa kau melakukan ini."

"Ternyata kau sekejam ini."

"Bagaimana aku bisa percaya padamu."

Selama satu jam, Wulan masih duduk di kursi bandara dengan tatapan mata kosong dan tidak hentinya meracau sendiri.

Kenangan lama itu seketika muncul, saat hujan turun dan Ibunya tidak kunjung datang, meninggalkan tubuh kecilnya sendirian di sana. Matanya sudah basah karena air mata dan mulutnya masih saja tidak berhenti mengatai Malik yang meninggalkan dirinya di sini, sama dengan Ibunya dulu.

Kenapa dua orang yang dia percaya melakukan ini padanya? Apa mereka tidak punya perasaan? Apakah dia tidak pantas dicintai? Mereka berdua membuat dia percaya pada mereka. Namun pada akhirnya, keduanya mengkhianati dirinya.

Dengan segala kesadaran yang tersisa, Wulan pun beranjak dari duduknya sambil menyeret dua kopernya dengan satu koper di tangan kanan dan satu koper lagi di tangan kiri. Wulan menyadari bagaimana orang-orang melihat ke arahnya. Mereka mungkin menganggap Wulan orang yang kurang waras. Tapi dia tidak peduli. Setelah berjalan keluar, Wulan memanggil taxi dan menyebutkan alamat kosnya pada supir taxi.

*

Malik memandang keluar jendela di dalam pesawat dengan hati yang sangat tidak karuan. Dia sadar betul apa yang dia lakukan pada Wulan sangat jahat. Tapi dia kembali mengingatkan dirinya kejahatan yang sudah Wulan lakukan. Tidak bisa dipungkiri, dia merasakan sedikit rasa bersalah. Karena itu, saat rasa bersalah itu datang, dia segera mengenyahkannya.

"Kamu mikirin apa?" tanya Anggie sambil memegang lengan anaknya.

Malik mengalihkan pandangannya dari gumpalan awan dan menatap wajah wanita yang paling dicintainya.

"Ma, makasih ya selalu percaya sama Malik," kata Malik yang kemudian menyandarkan kepalanya di bahu Anggie.

"Kamu kenapa, tiba-tiba ngomong kayak gini."

"Malik harus mulai fokus dengan hal-hal yang bisa membuat Malik terus bersyukur," kata Malik masih dengan kepala bersandar di bahu Ibunya.

"Memangnya selama ini kamu kurang bersyukur? Apa yang bikin kamu gak bersyukur?" tanya Anggie.

"Kehilangan satu orang di hidup Malik, gak akan membuat Malik lupa orang-orang yang masih menyayangi Malik," ucap Malik.

"Kehilangan satu orang? Siapa? Siapa Malik?" desak Anggie berusaha memiringkan badannya menghadap anaknya.

Namun Malik memegang tangan Anggie dan bergerak mencari posisi yang lebih nyaman dengan bahu Ibunya sebagai alas kepala.

"Nyaman sekali rasanya. Malik sayang mama," ucap Malik sambil memejamkan mata.

*

Wulan mendorong kedua kopernya dengan keras ke arah dinding kamar kosnya hingga satu koper miliknya berguling. Dia memikirkan apa yang harus dia lakukan selanjutnya. Tidak mungkin dia kembali ke kantor. Tapi tidak mungkin juga dia tetap di sini selama sebulan sambil berdoa tidak akan ada yang tahu dia tidak pernah pergi ke Eropa.

Dia pun meraih ponselnya dan mencari nomor telepon yang pernah disimpannya.

Setelah dua kali nada tunggu, orang yang ditelepon Wulan akhirnya menerima panggilannya.

"Siang. Saya Wulan. Apakah ini sekretaris Bu Jessica?"

Jeda.

"Saya menelepon mengenai posisi yang beliau tawarkan beberapa minggu lalu."

Jeda.

"Baiklah, besok pagi saya ke sana. Terima kasih banyak."

*

"Badan cowoknya bagus banget ya," celetuk Aruna.

"Badanku lebih bagus dari dia. Kapan-kapan kau boleh melihatnya," sahut Sebastian.

Keduanya sedang mengomentari bodi aktor yang sedang bertelanjang dada di depan mereka, yang terpampang di layar besar bioskop.

Aruna langsung memutar matanya sambil mendorong lengan Sebastian dengan lengannya.

"Kau percaya diri sekali," ledek Aruna.

"Tapi aku serius. Kau mau aku mengangkat sedikit kaosku di sini sekarang?" sahut Sebastian dan satu tangannya sudah meluncur di ujung kaosnya hendak mengangkat pakaian yang membungkus badannya.

"Sebastian stop!" pekik Aruna sambil tertawa dan dua tangannya sudah menahan tangan Sebastian tadi.

"Yang benar saja," kekeh Aruna saat dia dan Sebastian sudah kembali duduk dengan tertib di bangku bioskop.

Keduanya kembali fokus dengan film yang mereka tonton. Hingga sepuluh menit kemudian.

"Apa sebaiknya kita memiliki nama panggilan sayang seperti mereka?" ucap Sebastian.

"Kau yakin kau mau kita memiliki nama panggilan sayang?" tanya Aruna dengan dahi berkerut.

Aruna menatap Sebastian dan Sebastian tampak berpikir sejenak, sebelum akhirnya menjawab, "Tidak."

"Bagus. Sekarang fokus dengan filmnya," sahut Aruna mantap.

Setelah lima puluh lima menit menonton bioskop, Sebastian dan Aruna memutuskan makan malam di Cantina Rooftop yang berada di Midtown West. Chef di sana adalah teman Sebastian.

Saat sudah tiba di restoran, Aruna baru tahu tempat itu menyajikan makanan Mexico.

"Bienvenidos señor y señora," sapa seorang pelayan dengan kaos berwarna merah menyala dan topi dengan warna senada.

(Bienvenidos señor y señora = selamat malam, tuan dan nona)

"Mesa para dos por favor," jawab Sebastian dan pelayan tadi dengan senyum hangat menuntun mereka ke tempat duduk yang mengarah ke pemandangan kota yang sangat cantik.

(Mesa para dos por favor = table for two please)

Saat sudah duduk, Aruna memerhatikan hiasan payung warna-warni dan lampu bohlam yang menggantung di atas mereka.

"Makanan di sini sangat enak. Kau mau pesan apa?" tanya Sebastian sambil menyodorkan buku menu pada Aruna.

Saat Aruna memilih-milih menu, sebuah suara dalam dan keras terdengar tepat di belakangnya. "HOLA MI AMIGO!!!"

Sontak Aruna memutar kepalanya ke belakang dan dia melihat pria dengan perut buncit, potongan rambut rapi, kumis tipis, dengan baju serba putih sedang merentangkan tangannya dan dia menatap ke arah Aruna.

Aruna pun dengan segera memutar kepala menatap Sebastian dan pria itu sudah berdiri dari duduknya dan berjalan empat langkah menyambut uluran tangan temannya.

"Kau baru tiba kan?" tanya pria tadi.

"Ya, kami baru sampai dan sedang memilih menu," jelas Sebastian.

"Kami?" tanya pria tadi sambil mengerling ke arah Sebastian.

"Miguel, this is Aruna. Aruna, this is my friend Miguel," kata Sebastian dan Aruna pun buru-buru bangkit dari duduknya dan menyalami Miguel.

"Hermosa. You have a beautiful name too," sambut Miguel dengan senyum renyah.

"Novia?" tanya Miguel kembali mengerling nakal ke arah Sebastian.

"Futura esposa," sahut Sebastian.

"No Sh*t!!" pekik Miguel dan Aruna langsung melotot mendengarnya.

"Forgive my language. I was shocked," Miguel meminta maaf pada Aruna dengan aksen Meksikonya kemudian kembali menatap Sebastian. "Are you serious?" tanya Miguel dengan raut wajah kaget.

Sebastian menipiskan bibirnya, tersenyum, dan mengangguk dengan mantap.

"Congratulation to you both!" seru Miguel sambil kembali melebarkan kedua tangannya ke samping dan memeluk Sebastian dan Aruna bersamaan.

"Tunggu di sini. Aku akan bawakan menu istimewa untuk kalian berdua malam ini," ucap Miguel dengan senyum dan wajah berseri. Pria itu menepuk bahu Sebastian dan Aruna bersamaan sebelum menghilang ke dalam dapurnya.

"Kenapa dia mengucapkan selamat pada kita? Apa yang kau katakan padanya?" tanya Aruna yang sudah duduk kembali, diikuti dengan Sebastian.

Sebastian tersenyum manis, kemudian menjawab, "Dia tadi bertanya apakah kau pacarku. Dan .... ."

"Dan apa?" tanya Aruna dengan dahi berkerut.

"Aku mengatakan bahwa kau calon istriku," jelas Sebastian sambil tertawa kecil.

"Kau ini," ketus Aruna sambil memukul bahu Sebastian.

"Apa?" protes Sebastian sambil mengusap-usap bahunya. "Aku serius dengan apa kukatakan padanya tadi," imbuh Sebastian cepat.

"Kita baru kencan satu kali dan kau sudah membahas pernikahan?! Wanita lain pasti sudah meninggalkanmu di tempat," cibir Aruna.

"Aku tidak akan mengatakan hal serupa pada wanita lain," ucap Sebastian masih tersenyum namun sorot matanya menjadi lebih teduh.

Aruna hanya terdiam sambil menatap Sebastian.

"Aku tahu ini terlalu cepat, tapi aku yakin dengan apa yang aku rasakan. Aku tidak pernah seyakin ini. I can imagine myself sitting next to you as we grow old. Sebelumnya, aku bahkan tidak berani memikirkan hal ini dengan wanita lain," urai Sebastian.

"Tapi aku belum siap untuk kembali memikirkan pernikahan setelah apa yang terjadi dengan pertunanganku dan Malik," ucap Aruna dengan wajah sedih.

"Aku tahu. Aku tidak sedang memaksamu. Kita jalani pelan-pelan. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku menjalani hubungan ini dengan serius," ucap Sebastian.

"Terima kasih," sahut Aruna.

*

Wulan masuk ke ruangan Bu Jessica untuk kedua kalinya. Kali ini, pilihannya sudah mantap. Dia tidak akan mungkin bisa kembali ke perusahaan milik Malik.

"Jadi, kau sudah yakin?" tanya Bu Jessica dengan wajah penuh percaya diri.

"Ya," jawab Wulan mantap dengan mata menyorot tajam.

"Bagus sekali. Aku lihat kesungguhanmu. Jadi, kira-kira kapan kau bisa berangkat?" tanya bu Jessica lagi.

"Aku siap kapan pun dibutuhkan."

Bu Jessica tertawa mendengar jawaban Wulan. "Kalau kau berkata seperti itu, aku bisa menyuruhmu berangkat dua hari lagi," kata Bu Jessica.

"Baiklah," sahut Wulan mantap.

"Bagus sekali," kata Bu Jessica yang kemudian berdiri dan mengulurkan tangannya. "Selamat bergabung," katanya lagi dan Wulan kemudian berdiri dan menerima uluran tangan Bu Jessica.

* * *

Get ready to say bubai to Wulan. Eits... jangan seneng dulu, nanti dia muncul lagi :P 

Semoga kalian suka part ini. Jangan lupa kasih vote dan komennya yaa ... 

arigatou 

Published on Wednesday, December 1, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top