Part 16 - 90%

Aku kasih lagu buat nemenin kalian baca part ini. I love the second version much more than the original version. So .. enjoy :)

* *

"Nanti kalau sudah nikah, kalian tinggal di mana?" tanya Ibu Malik, Anggie. Malam itu Malik, Aruna, dan orang tua mereka menikmati makan malam bersama di Chinese restaurant setelah melihat venue untuk acara resepsi nanti. Restoran yang cukup ramai malam itu dibuat menyerupai ruangan-ruangan di film China dengan dominan warna merah dan emas, hiasan lampion dan payung kertas, serta pencahayaan yang hangat. Keenam orang tersebut duduk di kursi dengan meja bundar besar di depan mereka.

Dua hari kemarin, Malik dan Aruna menghabiskan cukup banyak waktu untuk melihat beberapa lokasi yang akan mereka pakai untuk acara pernikahan. Setelah Malik dan Aruna melihat ke beberapa lokasi, mereka memutuskan dua venue yang menurut mereka terbaik dan hari ini mereka membawa orang tua mereka untuk membantu menentukan pilihan.

"Sementara kita tinggal di apartemen Malik Ma," ujar Malik.

"Tapi nggak di sana seterusnya kan?" tanya Anggie lagi.

"Nggak Ma. Pelan-pelan sambil nabung sambil cari rumah," jawab Malik.

"Aruna gimana? Nggak balik ke New York lagi kan nanti setelah nikah?" tanya Anggie.

"Ya nggak lah Nggie. Awas aja kalau berani balik ke sana. Dua tahun kemarin aja dia nggak pulang sama sekali. Ya kan nak?" lirik Ayu, Ibu Aruna, dengan tajam ke arah Aruna dan semuanya tertawa.

"Sebenarnya kalau Aruna pengen balik ke sana Malik nggak keberatan tante. Apapun yang bikin Aruna nyaman," sahut Malik,

"Jangan nak. Hubungan jarak jauh itu berat. Yang dekat aja banyak godaannya apalagi yang jauh," kata Damar Pratista, ayah Aruna.

"Nanti kalau sudah nikah Aruna bakal tinggal di sini kok Om. Tapi mungkin dalam waktu dekat Aruna perlu balik ke sana beberapa hari aja buat ngurus kepindahan. Ada beberapa barang Aruna masih di sana dan studionya juga bakal habis sewanya akhir tahun ini jadi Aruna harus mindahin barang-barang Aruna. Nggak banyak sih untungnya," urai Aruna.

"Nanti ke sana sama mama. Yang kemarin aja ijin cuma beberapa bulan eh malah jadi dua tahun. Untung aja ada acara tunangan ini, kalau nggak ya bakal pulang ini anak," ketus Ayu yang sepertinya masih belum tuntas marahnya karena Aruna menghabiskan banyak waktu di Negeri Paman Sam.

"Jangan khawatir tante, nanti Malik pasti temenin. Jadi Aruna pasti balik," ujar Malik.

"Aruna juga sudah punya studio kan di sini? Malik ada tanya Om waktu cari-cari tempat buat studio kamu," ujar Taufik Darmawan, ayah Malik.

"Iya Om, Aruna suka banget. Aruna udah diajak ke sana," kata Aruna dengan senyum mengembang.

"Studio apa?" tanya Ayu dengan wajah tidak terima, menoleh ke arah Aruna dan Taufik kemudian Malik bergantian.

"Malik udah nyiapin studio Ma buat Aruna. Tempatnya bagus. Deket situ juga ada taman yang banyak dikunjungi lansia Ma. Mama sama Papa pasti suka di sana," ujar Aruna

"Sembarangan kamu!" seru Ayu sambil memukul bahu anaknya itu dengan keras. Semuanya kembali tertawa melihat interaksi Ibu dan anak itu.

"Maksud Aruna, tamannya bagus Ma. Dan kebetulan aja banyak lansia yang datang ke sana," jelas Aruna sambil mengusap-usap bahunya akibat pukulan Ayu.

"Kamu beli tempat baru nak?" tanya Damar.

"Iya Om. Malik udah pengen Aruna balik lama makanya awal-awal tahun cari-cari tempat yang bakal cocok sama Aruna," jelas Malik sedikit merasa malu karena melakukan sesuatu dengan keputusannya sendiri.

"Kamu nggak cerita Fik," ujar Damar ke Taufik.

"Anaknya yang nggak mau bilang-bilang," bisik Taufik, ayah Malik.

*

"Besok aku ke Indo lagi. Temenin cari tempat baru ya," ujar Sebastian di seberang sana. Sehari setelah tiba di Indonesia dan bertemu dengan Aruna, Sebastian kembali ke Phillipines untuk pulang ke rumah. Namun dia berkata akan membuka bisnis di Indonesia, masih berharap mendapatkan kebebasannya yang tidak akan dia dapatkan jika berada dekat dengan keluarga besarnya.

"Cari deket studioku aja. Jadi tempat kita berdekatan kayak dulu," usul Aruna.

"I'd love to. Kamu sudah dapat studio baru?" tanya Sebastian.

"Iya. Malik yang sebenarnya nyiapin buat aku."

"Really?!" tanya Sebastian tidak percaya.

"Kenapa reaksimu seperti itu?" protes Aruna.

"Maafkan aku. Aku ikut bahagia untukmu," kata Sebastian.

"Oke, kalau begitu, ajak aku ke tempatmu kalau aku sudah tiba di sana. Okay?"

"Okay."

"Jadi bagaimana perjodohannya? Have you met your future life-partner?" goda Aruna.

"Hahahaha ... very funny young lady. Well actually I've met her already," jawab Sebastian dengan tawa di ujung sana.

"Really? What is she like?" tanya Aruna penasaran.

"I'm talking to her right now," jawab Sebastian dengan tawa yang renyah.

"HA HA HA," jawab Aruna sengaja memberi penekan pada setiap 'HA' yang dia ucapkan. "Stop it. You know it won't work on me."

*

"Kau di mana?" Malik menelpon Aruna dari tempat kerjanya.

"Lagi di studio sama Sydney. Beberapa barangnya akan tiba hari ini," jawab Aruna.

"Aku berharap bisa nemenin kamu hari ini," kata Malik di seberang sana dengan lemah.

"Tidak masalah. Sydney bersamaku hari ini."

"Nanti bongkar barangnya sama aku aja. Jangan dikerjakan sendiri."

"Nggak masalah Malik. Udah pernah kok," kata Aruna.

"Nggak. Tunggu aku. Seakarang ada aku jadi harus ngerjaian sama-sama aku," tuntut Malik.

"Iya, iya," jawab Aruna mengalah.

"Baiklah, aku harus tutup dulu. I miss you," kata Malik setelah Aruna mendengar suara seseorang mengatakan bahwa ada tamu menunggunya.

"Okay. I miss you more."

Aruna menutup sambungan teleponnya dan menatap benda persegi panjang itu sambil tersenyum.

"Malik juga nggak akan tahu kamu senyum-senyum nggak jelas kayak gitu!" sindir Sydney yang sudah duduk di bangku di dekat aquarium besar di lantai tiga. Aruna pun ikut duduk di sampingnya. Siang itu sedikit mendung, sehingga menikmati waktu di balkon seperti saat itu sangat menenangkan.

"Gimana persiapan pernikahannya?" tanya Sydney.

"HHmmm ... bisa dibilang udah sembilan puluh persen selesai. Kita udah milih cincin, baju, dan menentukan tempat. Catering dan makeup-nya diurus sama mama dan tante Anggie. Kenalan mereka. Jadi semuanya sudah settle," cerita Aruna.

"Yakin mau nikah?" tanya Sydney dengan nada memojokkan.

"Apaan sih kamu," jawab Aruna dengan tertawa dan mendorong bahu Sydney.

"Wulan gimana? Udah beres urusannya?"

Aruna menunduk dan memainkan batu-batu kecil yang ada di bawahnya. "Seharusnya begitu. Malik udah nggak pernah pergi berdua lagi sama Wulan."

"Aku merasa sedikit egois. Aku memiliki banyak temen cowok waktu kuliah dulu dan beberapa kali sering keluar berdua. Tapi kenapa aku nggak suka ngelihat Malik sama Wulan," ujar Aruna.

"Ya beda lah. Aku selalu merasa nggak tenang kalau urusannya sama tuh cewek," sungut Sydney.

"Iya, sama," jawab Aruna sambil menerawang.

"Inget nggak waktu adik kelas kita siapa namanya, Bia ... Bianca kalau nggak salah. Wulan sengaja ngunciin dia di lab biologi cuma gara-gara mantannya Wulan kak Nehan katanya lagi deketin tuh adik kelas," papar Sydney.

"Nggak inget. Apa yang Wulan lakuin ke aku sudah cukup banyak memakan memori jadi nggak cukup buat inget-inget kelakuan dia ke orang lain," kata Aruna pelan.

"Makanya itu kenapa rasanya masih nggak tenang karena Malik bisa deket sama dia," imbuh Aruna.

"Kenapa nggak cerita aja ke Malik?" tanya Sydney.

"Nggak perlu Sydney. Itu kejadian juga udah lama. Malik bakal mikir itu cuma sebagai kenakalan remaja. Tapi orang bisa berubah kan? Harusnya Wulan udah berubah kan?"

Sydney memutar bola matanya. "Aku berubah nggak dibandingin sama yang dulu."

"Nggak lah, kamu masih sama baik dan serunya kayak dulu!" ujar Aruna.

"That's the point. Kalau pun berubah juga nggak akan berubah banyak."

Dan kata-kata Sydney membuat Aruna merenung. Dalam dirinya, Aruna masih berharap Wulan tidak akan lagi mengganggu Malik lagi. Dan sepertinya Malik sudah mulai bisa bersikap tegas padanya. Buktinya, Wulan hampir tidak pernah menghubunginya lagi.

*

Malik mengarahkan pandangan ke ponselnya yang sekarang berbunyi. Bahunya langsung melesak saat yang menelepon bukan Aruna seperti yang dia harapkan.

"Ya Wulan?" jawab Malik yang kemudian menekan tombol speakerphone dan meletakkan ponselnya di meja sembari kembali meneruskan email yang belum dia selesai tulis tadi.

"Nanti malam bisa bicara?" kata Wulan di seberang sana.

"Bicara apa?"

"Ada hal penting yang perlu aku sampein ke kamu," ujar Wulan.

"Oke. Tapi kita nggak perlu keluar. Kita bicara di ruanganku aja di atas jam kantor," kata Malik.

"Tidak masalah."

"Oke," jawab Malik. "Hal penting apa?" tanya Malik lagi.

"Nanti juga kamu tahu."

*

Gimana Rabu pagi-nya so far? Semoga semua semangat!!! Dan semoga part 16 ini juga bisa nemenin hari Rabu kalian. Next part, sedikit kuatin batin ya. Jangan lupa kasih vote dan komen .. it means a lot to me. 

Terima kasih banyak buat yg masih setia sama A.M (ante meridiem) couple. Love you !!!!!

Published on Wednesday, October 6, 2021


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top