Part 39 - Hello Girlfriend
Aruna memasukkan gigitan terakhir burgernya dalam satu suapan dan mengabaikan sejenak pertanyaan Sebastian.
"Kenapa?" Sebastian kembali menuntut jawaban.
"Ehhhmm ... kita kan orang Asia. Kalau orang tuaku tahu, aku bisa habis," jawab Aruna.
Sebastian memutar kepalanya ke depan. Dia nampak sedih dan kecewa namun tidak lagi mendesak Aruna untuk mau tinggal di apartemen miliknya.
"Baiklah, aku akan menginap di hotel kalau itu membuatmu tenang. Tapi .... Itu akan sedikit menyusahkanku. Kau tahu kan aku harus membereskan barang-barang mana saja yang harus kubawa," imbuh Aruna.
Sebuah senyuman mengembang di wajah Sebastian. Aruna bisa melihat kelegaan di wajah pria itu. Sebastian selalu bisa melindungi, menemani, dan memberikan Aruna perhatian. Dia juga bisa melihat ketulusan Sebastian. Namun entah kenapa, berada di sini malam ini, duduk berdampingan dengan Sebastian di salah satu spot terbaik di New York, dia terus saja memikirkan Malik.
Apa yang salah dengannya? Kenapa malam ini wajah Malik terus memenuhi otaknya.
*
Malik duduk di kamar apartemennya sendirian. Dia kemudian mengambil kotak besar berwarna hitam di bawah lemarinya dan membuka kotak tersebut. Dia mengambil buku pelajaran SMPnya dulu. Sebuah senyuman terbit di wajahnya.
Buku pelajaran tersebut penuh dengan coretan tangan usil Aruna. Saat SMP kelas tiga, mereka duduk sebangku dan di saat itu pula hasrat melukis Aruna semakin menjadi. Namun gadis itu tidak mau mencoret-coret bukunya sendiri. Dia selalu mengambil buku pelajaran Malik dan mencoret-coretnya. Aruna tidak ingin orang tuanya tahu dia main-main saat di kelas.
Sedangkan Malik, Aruna tidak perlu khawatir karena pria itu selalu mendapatkan ranking pertama di sekolah. Malik juga menyimpan lukisan wajah dirinya yang dilukis oleh Aruna saat mereka SMA. Saat itu Aruna sudah menentukan dia akan masuk ke jurusan seni saat kuliah nanti.
Dalam beberapa hal, Aruna melampaui Malik. Saat itu, walaupun selalu mendapatkan nilai tertinggi di sekolah, Malik tidak benar-benar tahu apa yang ingin dia kerjakan saat besar nanti. Saat itu juga, dia hanya tahu satu hal. Dia hanya ingin bisa terus sama-sama Aruna.
Malik menekuk lututnya dan menelungkupkan kepalanya. Bayangan bahwa Aruna sekarang berpacaran dengan Sebastian dan bayangan mereka pergi ke New York bersama, membuatnya semakin yakin bahwa tidak akan pernah lagi ada kesempatan untuk mereka.
Kata orang, waktu akan menyembuhkan. Kalau dia menghabiskan dua puluh tahun lebih untuk mencintai wanita yang sama, berapa tahun yang dia butuhkan untuk bisa melupakan gadis itu?
*
Hanya dalam waktu tiga hari, Aruna selesai mengepak barang-barangnya dan mengirimnya. Pagi itu dia membawa sepeda lipat miliknya dan menuntunnya ke restoran Sebastian.
Karena masih terlalu pagi, restoran itu belum buka tapi Aruna yakin Sebastian dan Travis sudah datang. Aruna berhasil membawa masuk sepeda tadi setelah dengan susah payah membuka pintu restoran Sebastian dengan satu tangan memegang setang sepeda.
"Wow .. wow ..., kami hanya menerima pengunjung manusia," seru Sebastian yang tiba-tiba sudah muncul sambil mengernyit melihat Aruna yang menuntun sepedanya ke dalam restoran.
"Tidak bisakah kau berikan teman lama ku ini makanan?" goda Aruna.
"Untuk apa kau bawa benda itu ke sini?" tanya Sebastian yang sepertinya khawatir akan ada pengunjung yang datang dan melihat ini.
"Aku tidak akan mengirim ini ke Indonesia. Aku akan memberikannya pada Travis. Apa dia ada?" tanya Aruna sambil memanjangkan lehernya mencoba mengintip ke arah dapur.
"Aku akan memanggilnya. Tunggu di sini," kata Sebastian kemudian masuk ke arah dapur. Tidak seberapa lama, dia keluar lagi, kali ini bersama Travis.
"Wow! Kau serius akan memberikannya padaku?" tanya Travis sambil memerhatikan setiap detil sepeda Aruna.
"Kau suka?" tanya Aruna.
"Tentu saja!" seru Travis.
"Bagus. Berarti sekarang ini milikmu," ucap Aruna senang.
"Hey S, kita bisa bersepeda bareng di Central Park kapan-kapan," usul Travis tampak girang.
"Yang benar saja. Aku tidak akan bersepeda berdua denganmu. Carilah orang lain," tolak Sebastian.
"Kalau begitu, aku bawa ini dulu. Kalian mengobrol lah berdua," kata Travis, mengambil alih sepeda di tangan Aruna dan membawanya keluar.
"Apa semua sudah selesai?" tanya Sebastian sepeninggal Travis.
Aruna mengangguk.
"Kapan kau berencana kembali?" tanya Sebastian lagi.
"Mungkin tiga atau empat hari lagi."
Sebastian mengangguk dua kali namun Aruna melihat sorot mata sedih di wajah pria itu.
"You love it here, don't you?" tanya Aruna.
"I love this place. And I love you. I prefer you to my restaurant."
Aruna terdiam. Ini pertama kalinya dia mendengar ungkapan hati Sebastian sejelas ini. Barusan jelas-jelas Sebastian mengatakan I love you.
"I don't know what to say," lirih Aruna.
"You don't have to say anything. You can start by giving me chance," ucap Sebastian.
Aruna kehilangan kata-kata. Sebastian, yang pada awalnya berbohong tentang alasan dia datang ke Asia, mengatakan bahwa dialah alasan Sebastian datang ke Indonesia. Pria ini meninggalkan semua yang dia miliki dan dia bangun di sini untuk mengikutinya.
Sampai kapan dia harus membiarkan dirinya terjebak dengan kenangan bersama Malik? Sampai kapan dia bermimpi Malik akan kembali padanya? Dan sampai kapan dia akan membiarkan Sebastian menunggunya?
"Do you want to go on a date tonight with me? Nonton bioskop, makan di restoran, kemudian kau mengantarkanku pulang. Itu kan yang pasangan biasa lakukan saat mereka berkencan?"
"Hah?!" ucap Sebastian sambil mengerjap bingung. Aruna tertawa kecil melihatnya.
"Let's go on a date. Tonight will be our first date," kata Aruna.
"Kau serius?" tanya Sebastian tampak bingung dan kaget.
Aruna tersenyum dan mengangguk. Dan saat itu pula, Sebastian langsung memeluknya dan mengangkat badan gadis itu ke udara, membuat Aruna memekik kaget. Sebastian bahkan memutar tubuh Aruna sebelum menurunkan kakinya kembali ke lantai.
Sebastian mengurai pelukannya, memegang kedua bahu Aruna dan menatapnya tajam sambil berkata, "Hello girlfriend."
"Hai, boyfriend."
Keduanya tersenyum sebelum kembali membungkus diri mereka ke dalam pelukan masing-masing.
*
Malik dan Anggie sudah tiba di airport pagi itu. Dia akan berusaha melupakan Aruna. Kalau dia memang harus melindungi Aruna dengan meninggalkannya, dia harus membuat Wulan percaya padanya.
"Mama masuk dulu, Malik mau telepon dulu sebentar," kata Malik pada Anggie.
"Kan telepon di dalam sana bisa?" tanya Anggie heran.
"Sebentar aja Ma," ucap Malik kalem.
"Ya udah. Mama tunggu di dalam ya."
Setelah Malik mengangguk, Anggie pun berjalan sendiri menuju area boarding room.
Setelah memastikan mamanya sudah tidak lagi terlihat, Malik berjalan ke pintu utama bandara dan mengeluarkan ponselnya.
"Kau di mana?" tanya Malik.
Jeda.
"Oke, tunggu aku di sana."
Malik pun berjalan dengan mantap ke orang yang barusan diteleponnya. Setelah berjalan beberapa meter, dia akhirnya melihat Wulan berdiri dengan koper di sampingnya.
Wulan melihat ke arah Malik dan dia tersenyum sangat lebar.
"Maaf aku terlambat. Kau sudah sampai dari tadi?" tanya Wulan sumringah. Malik memerhatikan dua koper yang dibawa Wulan.
"Tidak perlu minta maaf. Kau tidak terlambat kemana-mana. Tapi aku harus bergegas karena sebentar lagi waktu boarding," jelas Malik datar.
Wulan mengernyit tidak mengerti, tak urung dia tetap bertanya, "Kalau begitu ngapain berdiri di sini terus? Ayo masuk."
"Kau masih belum mengerti ucapanku?" kata Malik dengan wajah lebih dingin dari biasanya.
"Maksud kamu?" tanya Wulan dengan dahi berkerut.
"Aku harus bergegas. Tapi kau bisa tetap di sini karena kau tidak terlambat untuk apa-apa."
Wajah Wulan memucat. "Maksud kamu apa?" tanya Wulan bergetar.
"Aku sudah memenuhi kemauan kamu. Meninggalkan Aruna. Membuatnya percaya aku bersamamu. Membiarkanmu, saat kau meyakinkan orang-orang di kantor bahwa kita memiliki hubungan khusus. Membuat orang-orang, bahkan Aruna dan orang tua Aruna, percaya bahwa kita akan ke Eropa bersama. Jadi, kurasa cukup. Kau tidak perlu khawatir. Aku tidak akan pernah menghubungi Aruna lagi. Jadi sebaiknya kau juga jangan mengganggunya lagi," urai Malik.
"Ke depannya, aku tidak akan menuruti kelakuanmu. Cukup sampai di sini. Aku sudah pernah bilang, kalau kau berani memberitahu Aruna, selanjutnya nama kita berdua yang akan muncul di surat kabar. Kalau kau bisa nekad, aku bisa lebih nekad," imbuh Malik.
"MAKSUD KAMU APA??!!" teriak Wulan dan beberapa orang menoleh ke arah mereka.
"Aku akan ke Eropa. Bersama Ibuku. Aku bahkan tidak pernah memesankan tiket atas namamu. Untukmu, .... Aku tidak terlalu peduli. Sebaiknya sampai di sini. Aku tidak ingin lagi berurusan denganmu," ucap Malik.
"APA KAU GILA?!" teriak Wulan lagi.
"Kalau kau masih berpikir kita memiliki kesempatan, dengan ini kau akan sadar, sejahat inilah aku. Dan aku bisa berbuat lebih jahat ke kamu kalau kamu masih muncul di depanku," desis Malik. Dia kemudian berbalik dan meninggalkan Wulan yang masih berteriak-teriak di belakangnya.
"MALIK KAU TERNYATA JAHAT SEKALI!!"
"KAU AKAN MENYESAL MEMPERLAKUKAN AKU SEPERTI INI!"
"DASAR GILA!!"
Wulan sudah tidak peduli lagi dengan banyak mata yang menatap ke arahnya. Di masih saja menggeram penuh emosi sambil menangis.
* * *
Ya ampun gak bayangin gimana malunya Wulan. Kasihan gak? Kasihan kan ya?
Btw, ini Aruna ma Sebastian udah jadian beneran. Gimana ini *gigitkuku.
Jangan lupa vote dan komen dulu lah. Nanti aku pikirin lagi. Cinta kalian!!!!
Published on Monday, November 29, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top