Part 37 - Seharian di Samping Kamu

Sudah hampir seminggu sejak dirinya pulang dari Wonosobo dan sejak itu pula dia tidak lagi mendengar kabar dari Malik ataupun ada kontak dengannya. Malam itu Aruna bersiap ke bandara diantar mama dan papanya. Dia akan berangkat ke New York dan tinggal di sana untuk beberapa hari.

"Jangan lama-lama ya di sana," pinta Ayu pada anaknya.

"Iya Ma. Kalau sekarang Aruna bakal balik cepet kok," sahut Aruna dan kemudian tertawa kecil.

"Kenapa?" tanya Ayu heran melihat anaknya tiba-tiba tertawa.

"Gak apa-apa," jawab Aruna. Sejujurnya dia merasa lucu. Saat dia meninggalkan Amerika dan kembali ke Indonesia, adalah karena dia akan bertunangan dengan Malik. Dan sekarang, dia kembali ke Amerika dengan status bukan sebagai tunangan Malik. Hanya dalam beberapa bulan, cukup banyak yang terjadi dalam hidupnya.

Jadwal pesawatnya adalah jam sebelas malam, tapi dia sudah sampai di bandara jam setengah sembilan. Setelah check-in, Aruna pun berpamitan dengan orang tuanya dan menuju ke boarding room. Tidak jauh dari tempatnya datang, Aruna melihat Sebastian sudah duduk di sana, terlihat sangat casual dengan kaos dan celana pendek.

Aruna berjalan pelan di sampingnya, berniat membuat kaget pria itu. Saat Aruna tinggal selangkah, Sebastian menoleh dan mata mereka bertatapan. Aruna yang sudah menekuk kedua tangannya ke depan berniat menepuk Sebastian keras, kaget saat pria itu kini menatapnya.

"Kamu ngapain?" tanya Sebastian geli saat melihat pose Aruna dengan dua tangan di depan dan satu kaki sudah maju di depan.

"Ah Bastian gak seru!" ujar Aruna kemudian kembali menegakkan tubuhnya dan mendaratkan pantatnya dengan kasar di tempat duduk tepat di sebelah Sebastian.

Sebastian mengarahkan badannya menghadap Aruna dan mengacak rambut gadis itu gemas. Aruna langsung merapikan kembali rambutnya yang kini sedikit berantakan.

"Coba bau tangan kamu," kata Aruna.

"Kenapa?" tanya Sebastian sambil mengarahkan tangannya yang digunakan untuk mengacak-acak rambut Aruna tadi ke hidungnya.

"Wangi kan?" ucap Aruna dengan wajah penuh kebanggaan.

"Mana sih," kata Sebastian sambil menghirup tangannya sendiri dan mengernyit. Pria itu kemudian menjulurkan satu tangannya ke kepala Aruna, menarik kepala gadis itu pelan, dan menghirup pucuk kepala Aruna.

"Iya, wangi," kata Sebastian sambil tersenyum nakal dan senyuman itu dihadiahi pukulan keras di lengannya. Saat Aruna hendak mendaratkan pukulan kedua, Sebastian langsung mencekal tangan Aruna.

"Badannya jangan ikut disakiti, hatinya udah sakit nungguin kamu masih belum bisa berpaling," ringis Sebastian masih dengan tangan mencekal tangan Aruna.

Aruna pun menarik tangannya dan suasana di antara keduanya tiba-tiba menjadi canggung.

"Aku senang bisa menghabiskan waktu seharian di samping kamu, dan hanya kita berdua. Semalam aku sampai tidak bisa tidur," kata Sebastian.

Aruna tertawa kecil sambil berkata, "Palingan nanti di pesawat kita juga tidur."

"Aku gak bakal tidur. Terlalu sayang buat dilewatkan," imbuh Sebastian.

Awalnya keduanya banyak mengobrol dan bercanda di pesawat. Namun setelah transit di Dubai dan mereka berada di pesawat menuju kota New York, Aruna langsung tertidur. Sebastian yang awalnya menikmati wajah Aruna yang sedang terlelap, pada akhirnya pun ikut tertidur.

*

"Mbak Wulan."

Wulan menoleh dan mendapati Siska dari bagian perijinan sedang berjalan cepat ke arahnya.

"Selamat ya Mbak," kata Siska sambil tersenyum ramah dan kini berjalan berdampingan dengan Wulan.

"Selamat buat apa?" tanya Wulan dengan sikap elegan seperti biasa.

"Semua orang di kantor ini sudah pada tahu Mbak Wulan sama Pak Malik mau nikah ya," goda Siska.

"Hah?! Nikah?!" tanya Wulan kaget.

"Iya kan? Mbak Wulan sama Pak Malik bukannya ke Eropa akhir bulan ini mau prewed? Keren benget prewed ada sampe jauh gitu," sambung Siska.

Wulan tercengang. Dia hanya mengatakan pada satu orang tentang rencana ke Eropa dengan Malik dan sekarang beritanya menjadi berkembang jadi seperti ini. "Iya, doain aja," kata gadis itu akhirnya. Wulan terdiam, tidak ingin Malik menyalahkan dirinya lagi untuk berita ini.

Setelah makan siang, Wulan masih saja memikirkan tentang apa yang dikatakan Siska tadi. Dia pun bangkit dari duduknya dan berjalan menuju ruangan Malik.

Wulan mengetuk pintu dua kali dan suara Malik dari dalam terdengar, "Masuk."

Malik terlihat fokus dengan dokumen yang ada di depannya dan Wulan berdeham. Malik mendongak, menatapnya satu detik, kemudian kembali menatap dokumen di depannya.

"Ada apa?" tanya pria itu tanpa menatapnya.

"Ada yang ingin aku sampaikan," kata Wulan masih berdiri dari tempatnya.

"Katakan saja," sahut Malik dingin.

"Entah kau sudah mendengarnya atau tidak. Kalau pun kau sudah mendengarnya, aku cuma mau bilang itu bukan dari aku," ucap Wulan memberikan kata pembukaan. Namun, Malik bergeming dan tidak merespon kata-katanya.

Wulan berdeham dan melanjutkan, "Siang ini aku mendengar gosip kalau kita akan segera menikah. Aku tidak ingin kau salah sangka padaku."

"Apa kau mengatakan kalau itu tidak benar?" tanya Malik kalem masih fokus dengan dokumen yang sedang diperiksanya.

"Aku .... ," kata Wulan tidak sanggup melanjutkan.

"kau tidak mengonfirmasi berita itu kan? Jadi apa bedanya kau ke sini dan mengatakan bukan kau yang memulai gosip itu. Aku sudah tidak peduli lagi mengenai apa yang orang bicarakan tentang kita. Tidak akan berpengaruh sama hidup aku atau keputusan aku. Kau bisa pergi," kata Malik dingin tanpa sedikit pun menatap Wulan.

"Apa kau belum bisa merasakan, seburuk apapun caraku untuk membuatmu tetap di sisiku, perasaanku buat kamu sangat tulus," desah Wulan pelan.

"Dan aku gak punya perasaan apapun buat kamu. Apa aku harus mengatakannya setiap kali kita berpapasan supaya kamu sadar? Sekali lagi, kamu bisa pergi," kata Malik kemudian dia mengangkat gagang teleponnya dan menelepon seseorang.

"Kon'nichiwa Yamashita-san, jamadesu ka?" ucap Malik mengabaikan Wulan yang masih berdiri di sana.

Wulan pun keluar dari ruangan Malik dan langsung menuju toilet. Dia menyeka air matanya. Dia ingin sekali memiliki seseorang yang akan selalu melihatnya, menjaganya, dan membuat dadanya terasa hangat. Dia merasakan itu dulu dari Malik. Namun sejak Aruna kembali, Malik berubah.

"Sialan kau Aruna," gumam Wulan sambil berdiri di depan kaca toilet.

*

"Katanya gak bakal tidur?" sindir Aruna saat mereka sedang menikmati makanan yang disajikan pramugari.

"Wajah kamu yang terlelap terlalu meneduhkan. Aku jadi terbius," kata Sebastian sambil memasukkan potongan daging ke mulutnya.

Aruna hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum lebar.

"Sebastian, lihat cantik banget," seru Aruna sambil menunjuk ke jendela dan melihat gugusan pulau kecil di bawah. Sebastian pun mendekatkan badannya, berusaha melongok ke bawah. Saat wajahnya sudah sangat dekat dengan Aruna, Aruna menoleh. Kini, wajah keduanya hanya berjarak satu inci dan keduanya mematung hingga empat detik sebelum Aruna berkata, "Sebastian, mundur."

"Kalau maju?" tanya Sebastian dengan sorot mata tajam.

"Jangan. Hati-hati, tangan kananku masih pegang garpu," sahut Aruna.

"Astaga," Sebastian sontak langsung memundurkan badannya, membuat Aruna tergelak keras melihat raut wajah pria itu walaupun Aruna juga tahu dia sedang bercanda.

"Rencana berapa hari di New York?" tanya Sebastian.

"Belum tahu. Makanya belum pesen tiket pulang. Tapi gak boleh mama lama-lama," jawab Aruna.

"Kau ... sudah memesan hotel?" tanya Sebastian.

"Nggak. Tidur di studio aja," jawab Aruna.

"Kalau kamu mau ... kamu ... bisa tinggal di tempatku," kata Sebastian hati-hati.

Aruna menoleh dan memandangnya. Dia tidak ingin menyakiti Sebastian saat menolak tawaran itu. Jadi, dia menjawab, "Lihat nanti aja."

*

"Kamu ngapain sih? Aku dengar kamu mau ke Eropa sama Wulan. Waktu aku bilang sayang sama tiketnya aku gak maksud kamu harus pergi sama Wulan," cecar Mario dengan dahi berkerut.

Malik hanya diam dan fokus dengan komputer di depannya

"Capek aku lama-lama ngikutin pola pikir kamu," sambung Mario dengan nada suara semakin meninggi. "Kamu itu mikir apa sih?! Kamu sudah lihat sendiri Wulan bisa senekad apa. Sekarang kamu malah mau pergi berdua sama dia. Jangan bilang .... kamu .... kamu .... berniat ......," kata Mario dengan wajah horror.

Malik mendongak dan menatap temannya. "Kamu mikir apa?" tanya Malik santai.

"Kamu gak lagi merencanakan sesuatu yang mengerikan kan?" Mario kembali memastikan dengan serius.

Malik tidak menjawab pertanyaan Mario karena ponselnya berbunyi. "Ya Pa," jawab Malik.

"Nanti malam makan di rumah ya," pinta Taufik di seberang sana.

"Tumben. Ada apa?" tanya Malik.

"Mama kamu ... dia masih aja sedih, belum bisa nerima semua ini. Tadi siang mama habis dari rumah tante Ayu. Pulang-pulang wajahnya sedih waktu tahu Aruna ke New York sama pacar barunya," jelas Taufik.

Malik terdiam, satu detik, dua detik, hingga tujuh detik.

"Malik, kamu masih di sana?" tanya Taufik.

"Iya pa."

"Kamu ... gak apa-apa?" tanya Taufik lagi.

"Iya gak apa-apa. Nanti biar Malik yang ngomong sama mama."

*

"Mama kenapa?"

Malik sengaja pulang tepat waktu setelah telepon dari papanya sore tadi.

"Kamu bahagia kan?" tanya mamanya dengan mata basah.

"Mama kenapa sih tanya gitu. Malik bahagia Ma," jawab Malik hangat.

"Tadi siang mama ke rumah tante Ayu. Dia bilang Aruna kemarin berangkat ke New York bareng sama temennya yang namanya Sebastian itu. Trus, dia juga mengungkit lagi soal kamu mau ke Eropa sama cewek yang mama dan papa bahkan belum tahu sampai sekarang. Kalau kamu suka sama perempuan ini, kenapa nggak dikenalin ke mama sama papa?" tanya Anggie.

"Karena memang gak ada perempuan yang mau Malik kenalin ke mama sama papa. Mama jangan khawatir berlebihan ya. Nanti malah sakit. Malik baik-baik aja," sahut Malik.

"Orang tua akan merasa dua kali lebih menderita kalau melihat anaknya menderita. Kamu harusnya tahu itu," isak mamanya.

Malik memeluk mamanya erat dan mengusap punggung wanita yang melahirkannya itu.

"Ma, mau kencan sama Malik gak? Temenin Malik akhir bulan ini. Kita ke Eropa berdua aja," kata Malik dengan sorot mata yang teduh.

* * *

Vote dan komen *melotot

Love you !!!! 

Published on Wednesday, November 24, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top