Bab 11 - Arthur Dan Team A

   Semalaman Arthur tidak tidur, dia sibuk mencari info tentang kematian Sarah. Arthur mengerutkan keningnya begitu membaca informasi data pribadi Sarah lebih lanjut, dia merasa ada yang aneh dengan kematian Sarah.

   “Model kelas bawah?” gumam Arthur saat membaca informasi tentang pekerjaan Sarah. Arthur juga membaca lebih teliti dibagian agensi tempat Sarah bernaung. “Agensi artis terkenal ya,” gumam Arthur lagi sambil jari-jarinya mengusap-usap area bawah dagunya.

   Arthur bergegas mengambil map lain tentang data pribadi Paman Sarah, Bima masih mencari keberadaan Paman Sarah yang katanya sedang ada urusan di luar kota. “Kuat dugaan pembunuhan karena tanah warisan itu,” ujar Arthur lagi sambil membaca latar belakang Paman Sarah yang seorang manajer di sebuah perusahaan periklanan.

   “Ah!!” seru Arthur tiba-tiba begitu paham bahwa perusahaan tempat Ibrahim –Paman Sarah- bekerja merupakan satu atap dengan agensi tempat Sarah menjadi model.

   Saat itu hari sudah pagi dan sekertaris Arthur sudah sampai di kantor, Arthur memanggil sekertarisnya untuk menghadapnya. “Siapkan ruangan rapat dan informasikan kepada anggota team A untuk bersiap rapat,” perintah Arthur kepada sekertarisnya.

   Lalu setelahnya Arthur mempersiapkan bahan yang akan mereka rapatkan, kali ini Arthur dan bersama rekan pengacara yang bekerja padanya akan mendiskusikan tentang kasus Malika. Dia sudah punya keyakinan bahwa Ibrahim terlibat atas kematian Sarah.

   “Sekarang ini kita masih menunggu info tentang kepemilikan mobil rush, saya juga telah meminta orang untuk mencari tahu lebih lanjut tentang Ibrahim Pamannya Sarah,” jelas Arthur kepada anggota team A yang sedang melihat-lihat isi berkas.

   “Jelas terlihat bahwa Ibrahim ini ada kaitannya dengan meninggalnya Sarah, motifnya mengarah ke tanah warisan,” jelas seorang pengacara yang diiyakan Arthur di dalam hatinya.

   “Kalau begitu kita harus selidiki juga pembeli tanah warisannya,” tutur seorang pengacara yang berbeda lagi.

   “Begini saja, kita di sini ada enam orang termasuk saya. Kita bagi Silvi dan Dodi selidiki alibi Ibrahim, Imran dan Toni tolong memprofilerkan Ibrahim dan juga Almarhumah Sarah karena kalian berdua memiliki latar belakang Psikolog kriminologi, saya dan Bima akan menyelidiki pembeli tanah Sarah dan mencari tahu keberadaan Ibrahim,” jelas Arthur kepada para anggotanya.

   Setelah rapat selesai, Arthur pergi menemui Malika. Dia sudah begitu merindukan calon istrinya itu, “apa kabar?” tanya Arthur kepada Malika. Jelas Arthur tahu bahwa Malika tidak baik-baik saja, itu terlihat dari bobot tubuh Malika yang sepertinya berkurang, karena dia terlihat sedikit kurus.

   Malika mengerutkan keningnya melihat Arthur yang memperhatikannya dengan seksama, seolah paham dengan arti tatapan Arthur, Malika tersenyum kecil, “cara diet yang paling praktiskan?” canda Malika.

   Arthur hanya tersenyum saja menanggapi candaan Malika, dia terlalu bingung ingin mengatakan apa. Malika sendiri, dia asik memperhatikan wajah Arthur yang terlihat lelah, kantung mata Arthur yang terlihat jelas dan jambang Arthur yang sudah mulai tumbuh menjelaskan bahwa Arthur kurang istirahat.

   “Jangan lupakan waktu istirahat dan makan,” pesan Malika.

   “Kamu juga,” balas Arthur sambil menatap Malika dalam. “Malika jika ada informasi yang kamu ketahui tentang Sarah apapun itu, tolong beritahu aku,” tambah Arthur.

   “Iya, aku pasti akan memberitahumu jika aku mengingat informasi yang terlewatkan yang belum aku sampaikan,” senyum manis Malika tertarik indah di bibirnya.

   Kunjungan Arthur yang hanya sepuluh menit itu setidaknya memberi dampak besar kepada Malika, dia bersyukur dapat melepas rindu walaupun hanya sepuluh menit. Bagi Malika berada di dalam tahanan seperti sekarang membuatnya terasa seperti seekor rusa yang terjebak oleh ranjau pemburu.

   “Ada apa?” Rere bertanya karena wajah Malika yang terlihat serius memikirkan sesuatu. Malika menarik nafasnya dalam dan membuangnya dengan hembusan yang berat, matanya terpejam kuat berusaha memikirkan sesuatu hal.

   “Aku sedang mencoba mengingat informasi apa yang sedang aku lewatkan,” jawab Malika pelan.

   “Tidur lah dulu Malika, kamu tidak tidur dari semalam,” ujar Rere sambil menyentuh pundak Malika lembut. Mau tidak mau Malika membuka matanya dan menatap Rere yang duduk di sebelahnya. “Kalau ingin mengingat sesuatu, kamu harus tenangkan pikiranmu dulu Malika. Jadi istirahatlah dulu, jangan terlalu dipaksakan,” suara lembut Rere akhirnya berhasil membujuk Malika untuk mengambil opsi beristirahat.

Flashback On

   Sarah sibuk menarik-narik tangan Malika agar berjalan cepat bersamanya, mengantri barisan panjang untuk meminta tanda tangan idola Sarah. Di tangan Sarah tergenggam sebuah poster bergambarkan wajah Ivan Handoko begitu juga Malika yang dipaksa untuk membawa benda yang sama.

   “Aduh Malika! Aku sudah gak sabar lagi!” ujar Sarah girang. Beruntung antrian sudah tidak terlalu panjang lagi dan hanya tinggal dua orang di depan Sarah.

   “Jangan malu-maluin deh,” cibir Malika yang sebenarnya ingin tertawa geli melihat tingkah laku Sarah yang persis seperti anak ABG.

   “Hai Sarah!” sapa Ivan begitu melihat Sarah berdiri di hadapannya, Malika yang berdiri di belakang Sarah mengerutkan keningnya bingung. Di dalam hatinya Malika bertanya-tanya tentang Ivan yang mengenali Sarah.

   “Hai Kak Ivan!” Sarah membalas sapaan Ivan dengan suara yang terdengar girang. Dia menyodorkan poster yang dibawanya, meminta Ivan untuk menandatanganinya.

   “Jangan lupa lusa ya, Kakak jemput. Kita ke pesta teman Kakak,” kata Ivan pelan. Walaupun pelan Sarah dan Malika yang berdiri cukup dekat di belakang Sarah dapat mendengarnya juga.

   Rasa penasaran Malika atas perkataan Ivan dan kedekatan Ivan dan Sarah yang jelas terlihat bahwa mereka saling kenal membuat lidah Malika gatal ingin bertanya. Maka dari itu Malika sedari tadi melirik-lirik gelisah ke arah Sarah yang duduk di sebelahnya sambil tersenyum tenang, kini keduanya sedang di dalam taxi.

   “Ehm Sarah!” Malika menyenggol pelan lengan Sarah.

   “Ada apa?” tanya Sarah tanpa mengalihkan pandangannya dari poster Ivan yang dipegangnya.

   “Kamu sama Ivan sudah saling kenal?” nada suara Malika jelas terdengar sangat penasaran.

   “Iya aku kenal dengan Kak Ivan, soalnya kami satu agensi,” jelas Sarah, tetapi wajah Sarah terlihat sedih.

   “Loh kenapa mukanya ditekuk gitu? Harusnya seneng dong,” ujar Malika heran.

   “Kak Ivan bakalan pindah agensi,” Sarah tambah menekuk wajahnya. Hal selanjutnya yang terjadi adalah Malika yang berusaha menghibur Sarah, bahwa pertemanan Sarah dan Ivan pasti akan terus berlanjut.

Flashback Off

   Malika terbangun dengan wajah yang bersimbah keringat dan tenggorokkannya terasa sangat kering. Buru-buru Malika bangun dari duduknya, tetapi begitu mengingat sesuatu Malika kembali duduk. Rere yang melihat kelakuan Malika tersebut menjadi bingung dan berinisiatif mendekati Malika.

   “Ada apa?” Rere bertanya dengan nada yang sangat perhatian.

   “Aku ingat Mbak, aku ingat sehari sebelum Sarah meninggal dia pergi dengan seseorang,” jelas Malika dengan nafasnya yang terengah-engah.

   “Tenang Malika, kamu bisa menjelaskan kepada pengacaramu besok. Lagi pula berkasmu belum dilimpahkan ke pengadilan,” Rere menenangkan Malika yang terlihat panik.

   Di tempat lain Arthur dan Bima sedang duduk di dalam mobil, keduanya tengah mengintai Ibrahim yang berhasil diketahui keberadaannya. Ibrahim ternyata masih berada di Jakarta, hal itu di ketahui Bima setelah menyelidiki kepergian Ibrahim ke Solo menggunakan pesawat. Ternyata Ibrahim kembali menggunakan mobil yang sudah menunggunya di Solo untuk kembali ke Jakarta.

   “Arthur, ini ada indikasi Ibrahim menghindar dari polisi. Karena dia hanya muncul sekali saat Sarah meninggal,” tukas Bima.

   “Menurut perhitungan waktu, Ibrahim hanya singgah sekitar setengah jam di Solo setelahnya dia langsung kembali ke Jakarta. Pertanyaannya kenapa tidak kembali menggunakan pesawat?” tanya Arthur kepada Bima, dan seolah paham bahwa perkataan Bima tadi bisa saja menjadi jawaban atas pertanyaan Arthur, kedua laki-laki itu langsung menunjukkan ekspresi wajah geram.

   “Arthur! Aku ada ide!” seru Bima tiba-tiba. Arthur melihat ke arah Bima seolah-olah meminta Bima untuk menjelaskan idenya tersebut. “Bukti Ibrahim yang singgah di Solo hanya setengah jam sedang dikerjakan oleh orang kepercayaanku, mereka sedang berusaha melacak melalui CCTV mobil yang membawa Ibrahim kembali ke Jakarta dan untuk membuktikan bahwa Ibrahim berada di Jakarta sekarang, kita butuh seseorang untuk membuat janji dengannya,” jelas Bima.

   “Janji?” tanya Arthur masih kurang paham dengan maksud Bima.

   “Bisnis Kakek-mu itu Arthur! Coba minta orang untuk membuat janji dengan Ibrahim,” kata Bima yang mulai geregetan karena Arthur yang sedikit tidak paham maksudnya.

   “Ah! Ibrahim memiliki bisnis sebagai pemasok wine ilegal, hotel ternama seperti punya Kakek akan memikat Ibrahim dan dia dengan sendirinya akan melakukan negosiasi,” kata Arthur begitu dia paham maksud perkataan Bima.

   “Good!” seru Bima.

   Arthur dan Bima pun mulai menyusun rencana mereka, Arthur juga sudah menugaskan seseorang yang akan membuat janji dengan Ibrahim. Bima membantu Arthur dengan memberikan pengarahan.

   “Bim, soal informasi pemilik mobil bagaimana?” tanya Arthur kepada Ibrahim. Kini keduanya sedang duduk di sebuah restauran di area VIP.

   “Astaga! Hampir saja aku lupa!” Bima langsung menyerahkan map yang sedari tadi dibawa-bawa olehnya.

   Arthur menerima map yang disodorkan Bima tersebut, bibirnya menggeram marah begitu tahu bahwa mobil tersebut akan susah membawa mereka kepada orang yang suka menjemput Sarah. “Jadi mobil itu sebelumnya milik perusahaan rental mobil?” tanya Arthur kepada Bima untuk memastikan kesimpulannya.

   “Iya! Dan sudah pasti perusahaan mobil itu tidak akan dengan mudahnya memberikan data pelanggan mereka,” jelas Bima. “Tetapi saat ini orang kepercayaanku sedang mencoba melobi karyawan di sana,” tambah Bima lagi dengan cengirannya yang terlihat menyebalkan.

   “Kerja bagus Bim!” Arthur menonjok pelan bahu Bima. “Besok aku akan kembali menemui Malika, mudah-mudahan kita bisa mendapat informasi penting,” ujar Arthur sambil tangannya memainkan ponsel miliknya.

   Bima yang sudah lama mengenal Arthur pun paham, dia sangat paham bahwa bagaimana pun Arthur akan berusaha mati-matian untuk membuktikan bahwa Malika tidak bersalah. “Tenanglah, kita punya cukup waktu karena tadi malam Jeremy menghubungiku bahwa kita mendapat tambahan waktu karena Jeremy dan rekannya sudah mencapai titik terang dalam melacak keberadaan ponsel Sarah,” kata Bima.

   “Ponsel Sarah? Apanya yang dilacak? Sudah pasti ponsel tersebut hilang karena kemungkinan di buang oleh pelaku,” ujar Arthur dengan dahinya yang berkerut.

   “Kemungkinan itu lah yang menjadi dasar, karena ada kemungkinan lain bahwa ponsel Sarah berada di tangan pelaku, kemarin polisi mendapat sinyal bahwa ponsel Sarah diaktifkan di daerah Jakarta pusat,” jelas Bima dengan cengiran lebarnya.

   “Dasar pembunuh bodoh,” cibir Arthur sambil tersenyum miring.

Bersambung

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top