Bab 33 - Apa yang Disembunyikan Arthur?
Hari ini Malika hanya di rumah saja seharian, menyibukkan dirinya dengan membuat tas kerajinan. Kemarin Malika memang sudah diperbolehkan pulang, tetapi tetap besok Malika harus kembali kontrol ke dokter. Selama beberapa hari ini pikiran Malika sedikit gelisah karena Arthur tidak menghubunginya.
“Coba saja hubungi duluan,” saran Rere saat melihat Malika melamun.
“Sudah Mbak, tapi tidak ada balasan,” ujar Malika yang terlihat cemas.
“Mungkin sedang ada urusan penting,” kata Rere yang mencoba menenangkan Malika.
“Mungkin saja,” gumam Malika pelan. Lalu Malika melanjutkan kegiatannya, Rere sendiri juga ikut melanjutkan membuat rajutan baju topi bayi.
Tangan Malika mungkin bekerja, tetapi tidak dengan pikiran dan hatinya yang berkelana jauh kepada sosok Arthur. Terlalu banyak macam kecemasan yang dirasakan Malika, belum lagi perasaannya yang merasakan kecemasan mendalam. Seperti akan ada yang terjadi pada Arthur.
“Malika, mungkin pertanyaan Mbak ini sedikit pribadi. Tetapi Mbak sangat penasaran,” kata Rere dengan raut wajah serius.
“Apa yang mau Mbak tanyakan?” Malika juga menatap Rere dengan wajah serius.
“Sebenarnya bagaimana hubungan kamu dengan Arthur? Kalian terlihat seperti memiliki jarak,” Rere jelas terlihat sangat menunggu jawaban yang keluar dari bibir Malika.
“Aku dan Arthur dipertemukan oleh seorang Kakek yang sangat baik, kami dijodohkan melalui surat wasiat. Kakek itu adalah Kakeknya Arthur, dan untuk mendapatkan warisan Arthur harus menikahiku,” cerita Malika dengan pancaran mata yang menerawang, mengingat kejadian saat Malika pertama kali bertemu Arthur.
“Apa kalian yakin dengan keputusan ini? Maksud Mbak, ini kan pernikahan bukan main barbie-barbiean,” ujar Rere sambil memperhatikan Malika yang terlihat setengah melamun.
“Aku sudah yakin Mbak, lagi pula kali ini aku ingin bersikap egois. Aku ingin memilikinya karena aku mencintainya,” kata Malika penuh penegasan.
“Cinta yang dibumbui rasa egois akan merusak orang yang kamu sayangi,” nasihat Rere.
“Biarlah waktu yang akan menjawabnya Mbak, apakah kami memang berjodoh atau tidak,” Malika terlihat sudah pasrah dengan jalan cintanya dengan siapa hatinya akan berlabuh.
“Setidaknya belajar lah dari pengalaman Mbak Ka,” Rere memberikan senyum manisnya untuk Malika dan Malika menganggukkan kepalanya mengerti. “Besok Mbak akan kembali ke Bogor Ka, Mbak sudah putusakan untuk tinggal bersama dengan Tante Mbak di Bogor,” kata Rere lagi memberikan informasi penting.
“Apa gak nunggu lahiran dulu Mbak?” tanya Malika yang jelas khawatir dengan kondisi Rere.
“Enggak papa Ka, boleh ya besok Mbak minta Agung nganter Mbak pulang ke Bogor.” Ucap Rere meminta izin kepada Malika.
“Tentu saja Mbak harus diantar Agung,” ujar Malika langsung setuju.
Tanpa Malika sadari ada hal besar yang telah terjadi pada Arthur, dia tidak dapat pulang ke Indonesia atas tuduhan pemalsuan identitas. Tidak tahu siapa yang melakukannya, Arthur telah dijebak. Paspor milik Arthur teridentifikasi palsu saat Arthur akan kembali ke Indonesia. Berita itu pun cepat menyebar hingga ke Indonesia, gosip cepat beredar dikalangan media.
Bima sendiri sudah mulai menyelidiki hal tersebut, dia sedang berusaha untuk membebaskan Arthur yang ditahan di Paris. “Boss kita temukan kejanggalan ini,” seru seorang anak buah Bima dengan membawa bekas yang berisi data-data paspor Arthur yang asli.
“Bagus kita bisa gunakan ini,” ujar Bima langsung menyambar berkas tersebut dan akan segera membawanya ke Paris dan membawa pulang Arthur. KBRI sendiri juga sedang mengupayakan pembebasan Arthur.
“Boss apa tidak sebaiknya kita serahkan saja pada KBRI?” tanya anak buah Bima itu.
“Tidak, aku akan ke Paris. Ada hal juga yang aku urus di sana,” ucap Bima tegas.
Sementara Bima akan menyusul ke Paris, di Paris sendiri terjadi perdebatan seru antara Lola dan Arthur. Awalnya Lola ke Paris untuk urusan pekerjaan, tetapi begitu mendengar kabar Arthur ditahan, Lola langsung datang menemui Arthur.
“Sudah aku bilang Bima yang akan mengurusnya, kamu tidak perlu ikut campur Lola,” ujar Arthur tegas menolak uluran bantuan dari Lola.
“Aku mohon kali ini saja Arthur, biarkan aku membantumu,” mohon Lola yang tetap ingin membantu Arthur.
“Aku tetap pada keputusanku Lola, aku tahu apa yang akan kamu lakukan. Kamu akan menggunakan koneksimu untuk menjaminku kan? Aku tidak suka bebas dengan cara itu,” kata Arthur dengan sorot matanya yang tajam ke arah Lola.
“Kamu benar-benar sangat keras kepala Arthur,” sebal Lola.
Mungkin itu hanya peringatan kecil yang dilakukan seseorang untuk Arthur, saat kembali ke Indonesia nanti akan ada kejutan besar untuk Arthur yang telah dipersiakan. Orang di balik rencana ini sedang tersenyum senang sekarang.
“Lalu kapan aku dapat membunuh perempuan itu? Aku benar-benar sudah tidak sabar ingin mengukir banyak sekali gambar indah di seluruh permukaan tubuhnya itu,” tanya murid yang belakangan ini selalu mengawasi Malika dari jauh.
“Tahan sebentar keinginanmu itu, aku masih ingin bermain-main dengan Arthur Sujatmiko. Dia, berani-beraninya mengabaikan surat-surat peringatanku untuk menjauhi Malika,” nada suara Sang Guru jelas terdengan sangat sarat akan kebencian.
“Baiklah Guru, aku akan tetap mengawasi dia dari jauh,” senyum licik jelas terlihat jelas di wajah si Murid. Ada rencana sendiri yang berputar di otaknya, rencana yang disusunnya sendiri tanpa sepengatahuan Gurunya.
Keesokan harinya, Malika hanya sendirian di rumah. Mbok Salmi sedang izin pergi ke rumah saudaranya, sedangkan Agung pergi mengantar Rere pulang ke Bogor. Awalnya Malika merasa baik-baik saja sendirian di rumah, tetapi entah kenapa sejak dua jam yang lalu Malika merasa seperti sedang diawasi dari balik tirai jendela. Beberapa kali Malika akan melihat ke arah tirai jendela yang tertutup rapat.
Demi menghilangkan rasa parnonya, Malika menyetel televisi dengan volume besar. Saat itu televisi sedang menayangkan tentang pembebasan Arthur atas tuduhan pemalsuan identitas di Paris. Melihat berita itu bibir Malika terasa kelu, otaknya susah mencerna apa yang sedang tejadi. Buru-buru Malika mengambil ponselnya dan mencoba menghubungi Bima, karena memang ponsel Arthur tidak dapat dihubungi dari beberapa hari yang lalu.
“Hallo Bima! Aku ingin bertanya soal Arthur,” ujar Malika langsung saat Bima mengangkat telepon. Bima yang paham dengan maksud kalimat Malika akhirnya menjawab.
“Kamu tenang saja Malika, Arthur baik-baik saja dan hari ini juga dia akan terbang kembali ke Tanah Air,” jelas Bima kepada Malika.
Mendengar penjelasan Bima itu, Malika menghembuskan napasnya lega. “Apa kamu tahu nomor ponsel yang dapat terhubung ke Arthur? Aku ingin mendengar suaranya sebentar aja,” tanya Malika penuh harap.
“Jangan dimatikan, kamu tunggu sebentar,” ujar Bima.
Malika menunggu Bima dengan sambungan telepon yang terdengar ditahan. “Hallo,” sapa Malika saat nada tahan telepon bethenti, menandakan sambungan kembali terhubung.
“Hallo Malika,” suara itu suara Arthur, jelas Malika sangat mengenal suara Arthur tersebut.
“Arthur?” gumam Malika sedikit tidak percaya, ada rasa rindu yang sibuk menggedor-gedor hatinya saat mendengar suara yang beberapa hari ini tidak didengarnya.
“Iya ini aku Arthur, bagaima kabarmu?” tanya Arthur lembut. Jauh di Paris san, Arthur juga menyimpan rasa rindu yang luar biasa kepada Malika.
“Aku baik-baik saja, kamu sendiri bagaimana?” Malika jelas sangat khawatir dengan kondisi Arthur.
“Aku jelas tidak baik-baik saja Malika, karena aku belum bertemu denganmu,” jelas Arthur penuh dengan kerinduan dan hal itu sukses membuat pipi Malika yang mendengarnya menjadi merona.
“Oh iya Arthur, hari ini Mbok Salmi izin pergi ke rumah saudaranya dan Agung pergi nganterin Mbak Rere pulang ke Bogor,” lapor Malika kepada Arthur.
“Kamu sendirian di rumah?” nada suara Arthur jelas terdengar sangat kahwatir. Dia benar-benar sangat takut Malika kenapa-kenapa sendirian di rumah.
“Iya,” jawab Malika pelan.
“Ya sudah kamu hati-hati di rumah. Jangan bukakan pintu kepada siapa pun tamunya,” pesan Arthur kepada Malika.
“Iya, kamu hati-hati juga di jalannya,” kata Malka dan sambungan di antara ke duanya pun berakhir.
Setelah sambungan terputus, Bima mendekati Arthur lagi. Jelas ada yang sangatingin Bima tanyakan kepada Arthur tentang banyak hal ganjil yang ditemukannya. Raut wajah Bima tergambar sangat jelas menuntut penjelasan kepada Arthur. Seolah paham dengan raut wajah Bima tersebut, Arthur menghela napasnya pelan sebelum berucap.
“Apa yang ingin kamu tanyakan?” ujar Arthur membuka pembicaraan.
“Apa yang kamu sembunyikan Arthur?” tanya Bima langsung. Saat ini keduanya sedang berada di dalam hotel tempat Bima menginap.
“Apa maksudmu?” ucap Arthur pura-pura tidak mengerti arah maksud pertanyaan Bima.
”Aku tidak akan repot-repot ke Paris hanya untuk mengantar berkas itu,” kata Bima dengan sorot mata tajam. Bima menyerahkan sebuah amplop cokelat ke arah Arthur.
Arthur yang penasaran dengan isi amplop cokelat itu akhirnya membuka amplop tersebut. Di dalam amplop tersebut berisi kertas-kertas penuh informasi tentang keberadaan Tn. Thompson dan Black Thompson. Arthur membaca dengan seksama isi dari informasi itu, kepala Arthur terasa pusing ketika membaca informasi tersebut.
“Perusahaan keluarga Thompson mengalami kebangkrutan yang sangat signifikan. Seharusnya perusahaan itu ditangani oleh Black Thompson, ini jelas ada kaitannya dengan Josh Sujatmiko,” kata Bima dengan nada suaranya yang terdengar sangat tajam.
“Kenapa jadi mengarah ke Paman Josh?” Arthur masih mencoba menyembunyikan fakta yang diketahuinya dari Bima.
“Harta yang dimiliki oleh keluarga Thompson, itu target Josh Sujatmiko,” ucap Bima dengan sangat yakin.
“Bima tolong kamu fokus pada keberadaan Tn. Thompson dan Black Thompson. Urusan Paman Josh telibat atau tidak akan terbukti jika Black ditemukan,” Arthur menghindari tata mata dengan Bima. Dia takut Bima tahu bahwa memang ada yang disembunyikan olehnya.
“Lalu dimana Alena? Apa kamu sudah bertemu Alena?” Bima memicingkan matanya curiga ke arah Arthur.
“Alena sedang ada urusan ke luar kota dan akan kembali beberapa hari lagi,” Arthur membuat alasan.
“Kalau begitu kenapa kamu tidak menunggu sampai Alena kembali?” Bima masih berusaha mencoba mendesak Arthur untuk jujur.
“Malika sedang dalam bahaya Bima! Bagaimana mungkin aku tetap berlama-lama di sini!” nada suara Arthur naik menjadi sedikit tinggi. Bima yang mendengar perkataan Arthur hanya dapat melotot tidak percaya.
“Apa maksud kamu Malika dalam bahaya?!” Bima jelas-jelas sangat kaget. Arthur pun menyerahkan sebuah amplop cokelat kecil kepada Bima.
Bersambung
Jangan lupa vote dan komentarnya
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top