Part 31 - Restaurant Opening
Beberapa karyawan kantor memenuhi tempat ini. Mereka datang bergerombol hingga sepuluh orang dan ada juga dua pasangan kekasih yang memilih tempat duduk di samping jendela. Tidak jauh dari pasangan kekasih tadi, lima anak remaja duduk masih dengan seragam putih abu-abu mereka. Siang itu cukup terik dan tempat ini menawarkan udara yang sejuk.
Untuk hari pertama, tempat ini sangat ramai. Aruna membayangkan hari ini dia bisa menikmati grilled salmon buatan Sebastian sambil ditemani sang chef di sampingnya.
Namun apa yang dia bayangkan tidak akan terjadi untuk saat ini. Sebastian tidak tampak sama sekali. Tentu saja dengan banyaknya jumlah pengunjung yang datang, mustahil bagi Sebastian untuk bisa menyapanya. Dia sedikit menyesali keputusannya datang sendiri kalau sudah begini. Lain kali dia akan membawa Sydney. Pasti bagus juga untuk publikasi restoran Sebastian.
Pada akhirnya, Aruna menikmati makanan dan minuman yang dia pesan sendirian. Penataan restoran ini hampir sama dengan konsep restorannya di New York. Sekali lagi, Sebastian memilih gaya desain industrial modern.
Lantai acian berwarna abu terang, dinding bata di samping kanan dan kiri bangunan, langit-langit yang didominasi dengan pipa-pipa berwarna hitam disertai dengan lampu gantung bergaya maskulin, dan tentu saja, jendela berukuran besar sehingga pengunjung bisa menikmati jalanan besar di depan.
Saat grilled salmon yang dipesannya sudah hampir habis, tiba-tiba dia melihat Sebastian keluar dari arah dapur. Pria itu memakai kaos putih polos, celana kain berwarna gelap, dan apron hitam. Aruna menatap ke arah Sebastian yang berjalan cepat menghampiri dirinya.
Saat Sebastian sudah berdiri tepat di depan Aruna, tiba-tiba pria itu mengecup pipi kanan Aruna dengan cepat, kemudian berkata, "Maafkan aku tidak bisa menemanimu. Akan akan menebusnya nanti malam." Dan setelah mengucapkan kalimat tadi dengan tergesa, Sebastian dengan cepat kembali ke arah dapur dan tidak lagi terlihat.
Aruna sendiri hanya bisa terpaku dengan kecupan singkat Sebastian. Kenapa rasanya sangat berbeda? Kenapa dia tidak bisa menanggapi hal ini dengan wajar? Kenapa jantungnya berdetak dengan lebih cepat? Tanpa sadar, tangan kanannya terangkat dan dia memegang pipi di mana sensasi kecupan singkat Sebastian sepertinya tidak mau pergi.
Sekitar lima belas menit kemudian saat lemon squash-nya sudah habis, Aruna mengintip ke arah dapur dari tempat duduknya. Dan tentu saja usahanya itu sama sekali tidak membuahkan hasil karena sedikit pun dia tidak bisa melihat ke dalam dapur.
Aruna berencana menunggu Sebastian sesaat setelah dia mengirimkan pesan pada pria itu. Namun dengan banyaknya pengunjung yang tidak hentinya datang, sepertinya pria itu tidak akan sempat memegang ponselnya. Akhirnya, Aruna memutuskan pergi. Dia juga harus mengurus studionya sendiri. Aruna ingin segera menggelar pameran tunggalnya di sini.
*
Sekitar pukul dua siang, Aruna sampai di studio yang baru di sewanya. Dibandingkan tempat yang dibeli Malik untuknya, tempat ini memang jauh lebih kecil tapi bukan berarti Aruna tidak menyukainya. Ruangan studio barunya berbentuk mezzanine studio dengan dominasi warna putih dan coklat kayu. Yang paling Aruna sukai dari tempat ini adalah jendela kaca besar dan juga atapnya yang terbuat dari kaca jadi ruangan ini memiliki banyak sumber cahaya alami.
Aruna membuka lemari es kecil yang dia letakkan di lantai bawah dan duduk di lantai sebentar. Seteguk minuman dingin yang masuk ke rongga kerongkongannya seketika membuat seluruh badannya terasa segar kembali setelah berkendara di jalanan kota yang panas.
Lantai kayu dengan bercak noda berwarna coklat malah membuat ruangan ini terlihat menarik. Karena ruangan ini tidak begitu besar, Aruna menyewanya dengan harga yang tidak begitu mahal.
Gadis itu menengadahkan kepalanya ke atap yang tembus pandang dan pikirannya kembali dibawa ke kejadian di restoran tadi. Bagaimana kecupan kecil tadi rasanya tidak kunjung hilang. Ada apa dengan dirinya? Kenapa dia kembali merasa tersipu saat mengingat hal tadi? Dan kenapa juga dia merasa telah berkhianat pada Malik?
Merasa ada yang salah dengan otaknya, Aruna menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat. Dia pun bangkit dan melemparkan botol minuman dingin yang sudah kosong tepat ke tempat sampah. "Damn you Sebastian," kata Aruna pada dirinya sendiri.
*
Karena tadi dia cukup siang saat sampai di studio, Aruna tidak menyadari bahwa hari sudah gelap. Saat lampu menyala otomatis, barulah dia sadar, langit sudah tidak lagi terang. Namun Aruna masih menikmati waktunya dengan cat warna dan kanvas. Walaupun begitu, dia tidak mau repot melihat sudah jam berapakah saat itu.
Konsentrasinya sedikit teralihkan saat ponselnya berbunyi. Nama Sebastian muncul di sana. Aruna berdeham seakan berusaha menghilangkan kecanggungan yang dia rasakan dengan dirinya sendiri.
"Ya Sebastian," jawab Aruna.
"Kau di mana?" tanya Sebastian terdengar lelah namun tetap ramah di ujung sana.
"Di studioku."
"Baiklah, aku akan ke sana," kata Sebastian cepat.
"Kau tidak perlu ke sini. Sebaiknya kau beristirahat untuk besok," sahut Aruna.
"Tapi aku ingin melihatmu agar besok aku bisa kembali bersemangat," pinta Sebastian.
"Baiklah," jawab Aruna, sambil mengulum senyumnya. Dia takut Sebastian menyadari perubahan suaranya. Saat Sebastian sudah menutup sambungan teleponnya, Aruna kembali fokus dengan lukisannya.
Sekitar dua puluh menit kemudian, Aruna mendengar suara bel dan dia buru-buru berjalan menuju pintu. Saat membuka pintu, Aruna langsung melihat tiga tangkai bunga mawar merah besar yang ada di tangan Sebastian. Pria itu menjulurkan bunga cantik tadi tepat di depan Aruna sambil tersenyum lebar.
Entah karena bunga itu ataukah karena senyum Sebastian, Aruna pun ikut tersenyum dengan lebar. "For you," kata Sebastian sembari menjulurkan tangannya yang menggenggam tiga tangkai bunga mawar tadi.
"Thank you," jawab Aruna pelan.
Aruna membuka pintu lebih lebar dan membiarkan Sebastian masuk.
"Kau dari tadi di sini?" tanya Sebastian yang sekarang duduk di stool putih lipat dengan sandaran.
"Setelah dari tempatmu, aku langsung ke sini," kata Aruna sambil mencari-mencari vas gelas yang dia ingat dia bawa.
"Maafkan aku tidak bisa menemanimu tadi. Aku juga sangat terlambat membaca pesanmu," sesal Sebastian.
"Ini dia," seru Aruna sambil mengangkat sebuah vas gelas yang kemudian dia isi dengan air di wastafel untuk tempat tiga teman barunya yang cantik.
"Tidak apa. Seharusnya kau senang restoranmu tadi ramai sekali," kata Aruna yang kemudian duduk di kursi yang berbeda tepat di samping Sebastian.
"Ya, tentu saja aku senang. Aku hanya tidak menyangka akan seramai itu," kata Sebastian sambil menatap Aruna dan tersenyum.
*
"Ya, tentu saja aku senang. Aku hanya tidak menyangka akan seramai itu."
Seharian ini Sebastian berharap bisa segera menemui gadis yang sekarang sudah ada di depannya ini. Sebastian sudah mengencani banyak wanita cantik dan menarik. Namun kenapa Aruna berbeda dengan wanita-wanita itu. Kenapa perasaan yang dia rasakan dulu dan sekarang sangat berbeda.
Dia tahu seharusnya dia bersyukur restorannya sangat ramai di hari pertama pembukaan. Namun tadi, dia sedikit berharap pengunjung akan berhenti datang sehingga dia bisa segera menemani Aruna. Dan saat menyadari Aruna tidak lagi duduk di meja restorannya, Sebastian tidak sabar ingin segera menutup restorannya.
Dia sudah terbiasa dengan wanita menelponnya atau menghampiri dirinya karena mereka merindukan dia. Tapi sekarang, Sebastian-lah yang berada di posisi mereka.
"Kau memilih tempat yang strategis. Tempatnya lumayan dekat dengan gedung perkantoran. Dan jauh dari jalanan besar. Itu yang biasanya mereka butuhkan. Mencari sedikit ketenangan dari bisingnya kota," celetuk Aruna dan Sebastian tertawa kecil.
"Aku tidak seberapa memikirkan semua itu saat itu. Aku hanya mencari tempat yang tersedia yang dekat dengan studio mu yang lama," kekeh Sebastian.
"Ya. Aku sekarang malah pindah. Maafkan aku," ucap Aruna.
"Don't be. Sekarang aku merasa lebih leluasa saat ingin datang ke sini," balas Sebastian.
"Kubuatkan kopi dulu," kata Aruna sambil bangkit dari duduknya dan menuju coffee maker yang ada tepat di samping lemari es kecilnya.
Saat menunggu Aruna meracikkan kopi untuknya, Sebastian mengecek ponselnya. Setelah memastikan tidak ada pesan baru yang mendesak, Sebastian membuka akun Instagram restorannya. Dua hari sebelum pembukaan hari ini, Sebastian telah membuat akun Instagram untuk restorannya sebagai media promosi.
Dia memposting foto restorannya yang ramai pengunjung tadi siang saat di mobil tadi. Tangannya berhenti saat melihat komen pertama di postingan tersebut. Dia melirik Aruna sebentar kemudian menatap ponselnya lagi. Mau tidak mau Sebastian berdecak, "Apa maunya."
"Siapa?" tanya Aruna yang ternyata sudah ikut melihat layar ponsel Sebastian. "Wah, kau memiliki akun sendiri untuk restoranmu? Apa namanya? Aku harus segera follow akunmu."
"Bukan apa-apa. Masih sedikit postingannya. Nanti saja," kata Sebastian dan cepat-cepat memasukkan ponselnya ke saku celana.
Aruna mengerling ke arah Sebastian dan dia buru-buru mengambil ponselnya sendiri. Sebastian sedikit khawatir. Tentu saja Aruna bisa langsung tahu nama akun restoran barunya karena dia mencantumkan akun tersebut di bio akun pribadinya. Sebastian hanya sedang tidak ingin melihat wajah sedih Aruna saat ini. Gadis ini sudah terlihat bahagia beberapa hari belakangan.
"Sudah!" seru Aruna. "Kau baru saja mendapatkan satu follower baru cantik dan berbakat dengan jumlah followers yang cukup banyak," kata Aruna dengan nada sombong yang dibuat-buat.
"Great! Next time you can promote my restaurant on your account," ucap Sebastian.
"Tentu saja," kata Aruna kali ini kembali fokus dengan ponselnya. "Wah foto ini diambil tadi siang ya. Kenapa aku tidak ada. Pasti aku sudah pulang saat itu," lanjut Aruna.
Sebastian cukup yakin Aruna sedang melihat foto yang baru saja di-postingnya. Dia menunggu sambil terus melihat ke arah Aruna. Dan benar saja, hanya tiga detik kemudian, raut wajah Aruna berubah. Senyuman perlahan hilang dan gerakan tangannya melambat.
* * *
Jadi, Aruna harus move on atau follow what her heart says?
Jangan lupa tinggalin jejak dengan vote dan komen ya. Sayang kalian!!
Published on Wednesday, October 10, 2021
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top