Part 34 - Kita Sekarang Pacaran?
Wulan tidak menyelesaikan makanan yang disajikan karena dia harus kembali ke kantor. Saat hendak berjalan keluar, dia kembali melihat ke arah Aruna dan Sydney. Keduanya masih ada di meja mereka. Dengan mantap, Wulan pun berjalan kembali mendekati keduanya.
"Apa lagi?!" celetuk Sydney dengan sangat tidak ramahnya. 'Bodoh sekali,' batin Wulan. 'Apa dia lupa kalau dia artis dan di sini banyak orang. Setidaknya dia harus menjaga sikap,' cibir Wulan dalam hati.
"Aruna, apakah Malik sudah memberitahumu soal rencana liburan kami?" tanya Wulan menoleh ke Aruna dan mengabaikan Sydney yang baru saja bersikap tidak sopan padanya.
Aruna akhirnya menatapnya dan dengan malas berkata, "Wulan, urusan kamu dan Malik tidak perlu aku tahu kan? Kenapa kamu sepertinya memastikan aku harus tahu? Aku tidak mau mencampuri urusan kalian."
Wulan mengangkat kedua bahunya. "Aku hanya merasa tidak enak, sekali lagi, aku memang tidak seharusnya merasa begitu. Ini karena awalnya kau mengira kau yang akan pergi dengan Malik tapi, pada akhirnya akulah yang pergi bersamanya," kata Wulan dan Aruna menatapnya dengan kaget.
Wulan sudah menyangka, Aruna pasti sudah tahu tentang rencana bulan madu ke Eropa yang telah dipersiapkan Malik. Dia sangat puas melihat ekspresi Aruna.
"Aku tidak keberatan dan seperti yang kau bilang barusan, kau tidak perlu merasa tidak enak," kata Aruna tegas namun Wulan bisa melihat dengan jelas kekecewaan Aruna dan hal itu membuatnya puas.
"Sebaiknya kau pergi. Kau merusak selera makan kita," dengus Sydney dan Wulan hanya tersenyum menanggapinya.
"Oke aku pergi dulu. Aku sibuk, tidak memiliki banyak waktu senggang seperti kalian," kata Wulan kemudian melangkah pergi.
*
"Oke aku pergi dulu. Aku sibuk, tidak memiliki banyak waktu luang seperti kalian."
Sydney sudah mengangkat pantatnya dan sepertinya hendak menjambak Wulan tapi Aruna langsung menahan bahunya.
"Gila itu cewek! Sakit memang! Sibuk katanya?! Apa dia gak tahu gaji dia sebulan bisa aku hasilin dalam sehari! Kau juga! Kenapa selalu mengalah dengannya. Dari SMA hingga kini. Mulutnya terlatih banget menghina orang!" sungut Sydney sambil memukul meja keras.
"Sydney sudah stop. She's not worth it," kata Aruna lirih.
"Kenapa lagi? Kenapa lagi dengan ekspresimu itu?!" tanya Sydney dengan nada tinggi sambil menunjuk wajah Aruna.
"Aku harap Wulan bersikap seperti tadi hanya kepada kita," sahut Aruna.
"Maksud kamu?" tanya Sydney tidak mengerti.
"Malik orang yang baik. Dia pantas mendapatkan orang yang lebih baik dari Wulan. Karena itu aku harap Wulan bersikap seperti tadi hanya karena ini kita," jelas Aruna.
"Kenapa gak kamu ambil balik aja Malik. Aku pengen lihat wajah dia kalau itu sampai terjadi," tukas Sydney.
"Omongan kamu makin ngelantur," kekeh Aruna.
"Dia tadi bilang soal apa? Kenapa dia tidak merasa tidak enak?" tanya Sydney. Aruna pun menjelaskan pada temannya itu tentang rencana bulan madu yang telah disiapkan Malik. Dan mamanya Malik-lah yang memberitahu Aruna tentang ini. Kemudian, beberapa hari lalu, dia baru mengetahui ternyata Malik akan membawa Wulan wisata ke Eropa.
"Apa dia sayang sama liburan yang sudah dia pesan ya?" tanya Sydney menerawang.
"Sydney, bisa ganti topik please. Dadaku sudah merasa sesak," kata Aruna sambil menghela napas panjang. Dia memang sedang kesulitan bernapas saat bayangan Malik dan Wulan ke Eropa berdua. Hal ini sudah mengusiknya selama beberapa hari. Dan banyaknya orang yang memenuhi restoran Sebastian sama sekali tidak membantu.
"Sebaiknya kita balik sekarang," ajak Sydney dan Aruna mengangguk patuh.
Keduanya pergi tanpa berpamitan pada Sebastian karena pria itu sama sekali tidak keluar lagi. Sepertinya dia sedang sangat sibuk.
*
Setelah dari restoran Sebastian, Sydney mengajaknya ke salon dan menjelang sore, mereka baru kembali. Malam ini, Aruna, yang sedang berada di kamarnya, hendak memesan tiket ke New York untuk minggu depan karena dia harus membereskan sisa barangnya yang ada di sana.
"Mbak Aruna, ada Mas Sebastian di depan," panggil Mbak Dita dari balik pintu.
Aruna yang sedang rebahan sambil sibuk dengan tabletnya, langsung berdiri. "Iya Mbak," seru Aruna.
Aruna menyambar cardigannya dengan cepat dan segera turun. Saat sudah di ruang tamu, Aruna melihat Sebastian sudah duduk di sana.
"Hai," sapa Aruna, dan Sebastian mendongak sambil menunjukkan senyumnya.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Aruna kemudian duduk di samping Sebastian.
Tidak langsung menjawab, Sebastian menatap Aruna dan tersenyum geli.
"Ada apa?" tanya Aruna yang heran melihat Sebastian.
"Kau tahu .... urutan yang benar saat kau ingin mengencani seseorang adalah kau katakan dulu pada orang yang akan kau kencani, setelah itu baru, kau bisa mengatakannya pada orang lain," ucap Sebastian.
"Maksudmu?" tanya Aruna tidak mengerti.
"Tadi siang Wulan mengatakan padaku kalau kita sudah resmi pacaran. Aku sangat senang mendengarnya. Aku ingin langsung berlari ke arahmu tadi dan memelukmu saking senangnya. Jadi, apakah aku harus menjawab ya sekarang atau kau akan memberikanku waktu untuk memikirkannya?" goda Sebastian dengan kerlingan nakalnya.
Aruna membuka mulutnya menyadari candaan Sydney tadi siang ternyata sudah sampai di telinga Sebastian.
Aruna menutup wajahnya dengan tangan, merasa malu harus mendengarkan ini dari Sebastian. "It's Sydney. She told Wulan that we're dating. I'm sorry," kata Aruna dengan suara teredam karena dia masih menutup wajahnya sendiri.
Sebastian terkekeh dan menarik tangan Aruna. "Sebenarnya aku sudah menduganya. Kau bukan tipe orang yang akan bercanda seperti itu. Jadi .... Kita sekarang pacaran?" tanya Sebastian dengan tawa kecilnya.
Aruna hanya menunjukkan wajah menyesal sekaligus malunya.
"That's okay," celetuk Sebastian. "Paling tidak kita pacaran di depan Wulan dan aku asumsikan sebentar lagi kita pacaran di depan Malik juga. Aku sudah cukup puas."
"Kau terlihat lelah," kata Aruna.
"Ya. Aku tidak menyangka restoranku akan seramai itu. Tapi aku sangat bersyukur. Awalnya aku hanya datang ke sini untukmu. Ini hanya bonus," kata Sebastian.
"Apa maksudmu kau datang ke sini untukku?" tanya Aruna.
Sebastian hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum simpul. Dia menatap Aruna lekat dan membelai rambut Aruna. "Kau mau jalan-jalan di luar?" ajak Sebastian.
Aruna terdiam kemudian mengangguk. "Di dekat sini ada danau yang cantik. Mau ke sana?" sahut Aruna.
Keduanya pun berjalan kaki menuju danau yang berada di daerah perumahan tersebut. "Aku sering ke sini bersama Malik. Tapi sejak kami kuliah, kami hampir belum pernah ke sini lagi," kata Aruna saat berjalan berdampingan dengan Sebastian.
"Hidupmu penuh dengan dirinya ya?" tanya Sebastian.
"Rumah orang tua kami berdekatan. Kami tumbuh bersama. Keluarga kami juga sering mengadakan piknik bersama. Jadi, jawaban untuk pertanyannmu barusan adalah, Ya."
"Aku tidak pernah benar-benar memiliki teman dekat karena sejak kecil orang tuaku sering berpindah-pindah untuk memperluas bisnis mereka. Dan yang kumaksud pindah bukan hanya pindah kota tapi juga pindah Negara," ungkap Sebastian.
"Ahh ... karena itu kau menguasai banyak bahasa," kata Aruna dengan takjub.
"Ya. Aku tidak menyangka kesusahanku waktu kecil bisa jadi hal yang membuatku tampak lebih menarik saat sudah besar," kekeh Sebastian.
"Kau ditempa dengan sangat baik," celetuk Aruna dan Sebastian mengangguk setuju.
"Itu di sana," kata Aruna sambil menunjuk danau di depannya.
"Beautiful," lontar Sebastian.
Selama sepuluh menit, Aruna dan Sebastian berjalan-jalan di pinggir danau sambil mengenang masa-masa yang sudah mereka lewatkan dulu.
"Aku berencana ke New York minggu depan. Aku tidak akan kembali ke sana jadi aku akan membereskan barang-barangku. Sewaku habis bulan depan," ujar Aruna.
"Aku akan menemanimu," celetuk Sebastian.
"Untuk apa? Tidak perlu. Aku ke sana hanya beberapa hari. Lagipula kau harus memastikan restoranmu tetap buka," ucap Aruna.
"Aku bisa menyerahkannya pada karyawanku untuk beberapa hari. Aku akan tetap menemanimu," tegas Sebastian yang sepertinya tidak mau dibantah.
"Tidak Sebastian, itu akan sangat merepotkanmu," sela Aruna.
"Aku juga harus mengunjungi restoranku di sana, oke?" desak Sebastian.
"Ada yang ingin aku katakan," imbuh Sebastian cepat sambil menarik tangan Aruna sehingga keduanya berhenti. "Soal apa yang aku katakan tadi. Soal aku ke sini untukmu," ucap Sebastian dan Aruna menatap Sebastian, menunggu apa yang akan dikatakan pria ini selanjutnya.
"Aku berbohong soal orang tuaku memintaku pulang dan mendesakku kembali ke Phillipines untuk menikah. Kau ingat saat aku meneleponmu dan kau tiba-tiba menangis? Kau tidak mengatakan kenapa kau menangis dan aku hanya bisa khawatir seharian menunggu telepon darimu. Dari situ aku sadar betapa berartinya kau bagiku. Dan yang paling membuatku marah adalah aku tidak bisa melakukan apapun untuk membuatmu berhenti menangis waktu itu. Karena itu, aku tidak mau lagi. Aku berjanji akan menghapus air matamu, tidak akan membiarkanmu menangis lagi, dan akan selalu membuatmu bahagia," urai Sebastian.
"Sebastian ...," ucap Aruna yang tidak mampu berkata apa-apa lagi.
"Aku tahu kau sudah melihatku berkencan dengan banyak wanita dan kau mungkin tidak menganggapku serius kali ini. Tapi aku benar-benar serius tentang perasaanku padamu. Aku tidak berniat memiliki wanita lagi jika kau mau menerimaku. Aku juga tidak keberatan tinggal di mana pun selama itu bersamamu. Kau sudah tahu kan kemampuan adaptasiku cukup bagus karena aku sudah terbiasa berpindah tempat sejak kecil," ucap Sebastian.
Aruna hanya diam dan menatap Sebastian yang nampak serius saat mengatakan kalimatnya barusan.
"Aku tidak akan memaksamu. Lakukan apapun yang membuatmu bahagia," imbuh Sebastian. Kemudian Sebastian buru-buru menambahkan, "Tapi soal ke New York minggu depan, aku akan tetap menemanimu. I insist."
*
Sebastian kembali menjelang pukul sepuluh malam dan Aruna belum bisa memberikan jawaban ya atau tidak pada Sebastian. Gadis itu cukup bersyukur Sebastian sama sekali tidak mendesaknya untuk menjawab perasaannya dengan segera.
"Sebastian sudah pulang?" tanya mama Aruna.
"Sudah Ma. Habis pamit tadi langsung balik," kata Aruna.
"Aruna, Sabtu ini, mama, papa, tante Anggie dan om Taufik mau ke rumah teman lama kami di luar kota dan berencana menginap semalam di sana. Kamu tahu sendiri kan papa masih marah sama on Taufik setelah pertunangan kamu sama Malik batal. Mama sama tante Anggie berharap kunjungan ini bisa kembali mempererat pertemanan papa kamu dan Om Taufik. Karena itu, mama berharap kamu dan Malik juga tidak keberatan ikut nanti. Supaya papa kamu tahu, kamu dan Malik baik-baik saja. Kalian .... baik-baik saja kan?" tanya Ayu lagi.
"Iya Ma. Aruna gak keberatan," jawab Aruna.
"Bagus. Makasih ya Nak. Mama dan tante Anggie sedih lihat suami kami jadi kayak gini," imbuh Ayu.
"Aruna minta maaf ya Ma," ucap Aruna.
"Bukan salah kamu Aruna. Mama juga gak mau nyalahin Malik. Mama tahu betul Malik itu gimana anaknya karena itu mama menghargai semua keputusan dia. Kamu juga ya. Mama sama tante Anggie mungkin juga punya andil. Kita cukup gegabah waktu meminta kalian bertunangan."
"Aruna sayang Mama," kata Aruna sambil memeluk mamanya.
* * *
Semoga kalian suka part ini ( ̄ε ̄ʃƪ)
Maafkan aku buat tim Sebastian, karena next chapter aku bakal nulis momen Aruna dan Malik lagi. Hahhahahahaha (ketawa jahat).
Eh jangan marah, tetep kasih vote dan komen ya *kedip-kedip. Sayang kalian!!!
Published on Wednesday, November 17, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top