BONUS BAB 1
Alternate Ending
Alunan musik dari radio menghiasi pagi di kediaman Howell, beriringan dengan nyanyian burung-burung di luar sana. Tatkala penghuni rumah sibuk menyiapkan sarapan, Alice justru berkutat dengan alerginya. Tangan gadis itu menjejalkan tisu ke salah satu lubang hidungnya, lalu mulai fokus menata rambut. Setelah dirasa telah sesuai keinginan, Alice membuang tisu ke tempat sampah.
Hari ini sesuai janji dengan Gilbert dan teman-temannya, mereka akan pergi ke Rorenix Park untuk menghadiri festival bulan berkah. Konser dari penyanyi ternama di Luxunia adalah yang paling dinantikan oleh Reene dan Rayvis. Sementara untuk Alice, kuliner dan pernak-pernik itu tujuannya. Tentu saja selain menyatakan perasaannya pada Gilbert.
Gadis itu sudah tidak sabar, tetapi rasa khawatir ditolak pun menyelimuti hati. Ia tahu risiko dari menyatakan perasaan, sebab ia sudah membaca novel dan film romansa, bahkan melihat dengan matanya sendiri bagaimana sakit hatinya ditolak sang pujaan hati. Namun, Alice tak mau mundur. Baginya, kalau tidak sekarang, kapan lagi? Sisa waktunya di sekolah hanya tinggal satu tahun sebelum lulus. Ketika waktu itu tiba, Gilbert akan pergi merantau dan Alice tahu itu.
Suara embusan napas terdengar keras. Gadis penyihir itu bangkit dari meja rias, bergegas mengambil benda pipih dengan ujung bertekstur seperti kristal sebelum berjalan menuju meja makan. Tanpa sedikit pun berkata, tatapan Alice terpaku pada gawai di tangan sembari menjatuhkan bokong di atas kursi favoritnya.
"Liz, jam berapa kau pergi ke Rorenix Park?" tanya Ibu Alice setelah melihat putri sulungnya menyuap sesendok sup jagung dan ayam.
Mata Alice bergerak pelan ke arah wanita dengan rambut cokelat. Alih-alih menjawab, gadis itu kembali menyuapkan sup ke mulut dengan tangan menggulir pesan di gawai. Butuh setidaknya satu menit untuk menjawabnya. "Nanti, mungkin jam 10. Aku masih harus menunggu kepastian dari teman-temanku."
"Ya sudah, kau berangkat sendiri saja. Ayahmu harus segera ke kantor," ucap Ibu Alice yang diangguki oleh putrinya.
"Hari libur tapi ayah harus tetap ke kantor?" tanya Mirana tiba-tiba.
Pria yang duduk di seberang Alice menatap putri bungsunya dengan senyum tipis. Terdengar suara embusan napas keras sebelum berkata, "Mau bagaimana lagi? Kasus-kasus harus segera diselesaikan."
"Termasuk kasus Amon?" celetuk Alice tanpa mengalihkan pandangan dari gawai.
"Itu bukan aku yang pegang. Setidaknya aku hanya kedapatan kasus ringan yang tidak bikin sakit kepala seperti kasus Amon."
Alice melirik ayahnya sekilas, kemudian kembali memakan sup. Ia tak terlalu memperhatikan obrolan orang tuanya tentang pekerjaan sang ayah. Gadis itu hanya fokus pada pesan-pesan yang dikirimkan oleh Reene juga Rayvis di pesan grup. Dari semua pesan yang ada, tampaknya dua remaja kembar tersebut sangat antusias dengan festival bulan berkah. Mereka bahkan sudah menuliskan barang-barang yang harus dibeli. Sesekali senyuman Alice merekah, membuat Mirana penasaran dan tak sengaja mengintip isinya sejenak.
Setelah sarapan usai dan ayah Alice telah pergi ke kantor. Anak pertama keluarga Howell lekas pergi ke kamar untuk mengambil tas selempang. Namun, suara notifikasi pesan masuk ke gawainya mengalihkan perhatian. Alice segera menarik kedua ujung kristal dari benda pipih di tangan, dan muncul layar yang menunjukkan pesan dari Gilbert.
"Perasaanku tidak enak," gumam Alice.
Begitu telunjuknya menyentuh gambar surat, layarnya berubah. Di sana menampilkan roomchat yang berisi satu balon pesan.
Gilbert
Zamrud, Maaf. Sepertinya sakitku kambuh lagi. Aku tak bisa ikut denganmu ke festival bulan berkah. Maaf ya. Tapi kalau kau mau pergi tidak apa-apa. Si kembar Reene dan Rayvis akan pergi ke sana, jadi kau tidak sendirian.
Bagai kilat, secepat itu suasana hati Alice berubah total. Antusias, senang, dan segala mood positif kini telah berganti menjadi kecewa. Siapa yang menduga jika Gilbert akan sakit lagi? Hanya waktu yang mengetahui itu, sementara makhluk fana seperti Alice hanya bisa memprediksi.
Netra gadis itu kembali menatap pesan sang pujaan hati. Muncul rasa penasaran tentang penyakit Gilbert yang terlalu misterius untuknya. Sebab, sejauh yang diingat Alice, lelaki itu akhir-akhir ini sering sakit. Ditambah ucapan Leonhart tentang ramuan penyembuh segala penyakit untuk keluarganya menambah kecurigaan si gadis. Keluarga Leonhart yang mana sampai membutuhkan ramuan penyembuh segala penyakit? Dari semua anggota keluarganya Leonhart, hanya Gilbert yang terlihat sakit-sakitan.
Alice berdecak keras, kakinya menghentak lantai, sementara raut wajahnya berubah masam. Ia tak suka ini. Memiliki perasaan pada Gilbert membuat dia makin ekstra khawatir saat sesuatu terjadi pada lelaki itu. Namun, pada akhirnya, Alice memutuskan untuk tetap pergi ke Rorenix Park.
~o0o~
Dari jendela, mata Alice bisa melihat betapa penuh dan sesaknya antrian menuju Rorenix Park. Meskipun masih pagi, orang-orang sepertinya bersemangat untuk memeriahkan festival bulan berkah. Banyak tempat-tempat yang bisa dikunjungi, tetapi Alice sama sekali tidak berselera. Tanpa Gilbert, rasanya hampa sekali.
Benda dingin menyentuh pipi Alice yang cemberut, sehingga mengalihkan atensi gadis itu dari antrian panjang. Begitu menoleh, si pelaku terlihat tengah mengernyit. Di restoran baru yang berseberangan dengan Rorenix Park, Alice tidak duduk sendirian. Si kembar Reene dan Rayvis juga ada di sana, duduk berseberangan dengan Alice. Ketiga remaja itu tengah menunggu Leonhart, katanya pemuda itu akan datang terlambat.
"Aku tahu kau tidak bersemangat karena Gilbert. Tapi, ayolah! Lis, kau sudah di sini. Setidaknya cerialah. Lagi pula ini bukan akhir dunia," ujar Reene sambil mengaduk milkshake.
"Aku sudah berusaha untuk tetap menikmati hari. Tapi tidak bisa," erang Alice sambil menopang dagu. Nada bicaranya bahkan terdengar dramatis.
Rayvis dan Reene mendengkus bersamaan sebelum fokus pada kegiatan masing-masing. Di tengah keheningan di antara ketiga remaja itu, suara notifikasi terdengar bersamaan. Pesan itu masuk ke pesan grup dan pengirimnya adalah Leonhart. Begitu ketiganya selesai membaca, air muka mereka berubah.
Leonhart tak bisa hadir.
"Mencurigakan," celetuk Alice seraya mematikan gawai dan menyatukan dua sisi kristalnya. "Ini pasti ada kaitannya dengan Gilbert."
"Kau yakin? Semudah itu kau menyimpulkan," imbuh Rayvis seraya melanjutkan memainkan game online.
"Akhir-akhir ini Gilbert terlihat tidak sehat. Ditambah Leon sempat menanyakan padaku soal ramuan penyembuh segala penyakit. Leon bilang ada anggota keluarganya yang sakit keras. Pikiranku mengarah pada Gilbert," jelas Alice yang membuat dua temannya mengernyitkan dahi.
Reene sempat menatap kembarannya, seolah-olah berkomunikasi dengan tatapan. Kemudian, keduanya mengangguk cepat, menyebabkan Alice kebingungan.
"Ayo kita jenguk Gilbert."
~o0o~
Tuan Clover tak menyangka jika ketiga teman Gilbert akan datang berkunjung. Ditambah lagi, mereka membawa banyak buah tangan. Namun, begitu mereka masuk ke dalam rumah minimalis berlantai dua, ketiga remaja itu dikejutkan dengan keberadaan Leonhart yang menatap mereka horor. Lagi pula, lelaki itu tadinya mengira ketiga temannya tak akan datang menjenguk Gilbert.
Kedatangan Alice berhasil membuat Gilbert lebih bersemangat dari sebelumnya, dan Leonhart menyadari itu. Gadis itu bahkan melemparkan pertanyaan-pertanyaan tentang sakit yang diderita Gilbert.
Setelah sesi pertanyaan yang melelahkan selesai, lima orang itu memutuskan untuk mengobrol, ditemani pai daging buatan ayah Gilbert dan televisi yang menyala.
"Sebaiknya kau istirahat saja di kamar, sementara kami menghabiskan pai-pai ini," ucap Alice seraya mengambil satu potong pai.
"Sakitnya hilang, kok. Memang seperti ini, kadang kambuh, kadang tidak." Gilbert menyandarkan tubuhnya di sofa, sementara matanya menatap Alice yang sibuk makan. "Ngomong-ngomong, jangan dihabiskan. Aku mau."
Tatkala Reene hendak mengambil sepotong pai, piring makanan itu langsung ditarik Alice dan disodorkan pada si empunya rumah. Sontak saja Reene mengeluh seraya berdiri untuk mengambil kembali piring pai. Sementara itu, di sisi lain ruangan, Leonhart dan Rayvis sedang sibuk memainkan game online. Sesekali, Rayvis meminta kembarannya untuk mengambilkan pai daging. Walau terdengar jika kembarannya menggerutu, gadis itu tetap membawakan sepotong pai.
"Kau berencana pergi ke festival setelah jam makan siang nanti?" tanya Gilbert sambil melahap pai di tangan.
Alice menatap pemuda itu sejenak, lalu melirik Reene yang tengah menonton televisi. Karena dirasa jika Reene tak akan menjawab pertanyaan Gilbert, Alice pun kembali menoleh pada remaja yang duduk di sofa.
"Sepertinya tidak. Lagi pula, masih ada tahun depan dan aku bisa menyaksikan konser di televisi," pungkas Alice seraya menghabiskan potongan pai di tangan.
"Oh, baguslah. Berarti kau bisa menonton di sini bersamaku." Selepas mengatakan itu, senyuman Gilbert merekah. Di saat yang bersamaan, Alice berdiri untuk mengambil gelas di atas meja.
Tak ada lagi yang bersuara, ucapan si empunya rumah bahkan tidak ditanggapi Alice karena gadis itu tak mendengarnya. Suara yang terdengar di ruangan itu hanyalah detak jam, berita di saluran televisi, juga musik dari game online yang tengah dimainkan Leonhart dan Rayvis. Mau tak mau, Gilbert jadi memperhatikan televisi karena merasa tak memiliki topik pembicaraan supaya Alice tetap duduk di sampingnya. Gadis itu saat ini bahkan sedang asyik memilih potongan pai paling besar di atas piring.
Hingga suara berita terbaru mengalihkan semua orang di ruangan. Mata mereka bergerak cepat begitu mendengar pembawa berita mengatakan ledakan terjadi di Rorenix Park. Sampai-sampai, potongan pai di tangan Alice terjatuh ke atas piring. Lima remaja itu menganga, tidak menyangka jika insiden mengerikan terjadi di hari yang seharusnya dianggap membawa berkah.
Sampai berita itu selesai dan berganti ke iklan komersial, tidak ada yang bersuara karena kalut pada pikiran masing-masing. Hingga akhirnya, Leonhart yang pertama kali berbicara. "Aku bersyukur tidak jadi ke sana."
Rayvis mengangguk setuju, lalu disusul Reene yang mengatakan jika ia senang akan pilihannya untuk mengunjungi Gilbert. Si empunya rumah juga sama, ia sangat bersyukur karena sakitnya kambuh, padahal sebelumnya ia tetap akan pergi untuk menyaksikan konser dan pertunjukan sihir. Namun, hanya Alice yang terdiam. Matanya menatap pai daging di meja, sedangkan kedua tangannya terlihat tremor.
"Hei, Liz. Bad mood-mu membawa berkah untuk kita," ejek Reene seraya tersenyum lebar. "Sepertinya Dewi Keberuntungan masih berpihak pada kita."
"Terima kasih atas kesempatan hidupnya!" seru Rayvis yang langsung kena pukulan pelan di lengan oleh Leonhart.
Tiga temannya berseru senang, sementara Leonhart hanya tersenyum sambil kembali memainkan gawai. Di sisi lain Alice yang menunduk langsung menengadah, memperhatikan lampu di ruangan tersebut.
Seandainya kami tetap di sana, mungkinkah hidup kami akan berakhir?
~o0o~
Kalau ada yang penasaran kenapa saya buat alternate ending, itu karena saya enggak rela Gilbert meninggoy (〒﹏〒)
Bagi pembaca yang juga enggak rela, sila dinikmati alternate ending ini. Kalau di otome games keknya ini adalah versi Good Ending awowkowkwowk. Yang meninggoy Bad Ending.
Anyway, mungkin saya juga tergerak buat bikin extra bab lagi. Tapi entah kapan muehehe.
Thank you udah baca. Jangan lupa tinggalkan jejak ya (~‾▿‾)~ vote atau komennya.
28 Juli 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top