Bab 41 - Keluarga Kecil

Bagian Empat Puluh Satu

Satu bulan setelah tertangkapnya Josh Sujatmiko, Arthur dan Malika telah resmi menjadi suami istri. Mereka tinggal bersama Alena, Mbok Salmi dan Agung di rumah keluarga Sujatmiko. Arthur sendiri sekarang sudah mulai mengurusi bisnis keluarga Sujatmiko, sedangkan Malika sudah mulai merintis bisnisnya dengan membuka toko kerajinan tangan.

Seperti pagi ini, suasana kediaman Sujatmiko terlihat hangat. Malika bersama Mbok Salmi menyiapkan sarapan. Sedangkan Alena terlihat sedang menyiram bunga di halaman depan. "Wih sarapan apa pagi ini?" tanya Arthur yang muncul di muka dapur dengan membawa seutas dasi di tangannya.

Malika dengan sigap meninggalkan masakannya dan mencuci kedua tangannya lalu mengeringkannya. "Nasi goreng seafood dan roti isi untuk yang tidak suka sarapan nasi di pagi hari," jawab Malika sambil tangannya denga cekatan mengambil dasi dari tangan Arthur dan menyimpulkannya di leher Arthur.

"Roti dan nasi itu sama-sama berkarbohidrat," balas Arthur yang merasa tersindir dengan perkataan Malika tadi.

"Yah, aku sudah bosan mendengar jawabanmu itu," ujar Malika sambil menepuk-nepuk bahu Arthur, seolah-olah membersihkan debu yang mungkin saja menempel.

"Alena mana?" Arthur terlihat mencari-cari sosok Alena yang memang sejak tadi belum terlihat oleh matanya.

"Sedang menyiram bunga di taman Den," Mbok Salmi yang menjawab pertanyaan Arthur tersebut, dan Arthur hanya mengngguk paham.

"Teh Manis hangatnya satu ya Sayang," pinta Arthur kepada Malika yang masih berdiri merapikan penampilan Arthur.

"Oke," Malika langsung berlalu dari hadapan Arthur. Sedangkan Arthur dia memilih duduk menunggu di meja makan.

Arthur mengeluarkan tab miliknya dan mulai memeriksa jadwalnya hari ini yang selalu rutin dikirim sekertarisnya melalui e-mail. Hari ini jadwal Arthur hanya di kantor saja dengan banyaknya rapat bersama para karyawan dan memeriksa berkas-berkas penting. Kegiatan seperti ini sudah hampir sebulan Arthur geluti, dia memang memilih meninggalkan profesi-nya sebgai pengacara atas permintaan Malika yang tidak ingin meneruskan bisnis keluarga Sujatmiko.

"Kak jangan mulai sarapan tanpa aku ya, aku mau mandi dulu sebentar!" seru Alena yang baru datang dari taman, dia bahkan sudah melesat cepat menuju kamarnya untuk mandi.

"Kenapa Alena teriak-teriak?" Malika datang dengan secangkir teh manis hangat untuk Arthur.

"Biasa sih, dia kalau gak teriak-teriak pagi-pagi gak oke," Arthur memperhatikan penampilan Malika yang sudah melepas apron masaknya. Sekarang terlihat jelas Malika sudah rapi dengan celana jeans dan baju hijau mint berbahan sifon.

"Kenapa ngeliatinnya begitu banget sih?" tanya Malika risih dengan Arthur yang terlihat menatapnya intens.

"Aku cuma mau bilang kalau kamu cantik," Arthur sengaja mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Malika. Menggoda Malika memang menjadi rutinitas terbaru Arthur belakangan ini.

"Kamu tuh ya sekarang suka banget godain aku," ujar Malika yang ikut duduk di meja makan, bergabung dengan Arthur.

Arthur sendiri mematikan tabnya, "mau ke toko kan? Bareng sama aku aja," kata Arthur yang tidak berniat menjawab perkataan Malika sebelumnya.

"Iya, hari ini Mbak Rere dateng sama baby-nya ke toko. Waktu Mbak Rere melahirkan kita gak sempet nengokin," kata Malika sambil tangannya sibuk menuangkan susu ke gelas yang biasa dipakai oleh Alena.

"Terus Rere nginap dimana? Tinggal di sini saja, aku mau jodohin dia sama Galih," saran Arthur.

"Loh kok semangat banget mau jodohin Mbak Rere sama Mas Galih?" Malika berdiri dari duduknya dan menuju kulkas untuk mengambil salad yang sudah dibuatnya subuh tadi.

"Galih lagi dikejar-kejar Mamanya untuk nikah lagi," jawab Arthur bersamaan dengan Alena yang selesai mandi.

"Memangnya Mas Galih itu istrinya kemana?" tanya Alena menyambar percakapan Malika dan Arthur.

"Istrinya Galih pergi ninggalin Galih dan anaknya karena lebih memilih karirnya sebagai model, mereka sudah bercerai," Arthur melihat ke arah Malika dengan pandangan yang sedikit aneh dan dalam.

"Aku gak akan ninggalin kamu, lagi pula aku bukan wanita karir yang bakalan lebih milih karir-nya dibanding suami dan keluarga sendiri," Malika yang langsung paham langsung menyanggah kecurigaan Arthur yang terlihat dari tatapan mata Arthur.

"Kak! Kalau Mbak Malika mau niggalin Kakak udah dari kemarin-kemarin kali," komentar Alena sambil menggeleng-gelengkan kepalanya melihat keparnoan Arthur.

"Sudah-sudah ayo makan, Alena kamu jangan lupa hari ini cek up ke dokter," ujar Malika mengingatkan Alena.

"Aku ikut Mbak ke toko ya, nanti sekalian Mbak anterin aku ke dokter. Plisssss," pinta Alena yang menangkupkan kedua tangannya memohon.

"Ya sudah kalau gitu sekaran sarapan, nanti kita kesiangan ke tokonya," setuju Malika.

Setelah sarapan, Agung mengantar Arthur ke kantor dan setelahnya menemani Malika dan Alena ke dokter lalu setelahnya ke toko. Arthur memang sengaja meminta Agung memani kedua perempuan itu karena jadwalnya hari itu hanya di kantor saja. Apa lagi sekarang Arthur sangat memperhatikan keduanya setelah kejadian yang sempat mereka alami beberapa waktu lalu.

Saat Arthur akan masuk ke ruangannya, seketaris Arthur yang bernama Cecil menunggu Arthur mengatakan, "anu Pak di dalam ada tamu yang maksa-maksa untuk menunggu Bapak di dalam."

Cecil telihat meremas-remas tangannya gugup sekaligus takut dengan reaksi Arthur, "ya sudah tidak apa-apa lain kali jangan dikasih izin lagi," ujar Arthur memaafkan kesalahan Cecil dan langsung masuk ke ruangannya.

Ternyata tamu itu adalah Lola, melihat sosok Lola yang terlihat santai duduk di sofa membuat rasanya Arthur ingin membuang perempuan itu dari lantai teratas gedung. "Ada apa kemari?" tanya Arthur langsung dengan wajah dan nada suara yang datar.

"Aku hanya ingin menemui kekasihku, apa salah?" ucap Lola santai.

"Aku bukan lagi kekasihmu Lola, jika tidak ada yang penting silahkan keluar dari sini," usir Arthur, dia benar-benar merasa tidak nyaman dengan keberadaan Lola itu.

"Wow santai Sayang, jangan galak-galak seperti itu dong. Aku makin suka nanti," Lola berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Arthur yang masih berdiri di dekat pintu.

Rasa muak melihat tingkah menggoda Lola menjalari sekujur tubuh Arthur, bahkan saat itu juga rasanya Arthur ingin mengusir Lola secara kasara. Tetapi dia sadar, Lola itu perempuan dan tidak patut untuk dikasari. Arthur memang tipe laki-laki yang sangat menghormati perempuan.

"Jangan buat keributan di sini Lola, jangan berharap aku akan tergoda deganmu. Jadi sebaiknya kamu keluar sekarang!" Arthur langsung membuka pintu dan menggidikkan dagunya pertanda menyuruh Lola keluar.

Merasa tersinggung dengan perlakuan Arthur, Lola menghentakkan kakinya dan mengepalkan tangan kanannya. "Baik aku akan pergi, tapi ingat Arthur. Tidak semudah itu kamu mengusirku dari kehidupanmu!" peringat Lola sebelum dia melangkahkan kakinya keluar dari ruangan dan Arthur dapat menghembuskan napasnya lega melihat Lola berlalu dengan sukarela.

Setelah mengantar Alena periksa ke dokter, Malika bersama Alena dan Agung langsung menuju toko. Rere sendiri sudah menunggu kedatangan mereka bersama dengan baby-nya. "Apa kabar Mbak?" sapa Malika kepada Rere yang menunggu di ruangan yang dijadikan Malika untuk tempat duduk tamu.

"Kabar baik, kamu sendiri bagaimana kabarnya?" Rere dan Malika saling cipika-cipiki.

"Ih namanya siapa? Kok lucu banget?" Alena mencubit pipi anak Rere yang berjenis kelamin perempuan itu. "Kenalin Mbak, aku Alena sepupunya Kak Arthur," Alena memperkenalkan dirinya kepada Rere.

"Hai aku Rere," Rere juga membalas perkenalan Alena. "Maaf ya Malika, Mbak gak dateng ke acara pernikahan kamu," lanjut Rere meminta maaf kepada Malika.

"Gak papa kok Mbak, ngomong-ngomong Mbak nginap dimana?" Malika mengambil baby Rere dari gendongan Rere dan menimang-nimangnya lembut.

"Rencanya Mbak mau balik hari aja Ka, Mbak ak mungkin nginap di hotel biayanya gede banget," ujar Rere yang duduk di sofa bersama dengan Alena.

"Kok langsung pulang sih, udah nginap aja di rumah Mbak. Kayak sama siapa aja sih Mbak," protes Malika yang tidak setuju dengan tindakn Rere yang langsung akan pulang ke Bogor.

"Iya Mbak Rere nginap di rumah saja biar tambah rame rumahnya," setuju Alena yang sambil berdiri mendekati Malika yang menimang-nimang anak Rere.

"Namanya siapa Mbak?" tanya Malika sambil menyerahkan baby Rere kepada Alena yang sedari tadi ingin menggendong.

"Namanya Laura Putri," jawab Rere sambil memandang anaknya penuh sayang.

"Laura nama yang cantik secantik orangnya," komentar Alena yang sedang menimang-nimang Laura.

Ketiganya terlihat tersenyum memperhatikan Laura yang mungil nan menggemaskan. Ada rasa bahagia melihat wajah damai Laura yang tertidur di dalam pelukkan Alena. "Mbak Rere tinggal sama aku lagi saja, sekalian bantuin urusin toko," saran Malika.

"Mbak gak mau ngerepotin kamu sama Arthur terus-terusan Ka," tolak Rere halus.

"Mbak gak ngerepotin kok, tadi juga Arthur udah pesen Mbak diminta tinggal di rumah lagi," jelas Malika kepada Rere dengan wajah memohon.

"Hmm Mbak pertimbangkan dulu deh ya," kata Rere masih mikir-mikir. "Tapi kalau sekarang buat nginep sih Mbak oke, ya kalau gak ngerepotin," lanjut Rere.

"Wah gak ngerepotin banget dong, Laura bisa main sama Aunty Alena," seru Alena senang.

Setelahnya mereka saling bercanda tawa sambil sesekali Laura menjadi rebutan Alena dan Malika yang ingin menggendong. Siapa yang tahu bahwa menjadi bahagia itu muda, cukup dengan saling mengobrol pun sudah membuat kebahagiaan itu meresapi relung hati. Menjadi bahagia memang hak setiap orang.

Siapa yang tahu dengan obsesi bahagia banyak orang yang menempuh jalan terlaknat sekali pun untuk kebahagiaannya. Tidak ada garansi akan kebahagiaan itu sendiri, jadi cobalah untuk raih kebahagiaan dengan jalan yang baik. Seperti halnya Lola, dia ingin meraih kebahagiaannya bersama Arthur dengan jalan apa pun.

"Kita lihat sampai kapan senyum itu akan mewarisi wajahmu Malika," gumam Lola dari dalam mobilnya, dia sedang mengawasi Malika yang sedang melayani pembeli. "Sampai kapan pun Arthur tetap milikku," wajah sinis Lola terlihat bengis.

Lola masih tetap betah mengamati Malika yang telihat melayani banyak pembeli, hingga akhirnya Alena dan Rere yang menggendong Laura ikut bergabung membantu Malika. "Bagaimana jika kita mulai dengan menyingkirkan orang-orang tersayangmu Malika?" meledaklah tawa Lola yang menggelegar ke seluruh penjuru mobil.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top