Bab 36 - Keputusan Arthur

Bagian Tiga Puluh Enam

"Malika tenang lah, aku akan menceritakan dan menjelaskan semuanya. Tapi aku mohon tenangkan dulu dirimu," ujar Arthur yang terlihat tidak dapat membantah Malika lagi, "kamu benar, kamu memang harus tahu kebenaran surat wasiat itu karena kamu terlibat di dalamnya," kata Arthur sambil menghela napasnya dalam dan menghembuskannya pelan.

"Aku mohom jangan ada lagi yang ditutup-tutupi," mohon Malika yang sudah mulai tenang.

"Bim tolong ambilkan surat wasiat itu di kantor," pinta Arthur kepada Bima.

Baru saja Bima akan berdiri, Malika sudah menyela terlebih dahulu, "lebih baik aku idan kalian ke kantor."

"Baiklah," setuju Arthur.

Sedangkan Bima sedang memutar otaknya mencari jalan keluar, pasalnya beberapa waktu lalu Bima mendapat kabar dari Galih bahwa kondisi kantor sedang ramai oleh wartawan. Berita ternyata sudah melebar luas, posisi Arthur sebagai direktur utama di firma hukum pastilah sedang di ujung tanduk.

"Sebaiknya aku saja yang mengambil surat wasiat itu, kalian kan belum makan siang," cegah Bima saat melihat Arthur dan Malika berdiri dan akan segera pergi.

"Kita bisa makan nanti Bim, aku tidak ingin menuggu lebih lama lagi," ujar Malika dengan nada suaranya yang tegas dan tidak dapat lagi dibantah.

"Aden tenang saja, saya akan bawakan makanan untuk dimakan di kantor. Saya sudah selesai masak kok," tiba-tiba Mbok Salmi muncul dan menyela obrolan mereka.

Bima justru terlihat semakin bingung, dia belum memberitahu Arthur tentang apa yang sekarang sedang beredar. "Ada apa Bim?" tanya Arthur yang curiga dengan air muka Bima yang terlihat tegang.

"Bisa kalian duduk dulu? Aku akan jelaskan semuanya," Bima meminta Arthur dan Malika untuk kembali duduk. Kini mereka semua saling berhadapan, Bima sendiri mencoba bersikap tenang agar Arthur juga dapat tenang.

Bima sengaja membuka siaran televisi dan mencari acara yang menyiarkan tentang gosip May dan Arthur. Ketiganya hanya diam saja menontonberita tesebut, isinya sama tentang gosip hubungan Arthur dan May lalu ditambah bumbu ocehan kekecewaan orangtua yang anaknya menjadi korban pembunuhan. Keadaan semakin runyam saja saat berita terbaru tentang tertangkapnya Arthur di bandara Paris beberapa waktu lalu.

"Kondisi di kantor penuh dengan awak media," jelas Bima sambil kembali mematikan televisi.

"Tolong perintahkan Toni, Doni dan Silvi rapat sekarang!" perintah Arthur kepada Bima. "Malika, apa kamu tetap ingin ikut ke kantor?" tanya Arthur kepada Malika yang sejak menonton berita itu hanya diam saja.

"Apa yang akan kamu lakukan sekarang?" Malikan menatap Arthur dengan tatapan yang tidak dapat diartikan oleh Arthur.

"Tentu aku akan rapat terlebih dahulu terkait kasus pembunuhan anak dibawah umur itu, setelahnya aku akan menjelaskan semuanya kepada media," jelas Arthur.

"Sepertinya masalah ini tidak akan selesai hanya karena hal ini, posisimu sebagai pemimpin utama pasti terancam. Para pemegang modal pasti akan segera mengeluarkanmu dari kepengurusan Arthur," ujar Bima.

"Aku tahu, sekarang ini posisiku bukanlah hal yang penting. Nyawa Malika itu prioritasku Bim," kata Arthur dengan raut wajah yang datar-datar saja.

"Arthur! Karier-mu akan hancur, lisensi pengacara milikmu akan segera dicabut jika para orangtua itu memperkarakannya," Bima terlihat mulai terbawa emosi denga sikap santai dan biasa-biasanya Arthur. "Mereka orang kongloerat Arthur! Mereka bisa melakukan apa saja dengan uang!" lanjut Bima lagi.

"Aku tetap akan masih hidup tanpa lisensi itu! Tapi jika tanpa Malika? Aku akan mati Bima!" seru Arthur lantang dan terdengar jelas.

Malika hanya bisa diam saja melihat Arthur dan Bima yang saling adu mulut. Dia terlalu bingung harus mengatakan apa dalam siatuasi seperti sekarang. "Tolong bicarakan ini dengan kepala dingin, jangan bertengkar dan saling berteriak seperti ini," ucap Malika mencoba mendinginkan keadaan yang mulai panas.

"Maaf aku terlalu terbawa emosi," ujar Bima yang mulai menenangkan emosinya, begitu juga dengan Arthur. "Jadiapa rencanamu?" tanya Bima setelah melihat Arthur yang sudah mulai tenang.

"Ntahlah, yang pasti saat ini para orangtua itu akan memutuskan pindah pengacara aku juga akan mengundurkan diri, ini akan menjadi jalan yang paling aman," jawab Arthur yang terlihat sudah yakin dengan pilihannya.

"Apa harus dengan mengundurkan diri?" sela Malika terlihat tidak setuju dengan keputusan Arthur tersebut.

"Jika aku tidak mengundurkan diri nama firma hukum yang sekarang aku pimpin pasti akan hancur Malika," Arthur memberikan Malika pengertian.

"Ya sudah sekarang lebih baik kita bergegas ke kantor," ajak Bima yang berdiri dari duduknya diikuti Arthur dan Malika.

Keadaan kantor Arthur penuh sesak dengan para wartawan yang menunggu di depan pintu masuk. Mereka seperti sudah siap dengan kedatangan Arthur langsung menyerbu mobil yang dikendarai Bima saat mobil memasuki pelataran. Para anggota keamanan sudah bersiap membantu membukakan jalan untuk Bima, Arthur dan Malika.

Suara bising para wartawan menemani setiap langkah kaki ketiganya, raut wajah Arthur dan Bima terlihat datar-datar saja lain halnya dengan Malika yang jelas terlihat cemas. Bibir ketiganya seperti terkunci, tidak ada sepatah kata yang keluar dari bibir mereka. Kondisi semakin pnas karena para wartawan mencoba ters berusaha membuka suara Arthur.

"Aku dan Bima akan rapat dulu, kamu tunggu di dalam saja," pamit Arthur saat sudah di depan pintu ruangannya. Dia mempersilahkan untuk Malika menunggu di dalam selagi dia dan Bima rapat.

Arthur bersama anggota team A sudah berkumpul di ruang rapat, "jadi ada yang bisa berikan laporan mengenai kelanjutan kasus?" raut esjah Arthur terlihat mengeras. Aura gelap terlihat menyeliputi ruangan rapat tersebut.

"Begini, kami memiliki kesulitan dalam pembelaan. Sampai sekarang tersangkanya belum tertangkap, pihak kepolisianjuga sudah berusaha keras, para orangtua mendesak kami untuk mengenakan jasa detektif swasta," lapor Silvi.

"Arthur kita masih bisa memperbaiki kondisi dengan membantu polisi dalam penyelidikan, aku bersedia mengerahkan seluruh informanku untuk hal ini," usul Bima dengan lantang.

"Usul yang bagus, kalau begitu kalian dapat tambahan anggota dari Bima. Lalu untuk kasus May Thompson akan diambil alih oleh Bima dan akan dibantu Galih," ujar Arthur mengambil keputusan.

"Lalu apa yang akan kamu lakukan? Kami berharap kamu sendiri yang akan meimpin kami," Doni pun bersuara karena merasa aneh dengan perkataan Arthur itu.

"Keputusanku ini sudah final, aku akan mengundurkan diri segera. Untuk itu aku mohon kalian untuk dapat menerima keputusanku ini," kata Arthur yang berdiri dari duduknya. "Rapat dibubarkan, aku harap kalian dapat menjalankan tugas kalian dengan sebaik mungkin," tutup Arthur atas rapat singkat itu.

Seluruh anggota rapat hanya diam saja karena terlalu kaget, bahkan Bima sendiri tidak mengerti ada apa dengan langkah yang diambil Arthur sekarang. "Sebenarnya apa yang terjari?" tanya Toni yang menatap Bima penuh selidik, Doni dan Silvi pun juga ikut memperhatikan Bima menunggu jawaban Bima.

"Dia sedang ada masalah pribadi, untuk itu memilih mengundurkan diri," jawab Bima seadanya.

"Tapi Bim, para orangtua tetap kekeuh ingin Arthur yang menjadi ketua tim pengacara. Jika mereka tahu Arthur seperti ini lisensi pengacara Arthur bisa dicabut," kata Doni yakin.

"Dengan kata lain uang yang akan menjawab semuanya bukan?" sambung Silvi.

"Sebelumnya aku sudah mengatakan hal ini kepada Arthur, tetapi dia tetap pada keputusannya," setelah mengatakan hal itu Bima keluar dari ruang raat dan menyusul Arthur ke ruangan Arthur.

Bima melangkahkan kakinya lebr-lebar menuju ruangan Arthur, dibukanya dengan cepat pintu ruangan Arthur. Di dalam, Malika terlihat sedang duduk di sofa dan Arthur sedang mencari-cari sesuatudai laci meja kerjanya. Bima terlihat bersyukur karena Arthur dan Malika belum mulai membahas masalah surat wasiat itu.

"Sebelum kalian membahas surat wasiat itu, bisakah kamu menjelaskan apa maksud perkataanmu di ruang rapat tadi?" tembak Bima langsung. Malika yang merasa tidak berhak ikut campur atas masalah tersebut memilih keluar dari ruangan.

"Bukannya sudah cukup jelas aku katakan? Aku ingin fokus melindungi Malika," elak Arthur.

"Arthur! Aku sudah mengenalmu lama, jadi katakan ada apa dengan kedua kasus itu? Pasti ada hal lain yang kamu sembunyikan!" kata Bima yang mulai menaikkan nada suaranya.

"Untuk itu tolong bantu aku, bongkar kedua kasus itu untuk aku," ucap Arthur sambil mengalihkan pandangannya dari mata tajam Bima.

"Kenapa bukan kamu sendiri yang melakukannya?!" teriak Bima marah.

"Karena itu akan membahayakan Malika! Apa kurang jeas bahwa aku melakukan ini untuk Malika!" balas Arthur ikut berteriak.

"Kalau begitu beritahu kami apa yang kamu ketahu tentang kasus-kasus itu Arthur!" Bima tidak gentar sedikit pun atas nada suara Arthur yang sama kerasnya dengan suaranya.

"Aku sudah menyertakan seluruhnya di dalam berkas," Arthur menunjuk berkas yang tergeletak di atas mejanya degan dagunya. "Jadi cukup lanjutka penyelidikanku, temukan bukti dan bela klien dengan benar," lanjut Arthur lagi.

"Aku tahu ada hal lain yang disembunyikan seorang Arthur Sujatmiko dan hal itu tidak tertulis di dalam sana," kata Bima yakin.

Arthur yang memang menyembunyikan sesuatu yang penting hanya diam saja. Dia tidak ingin membuka suara sampai Bima dapat menemukan dengan sendirinya kesalahan dalam kasus-kasus tersebut. Untuk Arthur ini jalan terbaik yang dapat ditempuhnya, walaupun dia harus kehilangan lisensinya sekalipun.

"Aku percaya kepadamu, kamu bisa datang kepadaku untuk bertanya hal lain tanpa menuduhku seperti ini," Arthur menatap Bima dalam, nada suaranya juga sudah kembali bormal. "Tolong siapkan para wartawan, aku akan memberikan keterangan setelah membereskan masalahku dengan Malika," pinta Arthur kepada Bima.

"Tidak sekarang Arthur, para pemegang modal belum tahu tentang keputusanmu ini," tolak Bima.

"Aku sudah mengirimkan mereka e-mail surat pengunduran diriku. Tidak butuh waktu lama bukan untuk hal itu?" Arthur terlihat sudah sangat yakin dan tidak ingin diganggu gugat lagi keputusannya.

"Baiklah jika itu sudah menjadi keputusanmu," Bima pun akhirnya mengalah dan menilih keluar dari ruangan. Arthur sendiri berusaha mengendalikan emosinya, dia tidak ingin salah langkah. Dia sendiri sudah yakin bahwa keputusannya ini benar, dia hanya tinggal menunggu dicabutnya lisensi pengacaranya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top