Part 32 - Europe List

Aruna terdiam melihat komen yang ditulis Wulan.

"Aruna?" panggil Sebastian dan Aruna mengangkat kepalanya kemudian tersenyum.

"You've read it, haven't you?" kata Sebastian.

Aruna mengangguk dengan raut wajah canggung. "They're going to Europe," kata Aruna.

"Yeah I know," kata Sebastian.

"They're going to Europe," isak Aruna dan Sebastian bangkit dari duduknya, kemudian mendekap gadis itu erat.

"Why is he taking her to Europe? Dia dulu menjanjikan hal yang sama padaku. Dia bilang dia akan menemaniku ke tempat-tempat indah di Eropa. Walaupun kemarin-kemarin dia mengatakan dia tidak menyukaiku dan bahkan berencana menikahi Wulan, aku masih sedikit merasa apa yang terjadi tidak nyata. Tapi dengan dia membawa Wulan ke Eropa, ini semua seakan benar-benar menamparku," isak Aruna di dalam dekapan Sebastian.

"Aruna please stop thinking about them already. What you had with him in the past was special. But things change. And you've got to accept that," kata Sebastian semakin mengeratkan pelukannya. Dan Aruna terisak semakin keras di dalam pelukan Sebastian.

*

"What is it?" tanya Sebastian sambil meletakkan cappucino panas di meja Aruna. Dia kemudian mengambil tissue dan membersihkan pipi Aruna yang terkena cat hijau.

"Thanks," kata Aruna saat Sebastian selesai membersihkan pipinya. Aruna selalu datang ke restoran Sebastian setiap restoran ini akan tutup. Dia memang menyukai restoran ini saat sepi dan dia akan mengobrol lama dengan Sebastian. Karena restoran Sebastian di New York berdampingan dengan Aruna, mereka cukup sering saling mengunjungi.

Empat karyawan Sebastian masih sibuk membersihkan peralatan kotor di dapur dan counter.

"Lihat ini," kata Aruna sambil menunjukkan buku notes dengan banyak coretan tangannya.

Sebastian mengambil buku catatan Aruna dan mulai membacanya, "Florence Duomo, Uffizi Galleries, Louvre, Centre Pompidou, British Museum, Street Art in Shoreditch," Sebastian tidak menyelesaikan membaca list yang dibuat Aruna dan menurunkan buku catatan tadi. "These are places in Europe right?" tanya Sebastian heran.

"Uh huh. And those are my bucket list," kata Aruna sambil menunjuk buku catatan yang masih dipegang Sebastian. "Malik berjanji akan menemaniku ke tempat-tempat itu."

"Good for you," sahut Sebastian dan Aruna tersenyum sambil menaik-naikkan alisnya.

"Well, I have to go. I have a date with Francisca," kata Sebastian sambil melepas apronnya.

"Gadis baru lagi?" decak Aruna sambil menggelengkkan kepala.

"I met her at my sister birthday party two days ago. She's so adorable," kenang Sebastian penuh semangat.

"Good luck with your date," kata Aruna.

"Thanks. Jangan sisakan cappucinonya. Aku membuatnya spesial untukmu," seru Sebastian sambil bergegas keluar.

"I won't!" teriak Aruna karena Sebastian sudah keluar pintu.

*

Aruna bersyukur ada Sebastian saat dia merasa cukup down tadi. Dia baru kembali ke rumah sekitar pukul sembilan malam.

Saat dia datang, tante Anggie, Ibu Malik, ada di sana. Aruna pun menyalami tante Anggie.

"Duduklah, tante juga pengen banget ngobrol sama kamu," pinta tante Anggie.

Aruna pun dengan tidak nyaman duduk di samping Ibunya, dan duduk berhadapan dengan ibunya Malik.

"Baru dari studio?" tanya Ayu dan Aruna mengangguk sekali.

"Kamu apa kabar?" tanya tante Anggie pada Aruna.

"Baik tante."

"Tante dengar, kamu sewa tempat baru ya buat studio kamu?" tanya tante Anggie lagi.

"Iya tante. Gak pantes kalau Aruna masih nempati tempatnya Malik."

Tante Anggie terlihat menahan air matanya. Wanita paruh baya itu menyeka sudut matanya cepat. Sepertinya sebelum Aruna datang pun, tante Anggie sudah menangis. "Apanya yang gak pantas. Malik memang beli tempat itu buat kamu. Jadi kamu yang paling berhak nempatin tempat itu," kata tante Anggie tegas seakan tidak mau dibantah.

Aruna menghela napas. Bukan hanya dia yang belum bisa move on dari pertunangan ini. Sepertinya Ibunya Malik lebih terguncang dibandingkan dirinya dan keluarganya.

"Aruna kan bukan tunangan Malik lagi tante," ucap Aruna sopan.

"Iya. Tapi dia beli tempat itu buat kamu. Jadi, harusnya itu buat kamu," imbuh tante Anggie. Dan sepertinya tante Anggie tidak bisa menahan air matanya saat kemudian berkata, "Bahkan saat memulai bisnisnya sekarang, Malik bilang dia mau bikin bisnis sendiri supaya nanti kalau Aruna sudah balik dari Amerika, dia sudah siap."

Aruna merutuki Malik dalam hati. Tanpa pria itu ketahui, hari ini dia sudah membuat dua wanita menangis karenanya. Dirinya, dan Ibunya sendiri.

"Mungkin Malik waktu itu memang suka sama Aruna. Tapi, waktu Aruna masih di Amerika, Malik ketemu sama perempuan yang lebih dia sukai dibandingkan Aruna," jelas Aruna.

Mata tante Anggie melebar. "Perempuan? Siapa?" tanya tante Anggie dengan intens.

Aruna menyesali kata-katanya. Sepertinya Malik masih belum menceritakan tentang Wulan.

"Tante langsung tanya sama Malik aja. Tante jangan sedih lagi ya. Aruna sama Malik masih temenan baik. Gak ada yang berubah. Kita sama-sama bahagia. Malik juga akan mengajak perempuan ini ke Eropa dalam waktu dekat," imbuh Aruna.

Tenggorokannya terasa tercekat. Kepalanya serasa kembali sakit membayangkan Wulan dan Malik liburan berdua ke Eropa.

"Eropa? Tapi ... Malik sebelumnya menyiapkan kejutan bulan madu keliling Eropa buat kamu," kata tante Anggie terlihat syok.

"Bulan madu? Eropa? Tante yakin itu buat Aruna?" tanya Aruna kini terlihat bingung.

"Iya, buat kamu. Awalnya tante dan om juga gak dikasih tahu. Tapi tiketnya dikirim ke rumah. Dan tante lihat sendiri ada nama Malik dan nama kamu di sana," isak tante Anggie. "Kenapa jadi membawa perempuan lain ke sana?"

Kepala Aruna serasa berputar-putar. Dia benar-benar tidak mengerti. Kalau Malik memang tidak berniat menikah dengannya, kenapa dia menyiapkan bulan madu ke Eropa? Dadanya serasa sesak. Dia benar-benar seperti kehilangan satu piece puzzle. Dia benar-benar tidak mengerti apa yang dilakukan Malik.

"Ma, tante, Aruna balik ke kamar dulu ya," kata Aruna dan tanpa menunggu jawaban mereka, Aruna kembali ke kamarnya.

*

Semalaman Aruna tidak bisa tidur. Semalaman pula dia menahan diri agar tidak menghubungi Malik. Dia ingin sekali menanyakan maksud Malik. Kenapa dia terus membuatnya bimbang.

Pagi itu, dengan mata berat, Aruna memutuskan ke studionya dan menenangkan diri. Sebelumnya, dia mampir ke kedai kopi karena dia benar-benar membutuhkan asupan kafein.

Saat mengantri. "Aruna?"

Aruna menoleh dan mendapati seorang pria bule sedang berdiri di belakangnya.

"Liam?!"

Dan keduanya pun berpelukan singkat. Mereka kemudian memutuskan mengobrol sebentar di kedai kopi tadi. Aruna tidak seberapa dekat dengan Liam. Namun, dia cukup tahu bahwa Liam dan Mario adalah teman dekat Malik selama mereka kuliah. Malik juga pernah mengajak mereka keluar bersama beberapa kali walaupun tidak terlalu sering karena mereka lebih sering keluar berdua.

"Apa yang kau lakukan di Indonesia?" tanya Aruna

"Aku mengunjungi saudaraku di sini. Dia baru pindah dua bulan lalu. Dia menikahi perempuan Indonesia," kata Lian tersenyum.

"Benarkah? Apakah kau sudah bertemu Malik dan Mario?" tanya Aruna.

"Belum. Tapi aku berencana menghubungi mereka. Bagaimana kau dan Malik?" tanya Liam tiba-tiba.

"Bagaimana dengan aku dan Malik?" tanya Aruna bingung

"Apa dia belum mengatakan padamu?" tanya Liam sambil tertawa.

"Mengatakan apa?" tanya Aruna lagi.

"Okay, I know I shouldn't tell this but it seems you feel the same way too. Jadi. Malik," kata Liam sambil memberikan jeda. "Dia sangat tergila-gila padamu. Apa kau tahu dia menyimpan fotomu di apartemen dan dompetnya? Aku bahkan tidak melakukan itu untuk pacarku yang sudah kukencani selama dua tahun," urai Liam.

"Ya, karena kita bersahabat," jawab Aruna merasa semakin sesak. Seharusnya dia tadi memesan Robusta bukan Arabica. Kenapa kebetulan sekali. Setelah apa yang dikatakan tante Anggie semalam, sekarang Liam. Seakan semesta memberikan sinyal untuknya.

"No no no. It's totally not that. Dia bahkan menggunakan foto kalian berdua untuk profil akun kemahasiswaannya," kata Liam sambil tergelak. "His world is all about you. Trust me. I wonder why he hasn't tell you that."

"Liam, maafkan aku. Aku harus pergi sekarang," kata Aruna sambil bangkit.

"Oh, baiklah," kata Liam bingung, ikut bangkit dari duduknya.

Aruna pun bergegas keluar dari kedai kopi tersebut.

*

Belum tengah hari dan hujan sudah turun. Aruna duduk termenung di studionya sendirian. Dia benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Dari komen Wulan dan apa yang dikatakan tante Anggie kemarin, dan sekarang Liam.

Apakah dia harus menghubungi Malik? Tapi Malik sudah dengan sangat jelas menolaknya. Dia bahkan mengatakan tidak sudi menikah dengan anak pungut. Walaupun hatinya sakit dan dia berhak membenci Malik selama sisa hidupnya karena mengatakan itu, nyatanya dia masih tidak berhasil membenci Malik.

Aruna menelungkupkan kepalanya di lutut dan memeluk dirinya sendiri. Suara hujan memenuhi ruangan dan atap kaca membuat suara hujan jauh lebih jelas.

*

Malik memandang ke jendela kaca besar di ruangan kerjanya dan memandang hujan di luar. 'Apa yang dilakukan Aruna sekarang?' batin Malik.

Tiba-tiba ponsel Malik berbunyi dan nama Aruna muncul di sana. Jantungnya berdegup keras bahkan hanya dengan melihat nama Aruna di layar ponselnya. Perlahan Malik pun menggeser tanda terima di ponselnya.

"Hai," sapa Aruna pelan di ujung sana.

"Hai," jawab Malik. Angin segar serasa berhembus pelan di dadanya hanya dengan mendengar kata Hai dari Aruna.

"Kau di kantor?" tanya Aruna.

"Ya. Ada apa?" tanya Malik berusaha terdengar senormal mungkin.

"Aku dengar kau akan berlibur ke Eropa dengan Wulan. Aku tahu kau pernah menjanjikan hal yang sama padaku. Aku hanya ingin bilang, lupakan janjimu padaku waktu itu. Aku senang hubunganmu dengan Wulan semakin baik. Aku harap kalian bahagia," kata Aruna lirih.

"Apa?" respon Malik bingung.

"Aku senang kau mengajak Wulan ke Eropa. Banyak tempat cantik di sana. Walaupun tidak bersamamu, jangan khawatir. Aku juga akan kesana dan mencoret daftar yang sudah kubuat," kata Aruna.

Malik terdiam. Dia tidak mengerti. Apa yang dimaksud Aruna dengan dirinya dan Wulan akan berlibur ke Eropa.

"Baiklah, aku tutup dulu. Bye."

Tuuuuutt.

*

"Baiklah, aku tutup dulu. Bye."

Setelah menutup telponnya, Aruna kembali menelungkupkan kepalanya. Setelah gagal menahan dirinya untuk menghubungi Malik, Aruna pun akhirnya nekad menelpon Malik. Dia dengan bodohnya mendoakan liburan yang menyenangkan bagi Malik dan Wulan.

Saat menelepon Malik tadi, Aruna terus berharap Malik akan mengatakan sesuatu seperti 'Aku menyesal', 'Aku mencintaimu', atau 'Aku hanya akan ke Eropa bersamamu seperti janjiku dulu'. Tapi pria itu sama sekali tidak mengatakan apapun. 

Percuma saja. Walaupun tante Anggie dan Liam mengatakan betapa dia berharga bagi Malik, kenyataannya Malik tidak memperlakukannya seperti itu.

* * *

Di kota kalian hujan juga gak kayak di studio Aruna dan kantor Malik? Di sini hujan juga soalnya. 

Gimana part ini? 

Oh ya, dulu pernah ada yang tanya soal cover cerita ini. Sedikit clue ya. Part-part selanjutnya kalian bakal tahu apa kaitan cerita "Stealing My Fiance" dan cover cerita ini sendiri :) 

Jangan lupa kasih vote dan komen ya. Minta doanya juga Malik, Aruna, Sebastian, dan Wulan lolos sampe akhir kompetisi ini ya. Bersyukur banget kalau bisa sampe menang. Aaamiin. 

Published on Saturday, November 13, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top