BAB XI
Hari di mana semua orang di penjuru Luxunia merayakan bulan berkah telah tiba. Festival yang biasanya diadakan setiap minggu ketiga bulan Oktober itu selalu meriah. Ada banyak pertunjukan, kompetisi hasil panen, kerajinan tangan, wahana bermain, dan berbagai macam kuliner. Festival menyambut bulan berkah biasanya diadakan selama seminggu dan tentunya akan ada hari libur nasional.
Tidak seperti hari biasanya, kali ini Alice harus menghadapi dengan ketakutan. Perkiraannya hari pertama festival tidak akan baik-baik saja, walaupun gadis itu berharap semoga saja tidak terjadi apa pun. Sehari sebelumnya, Alice sudah menceritakan semua kejanggalan yang ia alami pada teman-temannya, tetapi malah berakhir dianggap hanya firasat gadis itu saja. Reene bahkan tetap bersikeras kalau mereka harus mengunjungi festival, dan Gilbert melayangkan candaan bahwa ia akan melindungi mereka jika sesuatu yang buruk terjadi.
Saat ini, Alice tengah duduk memandangi tempat festival diadakan dari resto makanan luar negeri. Taman di seberang jalan itu masih menjadi bagian dari Rorenix Park, hanya saja yang berbeda, Rorenix Park satu lagi ditumbuhi pohon raksasa bercahaya tempat Rorenix Tree Spirit tinggal.
Sambil menyedot milkshake, netra biru gadis itu memandangi tempat festival yang mulai dipadati pengunjung. Alice sempat memikirkan kemungkinan terburuk yang akan terjadi di sana, dan cara untuk tetap mempertahankan teman-temannya hidup. Namun, selama apa pun ia menunda, tak ada kejadian mencurigakan di sana.
"Kau yakin masih ingin makan?" tanya Rayvis pada Alice yang terus saja memesan makanan.
"Iya. Aku hanya merasa mungkin ini jadi makan terakhirku," balas Alice seraya mengedikkan bahu.
"Kalimatmu itu seakan-akan kau tahu kapan mati," ujar Rayvis diikuti tawa pelan Reene, dan Gilbert.
"Kalau kau masih mau memesan, aku dan Ray duluan saja." Reene berdiri dari kursi sembari mengambil tas selempang.
"Sampai bertemu di konser," pamit Rayvis seraya melambaikan tangan.
Alice hendak mencegah keduanya pergi, tetapi mereka tak mau mendengarkan. Akhirnya, gadis bersurai cokelat hanya mendengkus pasrah. Iris biru secerah langit di siang itu langsung bergerak menatap Leonhart dan Gilbert. Di resto ini, hanya dua pemuda itu yang masih mau menemaninya.
"Zamrud, kau ingin coba naik wahana?" tanya Gilbert mencoba untuk memecah keheningan antara mereka.
"Tidak, aku lebih penasaran dengan pohon magis itu." Alice menunjuk pohon rorenix bercahaya. Dalam hatinya, ia akan melakukan apa pun untuk menghindari tempat festival.
"Tempat itu ramai juga. Sepertinya, semua penduduk kota berkumpul di sini," pungkas Gilbert.
"Tempat ramai biasanya rawan," celetuk Leonhart yang membuat Alice terkejut. "Banyak copet, penipu, bahkan penyihir gila."
Alice tak mengucapkan sepatah kata pun, dan lebih memilih mengangguk setuju. Gadis itu pikir, Leonhart mungkin saja lebih waspada akan ancaman akhir-akhir ini. Mungkin, pemuda berambut hitam itu bisa diajak kerjasama untuk mencegah teman-temannya masuk ke tempat festival.
"Jangan bodoh, Hart. Ada pengamanan sihir di tempat festival. Tindak kriminal bisa dicegah," kata Gilbert dengan senyum penuh percaya diri.
Leonhart mendengkus. "Terkadang pengamanan sihir pun memiliki celah."
"Benar sekali!" seru Alice sepakat. "Penyihir dengan sihir terkuat bisa menembusnya."
Gilbert mengernyit, tampak tidak setuju dengan ucapan Leonhart dan Alice. "Kalian ini kenapa jadi pesimis begitu? Padahal sebelumnya semangat sekali ingin menghadiri festival."
Leonhart mengedikkan bahu sebelum menyalakan ponsel. "Aku hanya terhasut oleh ceritanya Lis."
"Ya ampun, kau sampai menganggap kejadian janggal dan mimpi burukmu ada kaitannya dengan festival?" tanya Gilbert pada Alice.
Gadis itu berhenti meminum milkshake sambil membelalak, cukup terkejut karena nada Gilbert seakan menusuk hati. Sejak awal, Alice sudah menduga, bukan hanya Reene dan Rayvis, tetapi pemuda yang ditaksirnya ini juga tidak akan percaya pada ucapannya. Ditambah, ia tak memiliki kemampuan meyakini temannya.
"Bagaimana kalau sebenarnya aku punya kemampuan melihat masa depan?" tanya Alice ragu.
"Itu bagus. Jadi kau bisa mencegah sesuatu yang buruk terjadi," imbuh Leonhart yang tengah asyik memainkan game online.
Gilbert menggeleng, seolah-olah menganggap ucapan Alice hanya mengada-ngada. "Kau bukan penyihir astrum. Kau—"
"Aku tahu," potong Alice cepat sebelum menegak habis milkshake. Namun, yang terjadi berikutnya ia merasakan sakit kepala sampai harus menempelkan dahi ke atas meja.
Di seberangnya, Leonhart mematikan ponsel sembari mengernyit dan saat menoleh pada Gilbert, pemuda itu mendadak terkejut karena tampaknya sakit kepala Gilbert kambuh lagi. Leonhart segera menyuruh pemuda di sampingnya untuk meminum obatnya lagi.
Awalnya, Alice mengira ia terkena brain freeze, tetapi makin ia memejamkan mata, makin banyak kilatan memori. Dimulai dari mimpi buruknya semalam, gadis itu mengurung diri, hari kelulusannya dari Morioya School, bahkan sampai ia bertemu Leonhart lagi setelah empat tahun tak bertemu, dan Rorenix Tree Spirit yang mengabulkan keinginannya.
Alice terkejut, sontak saja ia membuka mata dan mendongak. "Semua ini bukan karena aku memiliki kemampuan masa depan, tapi aku pernah mengalami ini sebelumnya."
"Apa maksudmu?" tanya Leonhart.
Netra sebiru langit bergerak menatap Leonhart, mulutnya terbuka hendak memberitahu apa yang baru saja ia alami. Namun, diurungkan. Alice kira temannya tidak akan percaya jika ia memberitahu ingatan yang tiba-tiba muncul. Lama ia terdiam, sampai mulai meragukan ingatannya sendiri.
Jika memang benar semua ini akan terjadi. Bisakah aku mengubahnya?
~o0o~
Jam di arloji sudah menunjukkan pukul dua siang. Sejauh ini, semua yang ditakutkan Alice tidak terjadi. Festival tetap dipadati pengunjung, kebanyakan dari mereka ingin menonton pertunjukan sihir yang akan diadakan pukul tiga sore. Alice, Gilbert, dan Leonhart berdiri di samping pintu masuk, sebab si gadis mendadak enggan melangkah lebih jauh. Sementara itu, Leonhart memang sejak awal tidak tertarik dengan festival, perhatiannya lebih tertuju pada pohon rorenix di Taman Rorenix Selatan.
"Maaf," ucap Alice sembari memainkan tali tas selempang. "Akhir-akhir ini aku sedang pesimis. Jadi, mungkin ada perkataanku yang terdengar menyebalkan."
Leonhart menggeleng. "Tidak juga. Aku mengerti perasaanmu."
Gilbert mengangguk seraya tersenyum. "Zamrud, kurasa itu wajar. Adakalanya kita merasa pesimis akan hari esok, adakalanya kita sangat optimis. Kau tak perlu khawatir."
Alice hanya tertawa pelan sebelum berkata, "Tapi aku terlalu berlebihan."
"Tidak juga," balas Leonhart sembari memasukkan kedua tangan ke saku celana. Pemuda itu mengedarkan pandangan, lalu berjalan pergi. "Kalian bersenang-senanglah. Aku mau melihat sesuatu di sana. bye!"
Alice menganga karena ditinggalkan berdua dengan Gilbert, tak menyangka kalau pada akhirnya dia punya waktu bersama. Dengan senyum canggung di wajah, Alice mengalihkan pandangan, tidak tahu harus berkata apa. Kalau bukan karena suara pesan masuk dari ponselnya, Alice mungkin tidak akan terus bergeming di sana.
Pesan masuk dari Reene menyuruhnya untuk mengunjungi setiap tempat yang ada di festival. Bahkan, temannya sampai mengirim foto-foto wahana yang menarik untuk dikunjungi. Alice jadi tertawa sendiri membacanya, hanya saja pikiran buruk tentang tragedi menghantuinya kembali. Dia ingin mengunjungi tempat-tempat itu.
"Oh, katanya ada yang sedang mengadakan kompetisi labu terbesar tahun ini. Mau lihat?" tawar Gilbert.
"Kompetisi labu terbesar? Kau tahu dari mana ada kompetisi itu? Kukira kompetisi itu hanya ada di desa." Alice kembali memasukkan ponsel ke dalam tas selempang.
"Ray yang bilang," timpal Gilbert seraya menunjukkan pesan dari Rayvis.
Alice menekuk alis disertai bibirnya yang berupa garis lurus. Sebelumnya, Reene juga mengirimkan foto kompetisi labu terbesar dan memintanya untuk datang bersama Gilbert. Alice yakin sekali Reene dan Rayvis saling bekerjasama.
Akhirnya, si gadis mengembuskan napas pasrah. Alice mulai mengumpulkan keberanian untuk melangkahkan kaki ke dalam tempat festival. Bersama Gilbert, mereka menyusuri jalan yang terbuat dari batu kali. Di sana ada banyak tenda-tenda dipasang. Banyak makanan manis yang dijajakan, pernak-pernik, kerajinan tangan, sampai bazar buku murah. Makin jauh ke dalam, tenda-tenda tergantikan oleh wahana permainan rumah hantu, kolam pancing, permainan melempar disc menggunakan sihir, tangkap makhluk aneh bersayap, dan masih banyak lagi.
Gilbert membawanya ke tempat di bawah pohon maple di mana kompetisi labu terbesar sedang diadakan. Sejauh mata memandang, Alice tak melihat keberadaan Reene maupun Rayvis. Kebanyakan penonton di sana didominasi orang dewasa. Setelah menyaksikan pemenang kompetisi labu terbesar, Alice mengusulkan tempat lain untuk dikunjungi. Di dekat kolam besar taman, terdapat sebuah panggung kecil di mana pertunjukan sihir akan dimulai. Alice sangat ingin melihat para penyihir nemele menunjukkan kemampuan mereka.
Dengan mengambil kursi terdepan, mereka berdua menyaksikan penampilan para nemele. Dimulai dari seorang pria yang memainkan elemen air, lalu wanita muda dengan lingkaran api. Suara tepuk tangan memeriahkan acara hingga Alice tiba-tiba teringat sesuatu.
"Gilbert, kalau aku bisa melakukan salah satu dari elemen itu, kau mau melihatnya suatu saat nanti?" tanya Alice sembari memperhatikan kedua tangannya.
"Pasti. Bukannya kau bagian dari penyihir nemele?" Gilbert memandangi wajah Alice yang takjub akan pertunjukan.
Mendengar ucapan si pemuda, gadis itu membelalak. "Seharusnya begitu. Tapi aku tak bisa melakukan itu." Alice menertawakan dirinya sendiri.
Sekali lagi suara riuh dan tepukan tangan terdengar, saat itu juga Alice melihat seorang pria berpakaian nyentrik berjalan ke tempat duduk penonton bagian timur. Kemudian, sebuah cahaya menyelimutinya dan pria itu menghilang.
"Sihir teleportasi?" gumam Alice. Hatinya mendadak tidak karuan, ada perasaan tidak mengenakan saat ia melihat pria itu.
"Zamrud, menurutmu, kau akan bisa mengendalikan elemen apa?" tanya Gilbert sambil tersenyum.
Alice melirik Gilbert di sampingnya dengan alis naik, tampak kebingungan untuk menjawab pertanyaan. "Aku rasa, elemen apa saja asal kau mau melihatnya."
Mereka berdua langsung tertawa pelan, dan kembali menyaksikan pertunjukan sihir. Alice benar-benar dibuat lupa dengan tujuannya untuk mengungkapkan perasaan pada Gilbert. Yang ada di kepalanya hanyalah elemen alam yang bergerak seolah menari, diiringi oleh nyanyian lembut seorang wanita yang dikelilingi kupu-kupu. Nyanyian yang membuat semua penonton terbuai.
Tepat saat angin berembus menerbangkan dedaunan kuning dan cokelat, suara Rorenix Tree Spirit kembali terdengar. Alice membelalak, tetapi tak bergerak sedikit pun. Muncul keraguan dalam dirinya untuk mengucapkan seluruh isi hati pada Gilbert. Bahkan, saat gadis itu meliriknya, si pemuda tampak sedang asyik menonton.
Namun, mau sampai kapan ia memendam itu? Sampai kejadian dalam mimpinya terjadi?
Alice tahu kalau tidak segera mengungkap isi hatinya saat itu juga, mungkin suatu saat nanti ia akan menyesal. Gadis itu tak peduli jika nantinya jawaban yang diterima mungkin akan menyakiti hatinya, setidaknya ia sudah mencoba.
Maka, Alice mulai menarik napas dalam, mengembuskan pelan dan menenangkan hati. Ia siap menerima apa pun jawabannya.
"Hei, Gilbert. Ada sesuatu yang ingin kusampaikan," kata Alice cepat. Untung saja Gilbert bisa menangkap maksudnya.
Pemuda itu menatap mata biru Alice dengan senyuman. "Apa itu?"
Berkali-kali Alice menegak ludahnya, ragu untuk menyuarakan isi hati. Gadis itu mencoba memandangi netra cokelat terang Gilbert, sebelum mengalihkan pandangan. "Aku ... menyukaimu."
Tepat suara riuh dan tepuk tangan bergema, pertunjukan sihir telah selesai. Suara Alice mungkin teredam, tetapi Gilbert menatapnya terkejut. Si pemuda tak menyangka atas apa yang didengarnya. Gadis di hadapannya baru saja mengungkapkan perasaan yang dia kubur sejak lama. Teman masa kecilnya.
Akan tetapi, sebelum Gilbert berbicara, sebuah suara keras hingga menulikan telinga menggema di sana. Ledakan yang ditakutkan Alice justru terjadi, tepat tak jauh dari posisi mereka.
~o0o~
A/N
Di bab ini, saya mengganti sebutan untuk penyihir elementalis menjadi Penyihir Nemele. Soalnya, menyesuaikan dengan sebutan penyihir astrum yang pernah disebut di bab sebelumnya.
Sekilas info:
Untuk penyihir egnhac sendiri tidak akan hadir di sini. Kemungkinannya muncul di sekuel atau side story. Itupun kalau saya tidak lupa publishnya ehehehe.
Baiklah, sampai jumpa lagi di bab selanjutnya. Jangan lupa vote dan komentar ya~
23 Juli 2022
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top