Part 29 - Tawaran

Entah sudah berapa lama jari-jarinya men-scroll layar ponsel. Dia sudah menunggu hampir satu jam setelah tes yang dia lakukan tadi. Wulan berdiri menghampiri seorang wanita tidak jauh dari tempatnya duduk. Wanita itu duduk di balik meja besar.

"Mbak, apa masih lama?" tanya Wulan.

"Sebentar lagi Bu Jessica selesai Mbak," kata wanita tadi dengan wajah menyesal sudah membuat Wulan menunggu cukup lama. Dengan wajah datar, Wulan kembali ke tempat duduknya tadi.

Baru saja dia mau duduk, wanita yang dia hampiri tadi, berjalan cepat ke arahnya. "Mbak, mari. Direktur kami sudah selesai dengan zoom meetingnya," jelas wanita tadi dan Wulan mengangguk sekali, kemudian berjalan mengikutinya.

Wulan diantarkan ke sebuah ruangan cukup luas dengan dinding kaca tembus pandang. Sudah jelas orang ini memerlukan ketenangan dengan tetap bisa mengawasi karyawan-karyawannya.

"Silahkan Mbak," kata wanita tadi membukakan pintu untuk Wulan, kemudian berlalu.

"Duduklah, kau pasti Wulan," seorang wanita yang sepertinya adalah Bu Jessica mempersilahkan Wulan masuk. Wanita itu terlihat berumur lima puluhan namun memiliki kulit yang sangat bagus dan kencang sehingga dia tampak masih sangat cantik dan sangat bersinar. Rambut pendeknya juga ditata dengan sangat rapi. Setelan jas hitam yang dikenakannya membuatnya terlihat sangat elegan.

Wulan pun menempati tempat duduk di depan wanita dengan jabatan Direktur tersebut.

"Oke, kau bisa mulai dengan memperkenalkan dirimu dulu," kata Bu Jessica dengan senyum tegasnya.

Wulan pun mulai menceritakan sedikit tentang dirinya. Setelah perkenalan singkat dari sisi Wulan, dua puluh menit selanjutnya, Bu Jessica menanyakan hal-hal seperti "Mengapa kamu tertarik dengan perusahaan ini?", "Mengapa kamu tertarik dengan posisi yang akan ditawarkan?", "Seberapa baik kamu mengenal perusahaan ini?" dan pertanyaan-pertanyaan lainnya.

Setelah dua puluh menit pertama penuh dengan sesi tanya jawab, Bu Jessica menghembuskan napas keras.

"Okay, I have to admit, I'm impressed. Hasil tesmu juga menakjubkan," kata Bu Jessica sambil membolak-balik kertas yang dipegangnya. "Jadi, aku akan sangat senang kalau kau bersedia bergabung dengan tim kami. Aku hanya ingin memastikan sekali lagi kau tidak keberatan dengan Thailand," kata Bu Jessica.

"Tha ... maaf .. Thailand?" tanya Wulan sedikit tergagap.

"Ya, Thailand. Posisi yang aku tawarkan ini untuk kantor baru kami di Thailand," jawab Bu Jessica bingung.

Paham dengan situasinya, Bu Jessica menegakkan punggung. "Okeee ... sepertinya kau belum mendapatkan berita tentang ini. Here's what we're going to do. I'll give three days to think about it thoroughly. Once you've made your decision, you can call my secretary," kata Bu Jessica mantap dengan senyum professionalnya.

"Oke," jawab Wulan singkat.

*

Di dalam lift, saat hendak turun setelah keluar dari ruangan Bu Jessica, Wulan masih termenung. Air matanya jatuh dengan cepat di pipi dan Wulan mengusapnya dengan kasar. Dia paling benci saat dirinya menangis. Untuknya, menangis sama sekali tidak menyelesaikan masalah.

Thailand?!

Malik sama sekali tidak memberitahunya tentang hal ini. Apa Malik berniat mendorongnya jauh? Wulan menendang dinding lift dengan kakinya dan mengumpat keras. Kembali, dia menghapus dengan kasar air mata yang masih saja turun di pipinya.

Kenapa semua orang tidak menginginkan dirinya. Dari orang tuanya, orang tua angkatnya, teman-teman sekolah yang hanya bersikap baik di depannya tapi menjelek-jelekkan dirinya di belakang, dan kini orang yang ingin dimilikinya.

Hanya dengan Malik-lah untuk pertama kalinya Wulan tahu bagaimana rasanya kebaikan dan ketulusan orang padanya. Apakah salah kalau dia ingin menyimpan orang itu untuknya? Apakah salah kalau dia hanya menginginkan satu orang ini saja?

Saat pertama kali Malik memberikan tumpangan, Wulan hanya memutuskan untuk sedikit bermain dengan Malik setelah melihat foto Aruna di mobil Malik. Dia dengan sengaja mendekati pria itu dan beberapa kali berpura-pura berpapasan dengannya. Rasanya menyenangkan bisa merebut milik Aruna. Dia paling benci gadis itu. Namun, dia akhirnya tahu, Malik lebih berharga hanya untuk dijadikan mainannya.

Tentu saja bukan sekali ini Wulan memiliki seorang pria yang dekat dengannya. Namun mereka semua hanya menginginkan dirinya karena wajah cantiknya. Karena itu Wulan akan selalu menemukan pria baru yang lebih baik, yang bisa memberikannya apa yang dia mau.

Wulan keluar dari lift dan langsung menelpon Malik. Setelah empat kali nada sambung, Malik akhirnya menerima panggilan teleponnya.

"Apa kau tahu ini?! Apa kau sengaja membuangku jauh?! Apa itu yang kau inginkan?! Thailand?! Kau serius memintaku untuk menerima pekerjaan di Thailand?!" teriak Wulan dengan suara bergetar. Dia masih berada di lobby yang saat itu cukup sepi.

Malik tidak langsung menjawab. Lima detik, dan akhirnya Malik bersuara, "Tentu saja aku tahu. Itu tawaran yang bagus."

"Aku bodoh sekali kalau masih berpikir kau akan menerimaku," sentak Wulan sebelum gadis itu menutup teleponnya.

*

Malik sedang berada di sebuah restoran Itali bersama Mario. Keduanya sedang menunggu seorang rekan bisnis baru yang potensial.

"Ada apa?" tanya Mario yang duduk di sebelahnya. Malik menatap ponselnya dengan raut muka yang tidak bisa diartikan oleh Mario.

"Pekerjaan yang ditawarkan Bu Jessica," kata Malik sambil menoleh ke Mario. "Apa kau tahu tawaran itu untuk posisi di Thailand?"

"Apa? Thailand? Kau serius? Tidak. Waktu itu James tidak mengatakan apa-apa padaku soal itu. Apa itu tadi Wulan?" tanya Mario nampak sama bingungnya.

Malik mengangguk.

"Apa dia menerimanya?" tanya Mario penasaran.

"Entahlah," jawab Malik pelan.

"Kau kenapa? Ada apa dengan ekspresimu?" tanya Mario sambil menarik pelan bahu Malik. "Apa kau keberatan?"

"Tidak, aku sama sekali tidak keberatan. Hanya saja aku merasa telah berbuat hal yang jahat padanya," kata Malik.

"Oh come on man. Dia yang telah melakukan hal jahat. Apa kau lupa dia membuatmu batal menikah dengan Aruna? Apa kau lupa bagaimana dia mengancammu dengan berita tentang orang tua Aruna? Sebenarnya bagus juga kalau dia ke Thailand. Kau perlu berada jauh dari gadis itu," tegas Mario.

*

"Tunggu di sini sebentar ya Nak. Nanti Ibu balik. Kamu jangan kemana-mana," kata Ibunya dengan lebam merah di sudut bibir setelah pacar Ibunya menamparnya dengan keras.

Walaupun masih berusia lima tahun, Wulan paham betul "teman Ibu", nama yang selalu Ibunya sebut untuk pria yang selalu datang ke rumah mereka, bukan orang yang baik. Wulan tidak paham kenapa Ibunya sangat menyukai laki-laki itu.

Saat itu masih siang dan Ibunya menyuruh Wulan kecil menunggu di depan sebuah rumah dengan pagar hitam besar dan tinggi. Ibunya hanya membawakan Wulan segelas air kemasan dan sepotong roti tawar tanpa selai atau isi.

Wulan yang saat itu masih berusia lima tahun tetap menunggu di depan pagar besar itu. Karena terlalu lama berdiri dan kakinya sudah mulai capek, Wulan pun memutuskan duduk di lantai semen di depan pagar tadi. Wulan kecil tidak tahu ke mana Ibunya pergi.

Mereka sudah naik kereta cukup lama sebelum akhirnya sampai di sini. Saat matahari mulai terbenam, Wulan mulai merasa ketakutan dan lapar. Minumnya sudah dia buka dengan susah payah dan satu lembar roti tawar tadi sudah masuk ke perutnya.

Sampai dengan malam dan langit semakin gelap pun Ibunya tidak kunjung datang. Wulan mulai merasa takut dan dia merindukan Ibunya. Tidak ada orang yang lewat di gang besar di depan pagar tempat dirinya berdiri. Dia tidak peduli rasa haus dan pegal di kakinya. Dia hanya ingin Ibunya. Walaupun Ibunya sering memarahi dirinya, dia masih tetap ingin Ibunya.

Wulan yang awalnya terisak pun mulai menangis dengan keras sambil memanggil-manggil Ibunya. Semakin lama, tangisan Wulan semakin keras. Dia berharap Ibunya mendengar tangisannya dan mendatanginya kemudian memeluknya.

Sebuah mobil van besar berhenti di depan Wulan. Seorang wanita tua turun dari mobil diikuti dengan beberapa anak di belakangnya.

"Astaga, kau kenapa nak?" tanya wanita itu sambil menghampiri Wulan dan mengusap air matanya lembut.

Wulan tidak menjawab tapi tetap menangis keras sambil memanggil Ibunya. Beberapa anak seumuran dengan dirinya dan beberapa lainnya lebih tua di atasnya ikut mengerubungi Wulan dan menepuk punggungnya dengan hangat.

Dan di sanalah Ibunya meninggalkan Wulan yang berusia lima tahun. Di depan sebuah yayasan panti asuhan. Wulan masih berharap Ibunya akan menjemput suatu hari nanti. Namun sampai satu tahun dirinya tinggal di panti asuhan tersebut, tidak ada tanda-tanda seseorang mencarinya.

Selama satu tahun itu, Wulan menikmati hari-harinya di panti asuhan tersebut. Dia banyak bermain dan belajar dengan teman-temannya di sana. Di usia enam tahun, dia sudah belajar menerima teman baru dan banyak kehilangan teman lama di sana. Cukup banyak bayi dan balita yang ditinggalkan di sana. Dan cukup banyak juga dia harus berpisah dengan temannya saat mereka diadopsi.

Wulan menjalani harinya dengan cukup baik di sana walaupun dia terus menangis setiap malam karena merindukan Ibunya. Wajahnya cukup menonjol dibandingkan anak-anak lain karena dia berparas cantik dan cukup pintar.

Namun, hari-hari tenangnya di panti asuhan berakhir saat sebuah keluarga mengadopsinya.

*

Wulan berdiri di balkon kamar kosnya. Raut wajahnya yang keras adalah hasil dari pengalaman pahit selama bertahun-tahun. Namun dia tahu betul bagaimana berpura-pura lemah untuk mendapatkan simpati orang. Itulah yang dia lakukan untuk mendapatkan simpati Malik.

Gadis itu melipat kedua tangannya di depan dada dan mempertimbangkan apa yang harus dia lakukan.

"Tentu saja aku tahu. Itu tawaran yang bagus."

"Tentu saja aku tahu. Itu tawaran yang bagus."

"Tentu saja aku tahu. Itu tawaran yang bagus."

Kata-kata Malik tadi terus saja terngiang di kepalanya. Dia tidak terlalu peduli bagaimana Malik memperlakukannya selama dia bisa memiliki Malik di sisinya. Namun sekarang Malik ingin mendorongnya jauh? Ini tidak seperti Malik yang dia tahu. Tapi nyatanya, pria itu benar-benar berniat mengusir dia dari hidupnya.

Wulan memegang pagar balkon dan mencengkeramnya keras hingga buku-buku jarinya memutih. 

* * *

Oke, lumayan nyesek waktu nulis ini. Jadi, menjadi baik atau jahat, itu seharusnya pilihan orang itu sendiri kan? 

Anyway, hope you love this Part. Seperti biasa jangan lupa vote dan komen. 

Hope you have a great weekend! Treasure your family the most - They'll stay no matter what. Spend more time with you father, mother, sisters, brothers. Love you! 

Published on Saturday, October 6, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top