Part 2 - I L U

"Apa?" ucap Aruna dan keduanya menoleh ke arahnya secara bersamaan.

Aruna mengambil tiga langkah lebih dekat ke kedua orang di depannya. Mata Malik melebar dan Aruna masih menatapnya dengan bingung. Kemudian mata Aruna beralih ke wanita di sampingnya dan kali ini bola matanya bergetar. 

Dia tahu betul siapa gadis di depannya ini. Mulutnya sedikit terbuka tapi bahkan lidahnya tidak sanggup menyebutkan nama gadis itu. Kenangan buruk tentang masa SMAnya seketika terbayang di depannya.

"Aruna!! Malik!! Cepetan masuk sudah mau dimulai!!" teriak seseorang dan Aruna memutar kepala untuk melihat siapa yang memanggil. Mbak Sinta sudah berdiri di depan rumah Aruna sembari mengayunkan tangannya untuk memanggil dirinya dan Malik.

Setelah mengangguk dengan sopan, Aruna kembali memutar kepalanya. Namun, hanya ada Malik yang dilihatnya sekarang. Gadis itu sudah hilang entah ke mana. Malik juga berjalan tanpa berkata apa-apa mendahului Aruna. Mbak Sinta masih menunggu keduanya di depan pagar rumah besar di mana Aruna tumbuh.

Beberapa kali Aruna menatap mata Malik sedikit berharap pria itu akan memberikan penjelasan padanya tapi sayangnya Malik belum sekali saja menatap matanya. Mulai dari pembukaan oleh MC hingga para orang tua yang menyampaikan doa dan harapan. Aruna duduk bersama para sepupunya sedangkan Malik duduk di seberang bersama keluarga besarnya yang datang saat itu.

Aruna menatap lekat Malik tapi Malik masih saja menatap orang yang sedang berbicara di depan. Hingga pada saat keduanya bertukar cincin, barulah Malik menatap matanya. Aruna merindukan bola mata hitam jernih itu. Dia tidak akan pernah bisa marah pada bola mata itu. Tidak dengan semua yang sudah Malik lakukan untuknya selama ini.

Malik kini menatap Aruna balik dan menyematkan cincin itu di jari manis gadis yang akan menjadi tunangannya. Andai saja saat ini hanya mereka berdua, Aruna mungkin sudah menghujani Malik dengan puluhan pertanyaan. Namun dia tidak bisa melakukannya di sini. Tidak sekarang. Tidak di depan para keluarga besar.

Jadi, saat itu juga, saat matanya dan mata satu-satunya pria yang mengisi hatinya saling bertatapan, tanpa suara, Aruna menggerakkan bibir dan berkata, "I love you."

Mereka sudah saling mengenal sejak bahkan mereka bisa mengucapkan kata pertama mereka. Dan selama itu juga, mereka memiliki hubungan dekat dan istimewa. Tidak pernah ada kata cinta terucap di antara keduanya. Namun Aruna selalu merasa mereka memiliki ikatan yang kuat.

Saat membisikkan tiga kata itu, untuk pertama kalinya, Aruna bisa melihat mata Malik bergetar. Pria itu menatapnya dalam dengan bola mata melebar. Aruna menunggu. Tiga detik, tujuh detik, sebelas detik. 

Malik tidak mengatakan apa-apa. Malik hanya tetap menatapnya dalam. Entah itu pertanda yang baik atau tidak. Kini Aruna semakin ragu. Apa malik tidak memiliki perasaan yang sama dengannya? Apa hatinya untuk gadis yang ditemui tadi?

Setelah saling memasang cincin di masing-masing jari manis, sang pembawa acara pun mempersilahkan para tamu menikmati hidangan yang sudah disiapkan. Malik langsung berjalan menuju orang tuanya dan orang tua Aruna. Pria itu bahkan tidak berbasa-basi dengan Aruna tentang bagaimana perjalanan pulangnya atau kapan dia sampai Indonesia.

Dan sepanjang acara itu, Malik sepertinya lebih banyak menghabiskan waktu dengan para tamu dibandingkan gadis yang sekarang sudah resmi menjadi tunangannya. Seakan Malik sengaja menghindari berbicara berdua dengan Aruna.

*

Sesampainya di rumah, Malik langsung masuk ke dalam kamar dan melepaskan jas serta dasi yang seakan daritadi mencekiknya. Dia tidak mengharapkan seperti tadi di hari pertunangannya. Dan dia merasa frustasi saat melihat Aruna tadi, terutama saat gadis itu mengucapkan tiga kalimat tadi dan dia dengan sangat pengecutnya sama sekali tidak bisa memberikan respon.

Semuanya bermula sekitar enam bulan yang lalu. Saat itu dirinya menawarkan tumpangan pulang kepada salah satu karyawannya karena sudah sangat larut. Selama berada di dalam mobil, gadis itu banyak bercerita dan bertanya, tampak sangat terbuka dan tertarik dengan bos tempatnya bekerja. Malam itu dia memperkenalkan diri sebagai Wulan, salah satu staff operasional di kantor yang didirikan Malik.

Dan entah bagaimana, setelah tumpangan malam itu, Malik lebih banyak berpapasan dan bertemu dengan Wulan dan mereka jadi lebih sering bertukar pikiran. Mereka juga beberapa kali makan malam bersama. Malik juga pernah mendatangi tempat kost Wulan karena saat itu Wulan meminta tolong karena dia merasa tidak enak badan.

Seminggu sebelum orang tuanya memberitahukan rencana pertunangannya dengan Aruna, Malik seakan kembali diingatkan tentang gadis yang selama ini dia anggap paling istimewa. Bagi Malik, Aruna adalah sosok gadis yang pintar, tulus, berani, ceria, hangat, dan tidak pernah ragu mengejar mimpinya. Dan hari ini, setelah dia melihat Aruna lagi, dia kembali yakin perasaan yang dia miliki untuk Aruna jauh lebih dalam dari perasaannya kepada siapa pun.

Namun semenjak Wulan masuk ke dalam hidupnya, sosok Aruna yang jauh berada di New York seakan semakin lama semakin memudar.

Tapi Malik tetap memilih Aruna. Dua hari yang lalu, dirinya mengatakan kepada Wulan bahwa dia tidak ingin Wulan mengharapkan apa-apa dari kedekatan mereka. Malik juga mengatakan pada Wulan bahwa dia akan segera bertunangan dengan seseorang yang istimewa baginya. 

Dia ingat hari itu Wulan langsung menciumnya dan Malik langsung mundur. Wulan yang menerima penolakan dari Malik pergi meninggalkan tempat.

Malik sama sekali tidak menyangka bahwa hari ini Wulan tiba-tiba datang, tepat di saat prosesi pertunangan akan dilaksanakan.

"Bukankah aku sudah banyak bercerita tentang diriku? Dan kau masih tega meninggalkanku? Kau tahu sendiri aku tidak memiliki siapa-siapa lagi. Berada dekat denganmu memberiku harapan. Aku merasa didengarkan. Aku merasa aku penting bagi seseorang. Kupikir kau pun menginginkanku. Kalau kau pun meninggalkanku, aku harus bagaimana?" kata Wulan siang tadi dengan mata basah.

"Maafkan aku kalau apa yang aku lakukan selama ini membuatmu berharap sesuatu yang tidak bisa aku berikan," ucap Malik pada gadis itu. Sesungguhnya dia merasa Wulan sangat tidak berdaya. Karena itu selama berada dekat dengan Wulan, Malik selalu memiliki rasa untuk melindunginya.

"Aku tidak peduli. Aku tidak bisa jauh darimu sekarang. Paling tidak kau harus memberikan aku waktu untuk terbiasa. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan pada diriku kalau kau meninggalkanku. Kau tahu semua orang dalam hidupku meninggalkanku. Aku tidak mau kau melakukan hal yang sama," isak Wulan.

"Lantas kau mau aku bagaimana. Bagaimana pun juga aku tidak akan membatalkan pertunangan hari ini. Aku minta maaf tapi aku tidak bisa lagi menjanjikan apa-apa padamu," terang Malik.

"Lebih baik aku meninggalkan dunia yang sepertinya tidak menginginkanku," gumam Wulan lebih seperti berbicara sendiri. Tapi Malik masih bisa mendengarnya dan menatap gadis di depannya dengan ngeri.

"Apa kau bilang barusan?" tanya Malik dengan wajah tidak percaya.

Wulan mengangkat kepalanya dan menatap mata pria di depannya. "Aku tidak mau berpisah darimu. Tidak sekarang. Tolong beri aku waktu," pinta Wulan sembari mengusap air matanya.

Malik menggelengkan kepala. Dia tahu betul ini ide yang salah. Dia tidak pernah mau menyakiti Aruna. Lebih baik dia menyakiti dirinya sendiri daripada harus menyakiti Aruna.

"Kau tidak mau? Kuharap kau tidak menyesal nanti," ucap Wulan dengan mata basahnya semakin melebar.

"Kenapa kau berbuat begini? Aku tidak akan menyakiti calon tunanganku!" geram malik semakin tidak sabar.

"Tapi kau sudah menyakitiku!" teriak Wulan tidak kalah menakutkan. "Kita bisa diam-diam tetap berhubungan. Tunanganmu tidak akan tahu dan aku akan belajar untuk terbiasa tidak bersamamu."

"Wulan tolong jangan mempersulit keadaan," pinta Malik semakin frustasi.

"Itu lebih baik daripada kau menyakiti salah satu dari kami," kata Wulan.

Malik terdiam beberapa saat. Dia menyisir rambutnya kasar. Dia ingin sekali meminta Wulan pergi tapi dia tahu bagaimana Wulan membutuhkannya dan dia tidak tega melakukan itu.

"Oke, walaupun aku bertunangan, kita bakal tetap berhubungan," ucap Malik. Wulan yang mendengarnya langsung berkaca-kaca dan tersenyum lebar.

*

Tiga hari sejak acara pertunangan, Malik masih belum menghubunginya. Aruna memang sengaja tidak menghubungi Malik. Paling tidak dia sudah mengungkapkan hatinya. Ini pertama kalinya Aruna merasa ada jarak lebar antara dirinya dan Malik. Selama dia fokus dengan studio lukisnya di New York, beberapa kali mereka saling mengirim pesan.

Sore itu hujan turun cukup lebat. Aruna berada di kamarnya bersama kanvas besar dan cat air berwarna-warni yang sudah mengotori celemeknya. Aruna menyukai kamarnya dari dulu hingga sekarang. 

Kamar ini menghadap ke danau yang berada di perumahan elit ini. Jendela kaca besar di kamarnya memberikan pemandangan yang cukup jelas ke danau tadi. Beberapa kali Aruna menatap hujan dan awan gelap di luar sana.

Hingga hari kesepuluh sejak hari pertunangan, Malik masih juga belum menghubunginya. Kali ini Aruna tidak bisa lagi bersabar. Dia memutuskan pergi ke kantor Malik. Malik membuka bisnis sendiri yang bergerak di bidang e-Commerce. Aruna tidak membawa mobil dengan sengaja, berharap Malik akan memberikannya tumpangan pulang. Dia tidak tahu apa yang sedang menantinya.

*

 * * * Meet Aruna Pratista * * *

* * * Meet Malik Alterio Darmawan * * *


Halooo semua ... jadi gimana? Malik seganteng ini masih mau hujat? :P ... jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen ya. Vote dan komen kalian sangat amat teramat berarti buat aku. Cinta kalian!!! #peluksatusatu 

Published on Saturday, September 4, 2021

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top